Sangat Fenomenal, Munculnya Pakasa Cabang Kudus yang Dipimpin KRA Panembahan Didik Gilingwesi
IMNEWS.ID – HADIRNYA Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro, meskipun posisinya baru sebatas “Plt” Ketua cabang yang masih menunggu saat pengukuhan secara resmi oleh Pangarsa Pakasa Punjer. Namun dari semangat dan kepedulian yang diwujudkan, sangat meyakinkan sebagai kekuatan pelestarian budaya Jawa dan kelangsungan kraton ke depan.
Kehadiran Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin KRA Panembahan Didik di berbagai acara adat berbingkai budaya Jawa baik di Kraton Mataram Surakarta maupun hadir di kalangan Pakasa cabang tetangga anggota “Tiga Serangkai” di kawasan Gunung Muria, bahkan semakin fenomenal. Selain semangat dan kepedulian, tokoh pemimpinnya juga punya sikap dan komitmen kuat terhadap posisinya.
“Karena, sudah niat saya sejak dulu untuk sowan ke kraton. Kemudian, saya ingin melengkapi kemampuan Pakasa Cabang Kudus dengan pengetahuan tentang budaya Jawa dan kraton. Akan saya mulai dari diri saya untuk belajar lebih dulu. Berikutnya, saya punya sesuatu tinggalan para leluhur yang bisa bermanfaat bagi saya dan orang lain”.
“Saya senang sekali diundang dan bisa ikut mendukung kirab dalam rangka haul di Kabupaten Pati. Dari situ, saya punya pengalaman yang baik. Saya punya pandangan, yang namanya kirab tentu lebih baik dilakukan dengan jalan kaki. Karena, waktu ikut HUT Pakasa di punjer (Surakarta), kirab juga berjalan kaki,” ujar KRA Panembahan Didik, membuka pembicaraan seri ini.
Pengalaman itu didapat saat Pakasa Cabang Kudus diundang ikut kirab di ritual haul Syeh Jangkung di makam Desa Landoh, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Selasa (23/1). Kecuali grup drumband kalangan siswa dari beberapa sekolah setempat, semua peserta kirab naik sepur kelinci, dan untuk rombongan Pakasa Kudus yang jumlahnya 20 orang juga disediakan sepur kelinci.
“Tetapi saya dan rombongan tidak mau naik sepur kelinci. Karena, niatnya mau kirab. Yang namanya kirab, ya jalan kaki. Kalau tidak jalan kaki, yang mau dilihat apanya? Orang-orang yang berdatangan, ‘kan mau melihat kita semua mengenakan kostum apa?, asalnya dari mana? dan membawa atribut simbol identitas apa? Semua itu akan bisa dinikmati kalau yang kirab jalan kaki”.
“Maka, rombongan Pakasa Cabang Kudus tetap memilih jalan kaki. Waktu ikut kirab di acaranya Pakasa Cabang Jepara, kami juga ikut jalan kaki. Apalagi, barisan kirabnya termasuk panjang, karena Kanjeng Bambang mengeluarkan prajurit dan drumband-nya, semuanya jalan kaki. Keindahan kirabnya tampak sekali dan penonton punya waktu melihatnya,” ujar KRA Panembahan Didik.
Kehadiran rombongan Pakasa Cabang Kudus tetap memilih berjalan kaki dalam kirab yang digelar di beberapa event haul di Kabupaten Pati, beberapa waktu lalu, mungkin dipandang masyarakat tuan rumah aneh. Tetapi, bagi KRA Panembahan Didik, semangat dan kepeduliannya yang konsisten seperti itu, secara tidak langsung memberi edukasi kepada publik secara luas.
Hal seperti itulah yang bisa masuk dalam kategori bahwa Pakasa Cabang Kudus memiliki ciri-ciri sikap dan karakter yang tidak jauh dari gambaran sosok pemimpinnya, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro. Walau semangat dan energi positif ditebar, tetapi tidak menyimpang dari kewajaran dan kebersahajaannya.
Sikap, karakter dan ciri-ciri lain yang mewarnai Pakasa Cabang Kudus itu, menjadi fenomenal bagi profil Pakasa “new reborn” secara keseluruhan di zaman ini. Kehadirannya seakan menambah keragaman, karena tampak sekali warna khas dan identitas nama besar “Kudus”, di antara nama besar dan keunikan “Ponorogo”, keunikan “Jepara” dan rata-rata cirikhas “Pati”.
Nama besar Kudus, seakan terwakili oleh KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro dan Pakasa Cabang Kudus. Karena, tokoh itu adalah trah darah-dalem keturunan Sunan Kudus, generasi ke-14 dari Panembahan Makaos, anak ketiga dari istri pertama Sunan. Seperti diketahui, Sunan Kudus hanya punya satu anak dari istri pertama dan 8 anak dari istri kedua.
“Hampir semua trah dari Sunan Kudus, ngumpulnya di antara tiga majlis taklim saya. Yaitu yang ada di (rumah) Paseban Tenggeles, Desa Tenggeles, Kecamatan Mejobo, kemudian di Lembah Pedangkungan Desa Singocandi, Kecamatan Kota yang saya tinggali sehari-hari bersama keluarga. Juga yang ada di rumah Alap-alap Gilingwesi, Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae”.
“Di tiga lokasi majlis saya itu, setiap ada pertemuan pengajian, banyak santri saya mengenakan busana adat Jawa gaya Surakarta. Ini sengaja saya edukasi terus, karena saya melihat foto-foto yang ditinggalkan kakek (R Kartowi Djojo Soerat-Red). Foto pisowanan di Kabupaten Kudus itu, tampak semua mengenakan busana adat Jawa,” tunjuk KRA Panembahan.
Dari sang kakek itu, rupanya KRA Panembahan Didik sejak kecil banyak belajar tentang budaya Jawa, tentang tatacara pisowanan, tentang unggah-ungguh sowan kraton dan sebagainya. Hasil belajar di kraton yang menjadi “rumah” kedua sekaligus “habitatnya” itu, banyak pengetahuan dikuasai dan kini ditularkan kepada sekitar seribuan santri siswanya di tiga majlis taklim milknya.
Masih ada lagi hal-hal yang sangat fenomenal dari sosok pribadi KRA Panembahan Didik, baik sebagai seorang trah keturunan Sunan Kudus, maupun seorang pimpinan Pakasa Cabang Kudus, sekaligus pimpinan tiga majlis taklim. Karena, tokoh ini masih merawat beberapa benda berharga dari Sunan Kudus, yang membuatnya sebagai tokoh abdi-dalem Pakasa sangat fenomenal. (Won Poerwono-bersambung/i1).