Gusti Moeng Puji “Perjuangan” dan Doakan Peserta dari Kabupaten Grobogan
SURAKARTA, iMNews.id – Ujian nasional praktik ketrampilan dan kemahiran menata busana dan memaes (merias-Red) pengantin adat Jawa gaya Surakarta tahap terakhir atau dua, untuk 7 siswa Pasinaon Tata Busan saha Paes Kraton Surakarta digelar dari pagi hingga siang di Bangsal Smarakata. Gusti Moeng selaku ketua Yayasan Pawiyatan Kabudayan Kraton Surakarta yang juga salah satu pengujinya, memuji kegigihan peserta asal Kabupaten Grobogan berjuang mengikuti ujian praktik itu dan dan mendoakan agar perjuangannya belajar di kraton menuai berkah dan menjadikannya sumber rezeki yang melimpah.
“Asmanipun sinten, mangga dipun-tepangaken. O, mbak Aisyah saking Purwodadi (Kabupaten Grobogan). Wahh… salut. Perjuangan panjenengan begitu gigih untuk belajar dan mendapatkan pengetahuan tata busana dan paes saking Kraton Mataram Surakarta. Awit perjuangan panjenengan, mugi-mugi saget mberkahi lan dados juru paes sae lan laris, ndhatengaken rezeki ingkang kathah nggih…,” ucap Gusti Moeng yang disambut amin… amin….. oleh Aisyah, peserta nomer dua dan para peserta lain dalam ujian tahap terakhir yang digelar lembaga pasinaon di Bangsal Smarakata, dalam sesi tanya-jawab uji pengetahuan, siang tadi.

Untuk kali kedua, “Sang Maestro” tata busana dan paes pengantin adat Jawa gaya Surakarta hadir sebagai salah seorang penguji para siswa peserta ujian lembaga pasinaon milik yayasan Pawiyatan Kabudayan Kraton Mataram Surakarta yang berlokasi di kompleks Bale Agung, Alun-alun Lor itu. Di tahun ajaran 2023 ini, lembaga pasinaon mendapat 14 siswa yang belajar selama 6 bulan dan kini menghadapi ujian nasional yang digelar di Bangsal Smarakata dalam dua tahap, yaitu Selasa (7/11) untuk sebanyak 7 orang dan sisanya diuji Rabu (8/11) di tempat yang sama, dari pagi hingga siang tadi.
Gusti Moeng selaku ketua yayasan dan RMP Restu Budi Setiawan selaku Ketua Pasinaon Tata Busana saha Paes Kraton Mataram Surakarta menjadi penguji pertama para siswa peserta bersama sepasang model peraga pengantin karyanya, yang dicermati lalu ditanya dan diminta untuk menjelaskan hal yang ditanya di depan kedua penguji itu. Setelah itu, siswa peserta bersama pasangan modelnya berjalan menuju tempat duduk para dwija penguji lain yang sudah duduk berderet di teras Bangsal Smarakata, menunggu kedatangan yang diuji dan model karyanya.

Ujian praktik yang diikuti 6 siswa perempuan dan satu siswa lelaki itu, sejak pagi sekitar pukul 08.00 WIB sudah mulai menata-busana dan memaes modelnya sesuai pilihan gaya pengantin yang diinginkan, dari gaya “basahan” maupun “dodot ngumbar kunca” hingga gaya “Langenharjan”. Ada lima jenis gaya pengantin adat Jawa gaya Surakarta sebagai kekayaan Kraton Mataram Surakarta yang diizinkan Sinuhun PB XII, untuk dimiliki masyarakat luas, baik sebagai pengetahuan dan ketrampilan praktis profesi juru paes maupun sebagai pengetahuan umum utamanya di kalangan masyarakat Jawa.
Dalam sesi tanya-jawab ujian praktik itu, Gusti Moeng sempat bertanya soal “buntal”, “paes” dan “cundhuk mentul” yang harus dijelaskan maknanya di depan para penguji, misalnya ketika Aisyah selaku peserta kedua tampil mendampingi sepasang modelnya pengantin gaya “basahan”. Para peserta ujian ada yang menjawab dengan bahasa Indonesia, campuran antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, tetapi ada yang menjawab dengan Bahasa Jawa “krama inggil” yang tentu mendapat apresiasi para pengujinya termasuk Gusti Moeng, karena pada prinsipnya, setiap peserta harus menguasai bahasa sebagai sarana untuk menjelaskan pengetahuannya kepada orang lain khususnya para pengguna jasanya.

“Sadaya nami ingkang kula sebat, utawi nami menapa kemawon ingkang wonten saklebetipun pengetahuan tata busana lan paes menika, mesti wonten maknanipun. Panjenengan sadaya, mangke bade dados juru paes profesional, kedah menguasai utawi mangertos sadaya pengetahuan soal tata busana lan paes. Ugi kedah saget nerangaken, menjelaskan sejelas-jelasnya, dumateng pengantenipun, dumateng tiang-sepuhipun ingkang gadhah damel, lan dumateng sinten mawon. Amargi, menawi panjenengan sadaya mboten saget nerangaken, kamangka penjenengan lulusan pasinaon saking kraton, nggih dados damel lingsem. Ngisin-isini,” tandas Gusti Moeng.
Menurut Gusti Moeng, dalam khasanah paes dan tata busana pengantin adat Jawa, semua komponen dan yang dipasang atau terlukis dalam diri pengantin yang diperagakan para model itu, masing-masing punya nama dan maknanya. Semua yang memiliki makna dan nama itu, berisi “pangajab” atau doa permohonan dan harapan, agar pengantin yang yang dipaes tersebut benar-benar menjadi seperti yang diharapkan dan dicita-citakan secara ideal. Seorang intelektual Islam asal Sleman, DIY, Kyai Ahmad Muwafiq yang pernah berceramah di acara yang digelar di kraton menyebut, peradaban Jawa sangat tinggi karena semua hal dalam kehidupan ini diberi nama sesuai haknya.

Ujian praktik dan tanya-jawab yang digelar di Bangsal Smarakata, siang tadi, berakhir sekitar pukul 13.00 WIB, karena di antara para peserta ada yang sempat keliru memasang letak posisi “wiron” kain batik dan arah lilitan “stagen” atau “kemben”, hingga harus diulang dan dibantu para dwija agar segera selesai. Namun, ujian praktik seperti ini memang butuh durasi waktu panjang untuk menyelesaikan menata-busana dan memaes terutama pengantin perempuannya, dan sama lamanya ketika benar-benar praktik di tengah masyarakat saat jasa ketrampilannya digunakan secara profesional.
Dalam percakapan ringan dengan iMNews.id, Gusti Moeng berharap agar lembaga Pasinaon tata Busana saha Paes Penganten Adat Jawa “gagrag” Surakarta yang sudah tahun ketiga ini menggunakan Bale Agung sebagai pusat belajar-mengajar, sedang dipikirkan tempat penggantinya yang lebih leluasa, agar bisa menampung siswa lebih banyak, karena animo masyarakat yang ingin belajar sangat tinggi. Dalam kondisi sekarang ini, Bale Agung menjadi “hidup” kembali sejak Sanggar Pawiyatan Dalang yang tidak jelas nasibnya itu vakum lama. Pendapa Magangan sedang dipikirkan akan menjadi tempat pengganti lembaga pasinaon paes itu. (won-i1).