Ritual Labuhan Perdana di Parangkusuma, Setelah “Insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”

  • Post author:
  • Post published:October 7, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Ritual Labuhan Perdana di Parangkusuma, Setelah “Insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”
AWAL RITUAL : Tatacara ritual Labuhan diawali dari Bangsal Parasedya, tempat barang-barang yang tersimpan dalam box stereoform akan dilabuh "disanggarkan". Diikuti Gusti Moeng, uba-rampa Labuhan dibawa keluar kraton menuju Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, tempat beberapa bus sudah menunggu, Minggu (6/10) siang kemarin. (oto : iMNews.id/Won Poerwono)

Didukung Utusan Abdi-dalem Sejumlah Pakasa Cabang, Suasana Semakin Mengesankan

BANTUL, iMNews.id – “Bebadan Kabinet 2004” Kraton Mataram Surakarta menggelar upacara adat “Labuhan” kali pertama atau perdana sejak peristiwa “insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022. Prosesi “Labuhan” yang digelar Minggu (6/10) sore mulai pukul 15.00 WIB di “Pendapa Cepuri Pesanggarahan Parangkusuma itu, dipimpin langsung Gusti Moeng.

Selain yang pertama sejak “Bebadan Kabinet 2004” kembali bekerja penuh di dalam kraton sejak peristiwa 17 Desember 2022 itu, ritual “Labuhan” kali ini terasa ada hal yang berbeda bahkan istimewa. Karena, ritual perdana di era “Dekrit LDA 2004” yang digelar kemarin, didukung 300 lebih abdi-dalem warga utusan sejumlah Pakasa cabang dari berbagai daerah.

Selain wajah-wajah baru abdi-dalem warga Pakasa dari 14 cabang di dalam barisan prosesi kirab, simbol-simbol kebesaran pakasa cabang juga mulai terlihat di dalam barisan sehingga menambah elemen estetika dan etika pada citra visualnya. Simbol-simbol elemen yang paling mencolok itu, antara lain vandel Pakasa cabang, seragam prajurit dan busana adat.

ADA PROSESINYA : Walau upacara adat Labuhan didahului dengan mengeluarkan barang-barang yang dikemas dalam box stereoform, tetapi ada tatacara prosesinya. Yaitu dibawa dalam barisan kirab dan dipayungi atau disongsong, berjalan munuju Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, tempat beberapa bus sudah menunggu, Minggu (6/10) siang kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Vandel simbol Pakasa cabang yang kelihatan dari cabang “Gebang Tinatar” Kabupaten Ponorogo yang dipimpin ketuanya, KP MN Gendut Wreksodiningrat yang disertai belasan warganya yang mengenakan busana adat khas “warok” Ponogoro, yaitu busana Panaragan. Kehadirannya selain mencolok dari cirikha busananya, mereka juga ikut menjadi “pagar pengaman” barisan.

Selain Pakasa Cabang Ponorogo, juga tampak KP Bambang S Adiningrat (Ketua cabang) dengan rombongan yang sebagian besar prajurit Bregada Nguntara Praja, dengan kostum warna biru dan simbol vandel Pakasa Cabang Jepara. Kehadirannya ikut bergabung Bregada Prajurit khas kraton terutama Korsik drumband Prajurit Tamtama, untuk memperkuat dan memandu barisan.

Hampir semua pengurus Pakasa cabang yang mendukung prosesi ritual “Labuhan” di “segara kidul” pantai Parangkusuma, Bantul (DIY), Minggu sore (6/10) itu, rata-rata mengaku mendapatkan pengalaman pertema mengikuti “pisowanan Labuhan” yang digelar Kraton Mataram Surakarta. Karena, banyak pengurus Pakasa cabang baru muncul setelah tahun 2017.

PENDAPA CEPURI : Di Pendapa Cepuri Pesanggrahan Parangkusuma, semua barang yang akan dilabuh disanggarkan sejenak lalu didoakan para abdi-dalem ulama yang dipimpin RT Irawan Wijaya Pujodipuro. Gunsti Moeng tampak memberi “dhawuh” kepada petugas pemimpin donga wilujengan, Minggu sore (6/10), sebelum barang-barang dilabuh. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Walau tidak membawa serta simbol-simbol lembaganya, pengurus Pakasa Cabang Magelang juga terlihat rombongan utusannya yang dipimpin langsung KRT Bagiyono Rumeksonagoro selaku ketuanya. Begitu pula utusan abdi-dalem Pakasa Cabang Nganjuk (Jatim), yang dipimpin KRAT Sukoco Joyonagoro, utusan Pakasa Cabang Kudus, cabang Malang, Cabang Klaten dan Boyolali.

