Pangarsa Pakasa Punjer Hadir Tetapkan Pengurus Pakasa Madiun Raya
SRAGEN, iMNews.id – Jumat malam (6/10), warga Pakasa Anak Cabang (Kecamatan) Tangen, Cabang (Kabupaten) Sragen menggelar sebuah acara yang diberi judul “Pengetan Maulud Nabi Muhammad SAW” di kediaman salah seorang warga Pakasa di Dukuh Gendol, Desa Dukuh, Kecamatan Tangen bernama KRT Simin Atmosukarto Hadinagoro. Acara yang diawali dengan sajian bernuansa religi itu, diteruskan dengan pentas wayang kulit, menggelar lakon “Babad Sukowati”, yang mengisahkan awal mula atau asal-usul Kabupaten Sragen. Penyampaian esensi lakon tampak tidak maksimal, karena terdesak kegiatan misi yang bernuansa “giringan” dari pihak tertentu.
Lakon “Babad Sukowati” yang disajikan dalang Ki Dr Purwadi, seorang intelektual kampus peneliti sejarah khusus tentang “Mataram Surakarta” itu, semalam, ada latar-belakang ideal untuk mengedukasi masyarakat di Kabupaten Sragen. Karena, urut-urutan lakon mengisahkan latar-belakang sejarah bagaimana kabupaten itu terbentuk, juga adanya seorang tokoh di Kraton Pajang
bernama Tejanegara yang dilantik Raja Sultan Hadiwijaya menjadi menjadi Bupati Sragen pertama, pada 27 Mei 1556. Informasi sejarah penting seperti ini, diangkat ke layar atau “kelir” pentas wayang, yang diharapkan bisa dipahami warga setempat.
“Saya berharap, agar dunia pakeliran kita ada warna lain yang lebih jelas mengedukasi, mengenalkan dan memberi pemahaman tentang asal-usul masyarakat yang hidup turun-tumurun di wilayah Kabupaten Sragen. Karena, wilayah kabupaten ini tidak muncul begitu saja, melainkan ada latar-belakang proses panjang yang merintisnya, ratusan tahun lalu sebelum ada NKRI. Saya ingin menunjukkan, bahwa di situ ada pihak (pemerintahan) yang punya wilayah, ada tokoh-tokoh sejarah, misalnya Bupati Tejanagara, bupati pertama yang dilantik Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tanggal 27 Mei 1556,” tunjuk Ki Dr Purwadi.
Dalam perjalanan pulang ke Jogja bersama iMNews.id seusai pentas, Sabtu dinihari tadi Ketua Lokantara Pusat (Jogja) itu menyatakan, secara pribadi sudah lega bisa menyajikan hasil penelitian dan kajiannya tentang “Kabupaten Sukawati” atau “Kabupaten Sragen” ke layar pertunjukan wayang kulit. Namun, secara kualuitas pertunjukan dirinya merasa sangat tidak puas karena “tiba-tiba” ada perubahan “skenario” pentas, yang dinilai mengurangi bobot makna yang disampaikan melalui pentas pakeliran itu.
Menurutnya, selain mengedukasi publik secara luas khususnya masyarakat Kabupaten Sragen bahwa bumi Sukowati itu punya riwayat asal-usul dan awal mula yang tidak lepas dari eksistensi Kraton Mataram, yang juga berasal atau punya leluhur dinasti dari Kraton Pajang pementasan itu juga bisa mengedukasi masyarakat pecinta wayang dan pinsan pekerja seni atau seniman pakeliran. Dari sisi masyarakat pecinta wayang, sajian lakon “Babad Sukowati” bisa memberi pilihan lain selain lakon baku dari Mahabharata dan Ramayana, dari sisi insan pakeliran juga memberi dorongan/inspirasi untuk menyajikan sumber lakon lain.
Namun, misi yang diusung Dr Purwadi tak sepenuhnya mendapat sambutan dan kesempatan yang proporsional, karena secara keseluruhan acara baru dimulai dengan sajian “Tangen Bershalawat” atau sajian shalawat yang menjadi inti acara “Pengetan Maulud Nabi Muhammad SAW”. Sajian yang memakan waktu hampir sekitar 50 menit itu, lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, doa dan sambutan-sambutan yang antara lain disampaikan pejabat Camat Tangen, seorang Caleg dan KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa yang mewakili GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat.
Acara berikutnya adalah pelantikan atau penetapan pengurus Pakasa Cabang Madiun Raya yang dijadikan satu di acara itu, karena sulit diadakan secara khusus baik di wilayah Madiun (Jatim) ataupun di Kraton Mataram Surakarta, mengingat kesibukan GKR Wandansari atau Gusti Moeng luar biasa, terutama yang menyangkut posisinya sebagai Pengageng Sasana Wilapa. Semalam, pelantikan dilakukan KPH Edy Wirabhumi, ditandai dengan ikrar sumpah-setia untuk menjaga keutuhan NKRI, Pancasila dan sebagainya yang disertai penyerahan SK penetapan yang diterima Ketua Pakasa Cabang Madiun, KRAT Moh Irsyad Hadiningrat.
Gusti Moeng yang sampai acara akan dimulai masih disebut-sebut untuk didengar sambutan dan “seseorahnya” tentang kraton dan budaya, tidak bisa hadir dan diwakili KPH Edy Wirabhumi. Dalam sambutan pelantikan Pangarsa Pakasa Punjer menyebutkan, Gusti Moeng dan sejumlah pejabat “Bebadan Kabinet 20024” sedang menerima tamu dari Pertamina di Sasana Handrawina, sedangkan putra mahkota KGPH Hangabehi bersama GKR Ayu Koes Indriyah menghadiri pentas wayang kulit HUT TNI di markas Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura, Sukoharjo.
Sehabis itu masih ada acara pemberian tanda magang abdi-dalem berupa kalungan samir yang diberikan KPH Edy Wirabhumi kepada Adila Kulsum, seorang Caleg di daerah setempat. Pukul 22.00 WIB lewat, baru dilakukan penyerahan tokoh Kresna yang dijadikan simbol Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya, yang dilakukan KPH Edy Wirabhumi kepada dalang Ki Dr Purwadi SS MHum. Praktis, menjelang pukul 23.00 WIB gelar “Babad Sukowati” baru dimulai, dan dalang yang sudah menghasilkan lebih dari 100 judul buku hasil penelitiannya itu harus memangkas banyak adegan untuk menyajikan lakon dalam durasi kurang dari 2 jam.
Para penonton wayang yang kebanyakan warga Pakasa Anak Cabang Tangen dan beberapa pengurus cabang serta warga sekitar tuan rumah, KRT Simin Atmosukarto Hadinagoro, semula banyak memperhatikan sajian Ki Dr Purwadi. Namun, dengan metingkas cerita lahirnya “Kabupaten Sragen” dan pelantikan Bupati Tejanagara itu, tampak banyak yang tidak bisa mengapresiasi jalan ceritanya, karena sajian kisah seperti ini masih asing dan langka. Selain itu, perlu waktu yang cukup untuk membeberkan semuanya, dan perlu forum sosialisasi “pembekalan” materi di luar pentas untuk keperluan “pre-conditioning”. (won-i1).