Selama Perjalanan Jadi Tertawaan Seisi Mobil, Mengenang Peristiwa yang Baru Kali Pertama Dialami
SURAKARTA, iMNews.id – Peristiwa upacara adat Sekaten Garebeg Mulud yang tepat pada puncaknya, yaitu hajad-dalem Gunungan yang digelar Kraton Mataram Surakarta, Senin (16/9), seakan menjadi momentum istimewa sekaligus saksi bagi pengalaman diri yang tak pernah bisa dilupakan KRA Panembahan Didik “Alap-alap” Gilingwesi Hadinagoro.
Karena, saat bersama istri dan rombongan abdi-dalem “Kanca-Kaji” anggota Pakasa Cabang Kudus yang dipimpinnya berada di pendapa kagungan-dalem Masjid Agung selesai mengikuti donga wilujengan hajad-dalem, dirinya tiba-tiba dikerubuti puluhan orang. Ketua Pakasa Cabang Kudus itu mengaku kaget dan heran, karena hampir semua yang mengerubuti meminta sesuatu.
Sesuatu yang diminta itu bukan uang atau materi seperti layaknya diinginkan peminta-minta, melainkan doa atau sesuatu yang sudah didoakan, karena permintaan mereka dalam rangka “ngalab berkah” berkait Sekaten Garebeg Mulud. Tradisi Sekaten, memang maknanya peringatan hari besar maulud Nabi Muhammad SAW dan tempat utama yang dipakai Masjid Agung.
Namun, kedatangan puluhan orang yang secara tiba-tiba dan mengajukan permintaan yang menurutnya kurang nyaman untuk dituruti itu, membuatnya repot, bingung sekaligus menggelikan. Karena dengan melayani berbagai permintaan yang menurutnya aneh itu, hampir semua peserta upacara di pendapa Masjid Agung hampir habis, karena acara sudah selesai.
“La mosok, saya kok dipanggil (dianggap-Red) Sunan. Ada yang menanggil saya Gusti. Tetapi, ada pula yang memanggil saya Panembahan atau Kanjeng. Kalau itu yang disebut, saya tidak apa-apa. Tapi waktu dipanggil Gusti apalagi Sunan, saya agak risih, malu dan bingung. Sampai-sampai saya katakan, bahwa saya ini abdi-dalem biasan. Bukan Gusti dan bukan Sunan”.
“Saya manusia biasa yang penuh dosa. La kok diminta doanya melalui apa saja yang diberikan saya atau kebetulan saya pegang atau sedang saya makan. Saya sempat berpikir, ini bisa musyrik. Tetapi, saya berusaha membelokkan permintaan mereka dengan mendoakan sesuai yang diminta. Itu saja. Tetapi ternyata bukan seperti itu,” ujar KRA Panembahan Didik.
Menurut Ketua Pakasa Cabang Kudus yang dimintai konfirmasi iMNews.id siang tadi, hampir semua yang datang membawa makanan atau minuman. Maunya KRA Panembahan Didik mengawali menggigit sedikit makanan, lalu diminta sisanya. Begitu pula minuman, maunya dia sedikit meminumnya, lalu sisanya diminta. Jadi, mereka yang datang rata-rata orang kecukupan.
Bahkan, katanya, ada yang sudah berstatus ASN, tetapi meminta doa untuk anaknya agar sukses dan lancar karirnya yang akan menempuh pendidikan S2. Ada juga yang ingin cepat mendapatkan jodoh, dan ada sepasang suami-istri menyodorkan mobil mainan dan minta didoakan. Tujuannya agar si anak pemilik mainan itu, lebih menyukai mobil mainannya dari pada HP.
“Tapi soal orangtua yang ingin menghindarkan anaknya dari HP itu saya sangat setuju. Cuma caranya, kok saya yang diminta mendoakan. “Kan ada abdi-dalem juru-suranata yang doanya sudah meyakinkan karena sering memimpin upacara adat di kraton. Wahh…. pokoknya pengalaman yang baru kali pertama ini saya rasakan di Masjid Agung Kraton Surakarta, menggelikan”.
“Selama dalam perjalanan, istri saya tertawa ‘kepingkel-pingkel’ karena apa yang saya alami di depan matanya. Rombongan semobil sampai tertawa geli semua, dari Solo hingga sampai di Kudus. La wong srundeng yang saya makan nempel di pipi, kok buat rebutan untuk dimakan. Katanya ngalab berkah. Pipi saya seperti diciwel-ciwel,” ujarnya geli. (won-i1)