Makamnya Sekompleks Dengan Mbah Glongsor, Tetapi Tanahnya Bagian Hak Milik Warga
KUDUS, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Kudus kini mulai punya harapan baru, karena tugas dan kewajiban pelestarian budaya Jawa demi kelangungan Kraton Mataram Surakarta akan bisa diteruskan. Karena makam Bupati R Adipati Tirtakusuma ditemukan di kompleks makam Mbah Glongsor, yang bisa menjadi pengganti kirab “terompet” yang dibatalkan, belum lama ini.
Harapan baru itu diungkapkan KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro, Senin (15/7) siang tadi, setelah mendapat masukan dari Dr Purwadi selaku peneliti sejarah dan Ketua Lokantara Pusat di Jogja beberapa hari sebelumnya. Masukan yang disampaikan melalui iMNews.id itu, kemudian dicermati untuk mengidentifikasi kompleks makam mbah Glongsor.

“Masukan Dr Purwadi itu mungkin ada benarnya, bahwa makam Bupati Kudus R Adipati Tirtakusuma yang dimaksud ada di satu kompleks makam Mbah Glongsor. Bahkan sangat dekat. Tetapi kami belum faham, kalau ada nama R Adipati Tirtakusuma di situ ternyata tokoh penting bagi Mataram Surakarta. Terima kasih, ini ada petunjuk yang baik”.
“Setidaknya, bila segalanya memungkinkan dan lancar untuk menjadikan semuanya jelas, kelak bisa menjadi pengganti kirab terompet mbah Glongsor yang ketelisut. Tetapi, ada banyak kendala yang akan kami hadapi untuk merawat makam R Adipati Tirtakusuma ini. Karena, kompleks makam tersebut sudah menjadi bagian tanah hak milik warga,” ujar KRA Panembahan Didik.

Seperti diketahui (iMNews.id, 3/7), pengurus Pakasa Cabang Kudus semula hendak meneruskan event ritual kirab budaya Terompet mBah Glongsor di tahun 2024 ini setelah dirintis mulai tahun 2020. Rintisan itu dilakukan sebelum KRA Panembahan Didik belum mendapat gelar “Sentana Riya Nginggil” (KRA), bahkan pengurus Pakasa Cabang Kudus belum terbentuk.
Hingga terulang 3 atau 4 kali sampai tahun 2023, ritual kirab budaya Terompet mBah Glongsor yang semakin dikenal sebagai event baru di Kabupaten Kudus selain haul Sunan Kudus dan Sunan Muria dan sebagainya. Tetapi diduga akibat ada persaingan dalam pemilihan Ketua RW di Desa Rendeng, Kecamatan Kota, terompet itu “ketelisut” diduga “disembunyikan” seseorang.

Karena dilacak sampai hampir sebulan tidak ada titik terang, KRA Panembahan Didik selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus maupun Ketua Pengurus Makam dan Terompet Mbah Glongsor memutuskan kirab budaya “Terompet mBah Glongsor” tahun 2024 ditiadakan. Tahun depan dan seterusnya tidak mungkin diadakan kirab terompet, karena barangnya “ketelisut” yang diduga “disabotase”.
KRA Panembahan Didik tidak secara terang-terangan menyatakan putus-asa, tetapi sangat kecewa karena rintisan kirab jadi kandas. Padahal, tujuannya untuk pelestarian budaya Jawa, sebagai fondasi ketahanan budaya lokal masyarakat Kabupaten Kudus. Sementara, makam Pangeran Puger yang semula juga diandalkan untuk diangkat menjadi event, juga sulit terwujud.

