Dengan Lantang, KPP Haryo Sinawung Menyampaikan “Dhawuh” Agar Gamelan Sekaten Ditabuh
SURAKARTA, iMNews.id – Sampai datang ritual Sekaten Garebeg Mulud 2024 atau yang kedua setelah “insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton” pada 17 Desember 2022, jalannya upacara adat untuk menyambut hari besar Maulud Nabi Muhammad SAW itu “masih diwarnai insiden” kecil. Tetapi, insiden itu sama sekali tidak mengganggu dimulainya ritual Sekaten tersebut.
Insiden kecil itu datang hanya beberapa menit setelah sentana-dalem KPP Haryo Sinawung Waluyoputro selesai menyampaikan “dhawuh” kepada KPH Raditya Lintang Sasangka selaku tindhih abdi-dalem karawitan. Dalam tatacara adat dimulainya ritual Sekaten, harus ada figur yang bertugas menyampaikan “dhawuh” untuk menabuh gamelan kali pertama gamelan Kyai Guntur Madu.
Karena KPP Sinawung sudah dijadwalkan bertugas menyampaikan “dhawuh”, maka dia sudah sekitar 30 menit bersiap di depan panggung gamelan Bangsal Pradangga atau Pagongan Kidul, tempat menata gamelan pusaka Kiai Guntur Madu. Begitu juru pambiwara yang berada di pendapa Masjid Agung menyebut namanya untuk menyampaikan “dhawuh”, maka dilakukanlah tugas itu.
Langsung saja, tanpa mikropon sound system, KPP Sinawung dengan lantang menyampaikan “dhawuh” atau permintaan agar KPH Raditya Lintang Sasangka “hamiwiti ungleing gangsa ingkang sepisanan’ atau menabuh gamelan kali pertama. Gendhing “Rambu” disajikan para abdi-dalem karawitan yang menabuh gamelan Kiai Guntur Madu di Bangsal Pradangga Kidul.
Begitu bonang berukuran jumbo itu mulai ditabuh “pambuka” oleh KRAT Saptonodiningrat, tak lama kemudian disambung dengan ditabuhnya sejumlah instrumen gamelan lain secara serenpak dan keras, hingga berbunyi “jenggleng….”. Gamelan yang menghasilkan suara itu tentu banyak datang dari “demung” yang jumlahnya lebih dari tiga buah.
Begitu terdengar ungi “jenggleng”, semua orang yang berada di depan panggung gamelan Kiai Guntur Madu, lalu memasukkan sirih dan kapur (injet-Red) yang sudah siap di tangannya, ke dalam mulut. Mulailah sirih itu dikunyah hingga mengeluarkamn cairan warna merah. Saat itulah, orang Jawa menyebut dengan “nginang”, apalagi lalu diusap dengan “susur”.
“Susur” adalah segumpal tembakau yang fungsinya untuk mengusap dan meratakan cairah merah hasil perpaduan antara sirih, injet, kunir dan ludah, untuk diratakan di semua permukaan gigi yang tujuannya “agar awet muda”. Rangkaian kata terangkhir itu doa dalam spiritual Jawa yang selalu menjadi sugesti bagi setiap orang yang “nginang” di saat Sekaten.
Di antara kerumunan orang di depanpanggung gamelan itu, adalah Gusti Moeng (Pengageng sasana Wilapa) dan Gusti Ayu (GKR Ayu Koes Indriyah) serta sejumlah sentana-dalem dan abdi-dalem yang mengikuti tatacara upacara pembukaan resmi ritual sekaten 2024, Senin siang (9/9) mulai pukul 13.30 WIB. Upacara resmi juga berlangsung di Pendapa Masjid Agung.
Upacara resmi di Masjid Agung selesai, gamelan Kiai Guntur Madu juga sudah ditabuh. Di saat itulah ada seorang yang mengaku keluarga Sinuhun PB XIII, datang untuk minta jalan karena akan memberi “dhawuh” agar gamelan ditabuh. Karena permintaannya dirasa tidak masuk akal, lalu dijawab oleh para abdi-dalem di situ, yang intinya sudah gamelan sudah ditabuh.
Di saat adu argumentasi itulah, suara mereka meninggi karena disertai orang-orang lain juga iktu berargumen. Tidak lama lagi, insiden berlanjut dengan disingkirkannya orang itu menjauh dari panggung gamelan untuk diselesaikan. Dengan menjauhnya insiden, menikmati “nginang bareng” dilanjutkan bersama, termasuk Gusti Moeng dan para abdi-dalem lelaki. (won-i1)