Tampak juga utusan Pakasa Cabang Sragen, Karanganyar dan Trenggalek (Jatim) yang dipimpin langsung ketuanya, KRAT Seviola Ananda. Rombongan Pakasa Cabang Pati (bukan Juwana-Red) hadir dipimpin ketuanya, KRAT Mulyadi Puspopustoko. Begitu pula Pakasa Cabang Ngawi yang dipimpin KRT Suyono Sastroredjo (Ketu), ikut menurunkan anggota SAR “Elpeje”.

“Saya minta maaf dan mohon izin tidak bisa ikut mendukung upacara adat Labuhan secara langsung. Tetapi saya sudah mengutus rombongan untuk mewakili, di antara rombongan ada istri dan anak-anak saya. Saya kecewa melewatkan upacara yang sebenarnya saya ingin sekali merasakan. Tetapi saya harus memenuhi jadwal terapi,” ujar KRA Panembahan Didik Gilingwesi.

BERBAGAI UBA-RAMPE : Berbagai uba-rampe Labuhan dibawa para “abdi-dalem Bedhaya” menuju bibir pantai, sambil menunggu ombak datang di sore pasang naik, Minggu (6/10) kemarin. Peristiwa itu adalah tatacara terakhir dari rangkaian upacara adat Labuhan yang digelar Bebadan Kabinet 204 Kraton Mataram Surakarta tahun 2024 ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Keinginan besar yang belum bisa terwujud karena harus memenuhi jadwal terapi beberapa penyakitnya, diungkapkan KRA Panembahan Didik Gilingwesi (Ketua Pakasa Cabang Kudus) kepada iMNews.id sampai Minggu pagi (6/10) sekitar pukul 09.00 WIB. Saat itu, ia harus mengikuti cek laborat dan senam kesehatan pasien di rumah sakit tempatnya berobat di Kudus.

Kalau KRA Panembahan Didik agak kecewa tidak bisa bersama-sama warga Pakasa cabang lain mengikuti pisowanan Labuhan di Pendapa Cepuri Parangkusuma hingga di pantai “segara kidul”. Tetapi, menjadi pengalaman menyenangkan bagi KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), KRAT Bagiyono Rumeksonagoro (Ketua Pakasa Magelang) dan sejumlah ketua Pakasa cabang lain.

Secara umum, jalannya prosesi upacara adat Labuhan terhitung lancar, aman dan nyaman sejak awal pemberangkatan di kraton hingga pelaksanaannya selesai tuntas. Walaupun, ada kendala ban bus yang pecah saat perjalanan berangkat di wilayah kota Kabupaten Klaten. Musibah yang tanpa korban apapun cepat teratasi, tetapi dimulainya ritual di Cepuri mundur sejam.

SANGAT INDAH : Sampai dalam bentuk “mengembalikan” barang-barang dalam upacara adat yang disebut “Labuhan”, prosesinya tetap dilakukan Kraton Mataram Surakarta penuh estetika dan etika. Komposisi warna berbagai elemen dan simbol-simbol kebesaran kraton yang sangat indah diperlihatkan, Minggu sore (6/10) kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Upacara adat apapun yang dilakukan jauh di luar kraton, Bebadan Kabinet 2004 selalu berusaha mengawali dari tahap-tahapannya secara lengkap. Begitu pula, semua uba-rampa yang akan dilabuh, harus “disanggarkan” di Bangsal Parasedya dan dilakukan doa secukupnya, lalau dikeluarkan dan diarak dalam prosesi yang dikawan para prajurit dan petugas.

Prosesi yang diikuti Gusti Moeng dan para sentana, sentana-dalem dan abdi-dalem itu, lalu diangkut tiga bus besar dan beberapa mobil yang ditumpangi keluarga besar. Tiba di Pendapa Cepuri pukul 15.00 WIB, 300 warga utusan 14 Pakasa cabang sudah siap, sebagian uba-rampe lalu ditata sambil menunggu satu bus berisi uba-rampe wilujengan yang tertinggal.

Begitu bus terakhir tiba di Cepuri, sekitar pukul 15.15 WIB Gusti Moeng memberi “dhawuh” kepada abdi-dalem jurusuranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro untuk memimpin donga wilujengan. Selesai doa, barisan prosesi yang mengantar barang dan uba-rampe Labuhan ditata, dan barisan berangkat dipandu para prajurit menuju pantai dan pukul 16.15 WIB uba-rampe dilabuh. (won-i1)