Kabupaten Kudus diakui KRA Panembahan Didik memang sudah besar dengan ikon kompleks Menara, masjid dan makam Sunan Kudus serta Sunan Muria dalam ekspresi berbagai event spiritual religi di tengah kota kabupaten itu. Keberadaan pengurus Pakasa cabang, diharapkan bisa membantu banyak pihak khususnya dalam pelestarian budaya dan menambah destinasi wisata.
“Dengan adanya informasi dari pak (Dr) Purwadi itu, mudah-mudahan bisa menjadi petunjuk untuk membuka kegiatan baru bagi Pakasa cabang. Sebetulnya lebih sederhana, karena makam R Adipati Tirtakusuma itu tidak sekompleks di kawasan Menara Kudus yang sudah diurusi sebuah yayasan. Tetapi, proses untuk sampai pada kegiatan yang diharapkan, lumayan berat”.

“Prosesnya berat dan agak panjang. Karena, makam itu menjadi bagian sebidang tanah hak milik pak Ghofur. Selain dua makam bersanding yang selama ini diyakini sebagai makam mBah Glongsor, ada satu makam lagi berjarak sekitar 2 meter. Makam itu tidak dikenal oleh dua generasi juru-kunci. Tetapi saya meyakini, itu makam mBah Glongsor,” tunjuk KRA Panembahan Didik.
Trah darah-dalem Sunan Kudus dari Panembahan Makhaos itu lebih lanjut menegaskan, karena makam terpisah yang hanya satu itu diyakini Mbah Glongsor, maka makam berdampingan sekompleks yang luasnya hanya 3×4 meter itu diyakini makam Bupati Kudus R Adipati Tirtakusuma dan bila bukan istrinya, pasti ayahadanya yang bernama Harya Panyangkringan.

Makam trah darah-dalem keturunan Sunan Kudus yang banyak dipercaya menjadi Bupati di sejumlah daerah di kawasan Gunung Muria, menurut KRA Panembahan Didik tidak menjadi satu di kompleks Menara Kudus. Istri Sunan Kudus tercatat ada dua dan semuanya memiliki keturunan, diyakini menyebar ke mana-mana karena tugas syi’ar agama, termasuk lokasi makamnya.
Dalam penelitian dan kajian sejarah Dr Purwadi, banyak keturunan Sunan Kudus dan para tokoh leluhur Dinasti Mataram lainnya yang dipercaya menjadi Bupati di semua wilayah kedaulatan “nagari” Mataram sejak didirikan Panembahan Senapati (1588-1601), bahkan mulai Kraton Demak (abad 15) dan Kraton Pajang (abad 16).

Termasuk R Adipati Tirtakusuma yang tak lain adalah ayah GKR Kentjana, garwa prameswari Sinuhun Amangkurat IV atau Amangkurat Jawi (1719-1727). Bupati Kudus R Adipati Tirtakusuma atau mertua Sinuhun Amangkurat IV itu, diyakini disemayamkan di kompleks makam mBah Glongsor, Kampung Rendeng Wetan, Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.
GKR Kentjana yang diambil istri Sinuhun Amangkurat Jawi sebagai prameswari, melahirkan GRM Prabasuyasa yang kelak jumeneng nata sebagai Sinuhun PB II (1727-1749). Dr Purwadi menyebut, Bupati Kudus R Adipati Tirtakusuma sangat penting bagi masyarakat Kabupaten Kudus karena mertua PB II dan keberadaan Pakasa cabang yang ingin memuliakan makamnya.

“Saya sedang mempertimbangkan, makam (mBah Glongsor) yang menjadi bagian sebidang tanah pak Ghofur (alm) itu, akan saya tukar-guling dengan bangunan dua ruko milik saya di tempat lain, pinggir jalan besar. Kalau boleh, itulah satu-satunya cara untuk memuliakan makam Bupati Kudus Tirtakusuma dan juga Mbah Glongsor,” sebut KRA Panembahan Didik.
Menurutnya, kalau tidak menempuh cara itu Pakasa akan mengalami kesulitan untuk menggelar acara, baik haul, ziarah atau yang lainnya. Karena, status makam menjadi bagian tanah hak milik orang lain. Kalau cara itu disetujuai pihak pemilik, kelak bangunan di atas tanah makam seluas 500 meter itu, sebagian besar akan dibongkar untuk sarana upacara adat. (won-i1)