Candi Borobudur, Plaosan dan Candi Ngawen adalah Sumbangan “Mataram Kuno”
SURAKARTA, iMNews.id – Gerakan bhakti sosial bersama antara warga Wali Umat Budha Indonesia (Walubi) dan salah satu lembaganya yang bernama MUNI dengan Kraton Mataram Surakarta dalam rangka peringatan Hari Waisak ke-2567 di Taman Maha Bodhi kompleks Candi Borobudur, Magelang, 3-4 Juni (iMNews.id, 29/5), merupakan simbol sekaligus wujud keberlanjutan peradaban yang pernah hidup di Nusantara.
Bahkan, dengan semangat peringatan Hari Waisak tahun tahun ini, keluarga besar MUNI dan Walubi yang diinisiasi KP Ricky Suryo Prakosa dan keluarga besar Kraton Mataram Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat, akan menandai keberlanjutan ikatan silaturahmi peradaban itu dengan simbol menanam pohon “Sarwa Becik” bersama-sama di Taman Maha Bodhi itu.

“Jadi, kraton ikut berpartisipasi dalam peringatan Hari Waisak yang dirayakan warga Budha besok itu. Ada penanaman bibit pohon Sarwa Becik, kirab yang didukung prajurit dari kraton (Mataram Surakarta-Red) dan pentas tari Golek Sri Rejeki untuk memeriahkan peringatan hari besar warga Budha itu. Karena, tokoh dari dari Walubi (MUNI) Kanjeng Ricky (KP Ricky Suryo Prakoso) itu, sudah menjadi bagian dari keluarga besar Mataram Surakarta,” jelas Gusti Moeng.
Saat dihubungi iMNews.id, kemarin, Pengageng Sasana Wilapa yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah itu juga menyebutkan, sebagai penerus Kraton Mataram yang didirikan Panembahan Senapati dan dinyatakan sebagai Mataram Islam oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, Kraton Mataram Surakarta sebagai penerusnya harus bisa mewadahi dan mengayomi seluruh agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME, tanpa pandang bulu.

Sementara itu, sebuah buku berjudul “Pramoda Wardani; Meniti Puncak Kejayaan” yang ditulis seorang peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja, Dr Purwadi menyebutkan, penjelasan Gusti Moeng tentang sifat dan sikap akomodatif kraton terhadap semua isi kehidupan dalam peradaban sebelumnya, kini dan akan datang, karena jelas ada alasannya.
Yaitu keberlanjutan antara satu peradaban dengan peradaban berikutnya yang ada dari zaman ke zaman dalam rentang waktu panjang di Nusantara ini. Dan peradaban abad IX yang memunculkan zaman peradaban Mataram Kuno atau Prayoga, dengan tokoh pemimpin terkenal Pramoda Wardani, jelas mewariskan sumbangan kepada peradaban berikutnya, antara lain Kediri, Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram hingga Surakarta sekarang ini.

“Keberlanjutan itu diwujudkan dengan sumbangan yang telah ditinggalkan peradaban Mataram Kuno atau Mataram Prayoga. Tokohnya yang terkenal, adalah seorang sosok wanita bernama Pramoda Wardani. Pada abad itu telah melahirkan karya besar, yaitu Candi Borobudur, Candi Plaosan, Candi Ngawen dan beberapa candi lainnya. Penanaman pohon Sarwa Becik itu simbol silaturahmi dan keberlanjutan yang sangat tepat. Maknanya juga sangat baik dan mendidik,” tegas Dr Purwadi.
Buku yang mulai dilaunching saat menggelar ritual “Labuhan” bersama Walubi serta Muni dan Kraton Mataram Surakarta di Pendapa Cepuri Pesanggrahan Parangkusuma, Bantul (DIY), Agustus 2022 itu, dengan kata pengantar yang ditulis KP Ricky Suryo Prakoso. Sementara, tokoh dari Walubi yang menginisiasi gerakan bhakti sosial bersama, 3-4 Juni ini, adalah Presiden Direktur PT Meccaya, Presiden Komisaris PT Padma Surya Prakasa dan Komisaris PT Sarwa Menggala Raya. (won-i1)