Pamong Desa dan Warga Bersepakat, Pakasa Cabang Kudus “Dipaksa” Gelar Kirab

  • Post author:
  • Post published:August 15, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Pamong Desa dan Warga Bersepakat, Pakasa Cabang Kudus “Dipaksa” Gelar Kirab
SIMBOL KHAS : Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin KRA Panembahan Didik (Ketua Cabang), memiliki kekhasan simbolik berupa replika keris dari kayu dan plat besi berukuran jumbo. Simbol-simbol inilah yang sering dipamerkan pada event kirab budaya di manapun, termasuk yang akan dilakukan Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Sabtu (17/8). (foto : iMNews.id/Dok)

Beli Keris “Kiai Carita Bungkem” Sebagai Pengganti Terompet Mbah Glongsor

KUDUS, iMNews.id – Kasus “hilangnya” terompet kuno buatan tahun 1700-an bekas milik “Mbah Glongsor” (alm) di Desa Rendeng, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus (iMNews.id, 25/6), ternyata tidak berhenti atau berakhir dengan keputusan meniadakan kirab budaya yang dikeluarkan KRA Panembahan Didik Gilingwesi selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus.

Rapat antara pamong desa dan warga RT 03 RW I Kampung Rendeng Wetan (Ekaparaya) memutuskan membentuk panitia peringatan HUT RI atau 17-an dan “memaksa” harus ada kirab budaya yang menggunakan simbol-simbol Mbah Glongsor. Semula, waktunya sudah ditentukan 25 Agustus, tetapi atas usul Pakasa Cabang Kudus, akhirnya disepakati digelar Sabtu, 17 Agustus.

“Lucunya, rapat sudah bersepakat mengadakan kirab, tetapi dipasrahkan saya untuk melaksanakan dan mengurusi barisan, pesertanya dan perlengkapannya. Saya hanya usul menggeser waktu, dari semula tanggal 25 ke tanggal 17. Lainnya, saya sudah menyatakan sanggup. Termasuk mengadakan objek simbol pengganti,” ujar KRA Panembahan Didik menjawab iMNews.id.

SUTRESNA BUDAYA : KRA Panembahan Didik Gilingwesi dipercaya memimpin Pakasa Cabang Kudus karena perannya sebagai “Sutresna” Budaya Jawa dan kesadarannya menjadi pelopor pelestari. Simbol-simbol kecintaannya sudah banyak diwujudkan, baik replika keris dan keris yang menjadi penggenap busana adatnya. (foto : iMNews.id/Dok)

Ketua Pakasa Cabang Kudus itu saat dimintai konfirmasi tadi malam menandaskan, dirinya menyanggupi kepercayaan warga dan pamong Desa Rendeng karena ada beberapa alasan yang di antaranya merupakan kewajiban ideal sebagai Ketua Pakasa Cabang Kudus. Alasan lain yang juga melekat, adalah posisi dirinya sebagai ketua pamong makam Mbah Glongsor.

Sebagai Ketua Pakasa Cabang Kudus, tugas mengorganisasi dan memimpin kirab budaya itu merupakan kewajiban ideal dalam rangka pelestarian Budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Melalui kesempatan seperti itu, tepat sekali sebagai sarana mengedukasi warga desa dan lebih luas lagi agar paham dan cinta Budaya Jawa serta sumber asalnya.

“Dalam kesempatan seperti itu, saya bisa memberi pemahaman tentang Budaya Jawa dan pilah serta bedanya dengan agama, agar tidak dicampuradukkan cara memahaminya. Saya juga bisa mendapat kesempatan menjelaskan soal terapan busana adat Jawa yang tepat, genap dan sesuai bagi masyarakat Kudus. Begitu juga tentang hubungannya dengan kraton,” jelasnya lagi.

IKHWAL TEROMPET : KRA Panembahan Didik Gilingwesi (Ketua Pakasa Cabang Kudus) saat menjelaskan ikhwal terompet peninggalan Mbah Glongsor, menjelang dikirabkan dalam event kirab bertema tokoh penting bagi masyarakat Desa Rendeng itu, jauh sebelum “disabotase”, beberapa tahun lalu. (foto : iMNews.id/Dok)

Oleh sebab itu, lanjut KRA Panembahan Didik, tugas menjalankan kirab budaya yang sudah disepakati berlangsung tanggal 17 Agustus, Sabtu siang mulai pukul 14.00 WIB akan dilaksanakan. Rutenya hanya mengelilingi wilayah RW sejauh kurang lebih 2 KM, start dari makam Mbah Glongsor di Kampung Rendeng Wetan, finishnya kembali ke makam itu.

Untuk kirab itu, pihaknya akan menurunkan personel peserta sekitar 70-an orang, lengkap dengan atribut-atribut simbolik khas Pakasa Cabang Kudus yaitu payung bersusun, replika keris dari kayu dan besi ukuran jumbo dan berbusana adat Jawa yang “jangkep” atau genap. Selain itu, secara simbolik ada benda budaya yang diharapkan bisa menjadi pengganti.

Benda budaya itu wujudnya keris yang dibeli dari pasaran termasuk berkualitas baik, yang akan dipadukan dengan sarung atau “warangka”nya, yang dibeli secara terpisah. Keris itu akan diberi nama “Kiai Carita Bungkem”, yang diharapkan bisa menjadi pengganti rasa kecewa dan jengkel, akibat “terompet Mbah Glongsor” diduga disembunyikan dan belum dikembalikan.

PELOPOR BUDAYA : KRA Panembahan Didik Gilingwesi dan sang ibu yang masih trah keturunan Panembahan Senapati, adalah sosok-sosok keluarga yang pantas disebut pelopor berbudaya Jawa di wilayah Kabupaten Kudus, abad ini. Pakasa Cabang Kudus yang memiliki anggota keluarga ini, sangat proaktif dalam pelestarian budaya di mana saja. (foto : iMNews.id/Dok)

“Karena terompet itu disabotase (disembunyikan) dan belum dikembalikan, maka keris yang akan menjadi simbol penggantinya saya namakan Kiai Carita Bungkem. Maknanya, sebenanrnya ada yang tahu terompet itu diambil seseorang yang dikenal, tetapi bungkam. Beberapa saksi itu tidak berani bercerita, karena takut ancaman sosok orang yang mengambil terompet”.

“Karena, antara para saksi dan orang yang diduga mengambil, sudah saling kenal. Bahkan, sosok itu juga dikenal warga lain di sekitar makam Mbah Glongsor. Tetapi, karena tidak berani menjadi saksi, ya sudah. Soal ini jadi buntu. Karena warga menghendaki kirab harus ada dan bisa dicari pengganti terompet. Maka, keris itu tepat menjadi penggantinya”.

“Mudahan-mudahan, dalam 1 atau 2 hari ini (kerisnya-Red) diantar ke sini. Saya akhirnya menyetujui usulan warga, karena ada alasan yang bisa diterima nalar. Dari pada kirab Ganti Luwur, ‘kan sama dengan yang ada di berbagai daerah lain. Kalau dibelikan terompet pengganti, rata-rata terompet drumband, lebih panjang,” ujar KRA Panembahan Didik Gilingwesi.

MAKAMNYA DIZIARAHI : Makam Mbah Glongsor di RT 03 RW I Kampung Rendeng Wetan (Ekaparaya), Desa Rendeng, Kecamatan Kota, diziarahi keluarga besar Majlis Taklim Lembah Pedangkungan yang dipimpin KRA Panembahan Didik Gilingwesi, beberapa saat setelah terompet “disabotase”. Makam itu, akan menjadi start dan finish kirab budaya, Sabtu (17/8). (foto : iMNews.id/Dok)

Trah darah-dalem keturunan Sunan Kudus “grat” ke-14 itu menjelaskan, sebenarnya dirinya sudah belasan tahun meninggalkan Desa Rendeng, tempat kediaman kedua orangtua dan keluarganya, sejak dirinya brkeluarga. Kini, rumah keluarga yang hanya berjarak sekitar 25 meter dari makam Mbah Glongsor itu, ditinggali ibundanya, 82 tahun dan beberapa adiknya.

Meski sudah pindah alamat dan bukan lagi warga Desa Rendeng, KRA Panembahan Didik tetap diminta menjadi ketua pamong makam Mbah Glongsor dan menginisiasi serta mengorganisasi acara bernuansa budaya Jawa. Apalagi, sejak beberapa tahun ini menjadi Ketua Pakasa Cabang Kudus, kepercayaan untuk pembinaan budaya Jawa sepenuhnya diserahkan kepadanya.

Dia juga menyebut, karena kepercayaan terhadap ketokohannya itulah, warga dan pamong Desa Rendeng merasa kehilangan  kalau kirab bertema Mbah Glongsor ditiadakan tanpa pengganti. Mbah Glongsor yang bernama asli KRT Prana Kusumadjati, adalah pemilik terompet, statusnya prajurit Kraton Mataram di Kartasura pada zaman Sinuhun Amangkurat IV jumeneng nata. (won-i1)