Menjadi Jaminan Terpeliharanya Situs Cagar Budaya Pesanggrahan
IMNEWS.ID – RABU Kliwon tanggal 8 Juni atau malam Kamis Legi yang baru beberapa hari lewat, asrama/markas TNI AD Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan di Karstasura, Sukoharjo baru saja mengukir sejarah, baik sebagai bagian dari sistem pertahanan negara, sebagai bagian dari warga Kecamatan Kartasura, maupun sebagai lokasi situs cagar budaya peninggalan sejarah Kraton Mataram Surakarta (1745-1945). Momentumnya adalah pentas seni pakeliran wayang kulit purwa yang disajikan dalang Ki Danang Suseno, tetapi satu peristiwa itu menandai beberapa hal penting yang patut dicatat publik secara luas.
Yang pertama tentu saja doa permohonan sekaligus ungkapan syukur yang dipanjatkan warga Kartasura yang di dalamnya tentu ada keluarga besar TNI AD Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan, karena asrama/markas pasukan elit Baret Merah itu berada di dalam wilayah Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Ketika sedikit ditarik ke belakang, kawasan Kandang Menjangan adalah sebuah tempat sangat penting artinya bagi Sinuhun Paku Buwana (PB) IV (1788-1820), terlebih bagi Kraton Mataram Kartasura (1703-1745).
Di antara permohonan dipanjatkan dalam doa warga Kartasura, tentu saja agar bangsa Indonesia segera keluar dari segala kesulitan yang diakibatkan oleh pandemi Corona. Mereka juga memohon agar bangsa ini diberi jalan terang, agar sadar terhadap jasa-jasa para leluhur dan semakin dewasa mencintai karya-karyanya, di antaranya adalah situs cagar budaya bekas Kraton Mataram Kartasura. Doa permohonan dipanjatkan agar tidak ada lagi orang-orang yang tega merusak karya-karya yang ditinggalkan para leluhur peradaban.
Menentukan Keutuhan Bangsa
Dan isi doa permohonan yang paling bermakna bagi bangsa dan negara, tentu saja permohonan agar dengan peringatan ultah TNI AD Korp Kopassus yang usianya genap 70 tahun, diharapkan tetap menjadi tulang-punggung pertahanan dan keamanan bangsa dan negara, yang benar-benar bisa melindungi rakyatnya. Doa dan harapan seperti ini tentu saja sudah disinggung bersama-sama oleh Komandan (Dan) Grup 2 Kopassus Kol Inf Sabdono Budi Wiyanto, Gusti Moeng selaku Ketua LDA mewakili Kraton Mataram Surakarta dan Djuyamto Hadisasmito SH MH (Komunitas Greget Kartasura) yang bergiliran memberi statement, saat diwawancarai para awak media pada konferensi pers resepsi peringatan ultah itu (iMNews.id, 9/6).
Hal lain yang secara tidak langsung ikut dimaknai dengan peringatan ultah Korp Baret Merah yang ke-70 itu, adalah lahirnya kesadaran bersama yang saling mengisi, membutuhkan dan mendukung, baik diperlihatkan warga Kartasura dan warga bangsa secara luas, maupun keluarga besar Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan. Warga Kartasura merasa beruntung karena TNI AD Korp Kopassus hadir menjadi warga Kartasura dan membuat markas/asrama Grup 2 di kawasan Pesanggrahan Kandang Menjangan, dan sebaliknya keluarga besar Kopassus juga sudah menyatu dengan warga di lingkungannya serta mendukung kepedulian terhadap pelestarian budaya dan nilai-nilai peninggalan leluhur peradaban.
“Grup 2 Kopassus mendukung para seniman dan budayawan yang peduli terhadap budaya bangsa, yang kini redup karena masuknya budaya asing. Ini yang ikut membuat generasi milenial, tidak mengenal budayanya sendiri. Korp Kopassus dan TNI AD bersama rakyat, adalah bagian dari pertahanan bangsa. Tetapi budaya adalah salah satu benteng pertahanan yang ikut menentukan keutuhan bangsa. Dan ‘Kandang Menjangan Wayangan’, adalah bukti nyata kebersamaan antara keluarga besar Kopassus Grup 2 dengan masyarakat kartasura,” jelas Kol Inf Sabdono Budi Wiyanto, baik saat berpidato sambutan pada upacara pembukaan, maupun saat memberi keterangan di depan para awak pedia di sesi konferensi pers bersama, Rabu (8/6) malam itu.
Mengajak Tanpa Memaksa
Kebersamaan antara keluarga besar “pasukan elit serba-bisa” itu dengan warga Kartasura, selain mengartikulasi hubungan silaturahmi kekeluargaan begitu erat yang sudah berjalan 70 tahun itu, juga memberi sinyal tentang beberapa hal. Yaitu, sinyal tentang kegiatan pentas seni yang melibatkan rakyat kecil atau kelas menengah ke bawah, sudah bisa digelar secara aman dan nyaman tetapi tetap dalam kendali pihak yang meyakinkan, yaitu TNI AD, apalagi korp Sandi Yuda yang terlahir di tahun 1952 dengan nama RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) dan pernah bernama Komando Pasukan Sandi Yuda (Kopasanda) itu.
Sinyal kedua yang terpancar dari “Kandangnya” Pasukan Elit Serba-Bisa itu dapat dimaknai, bahwa TNI AD khususnya korp Sandi Yuda meyakinkan bahwa masyarakat bangsa ini secara luas sudah tidak perlu lagi ragu atau khawatir untuk mengekspresikan kecintaannya terhadap seni budaya, yang diwujudkan dengan menggelar pentas wayang kulit atau kesenian tradisi lainnya peninggalan leluhur peradaban. Sinyal ini bahkan diartikulasi siaran pers yang diberikan Dan Grup 2 Kopassus Kol Inf Sabdono Budi Wiyanto, yang juga bisa dimaknai sebagai bentuk sikap tegas tetapi dalam gaya “soft attack” untuk menghadapi upaya para penyebar anasir-anasir radikalisme dan intoleransi untuk memecah-belah bangsa dan NKRI.
“Seni wayang, sudah terbukti menjadi media dakwah. Bisa menyampaikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai warisan leluhur dengan arif dan bijak. Seni wayang sudah terbukti mampu mengajak tanpa memaksa. Bisa merangkul tanpa memukul, dan bisa menunjukkan tanpa harus menyalah-nyalahkan. Itulah kehebatan seni pakeliran wayang kulit. Wayang, adalah seni peninggalan leluhur ini bisa menjadi media dakwah yang halus, tanpa memaksakan kehendak. Bahkan sangat toleran terhadap perbedaan. Karena melihat fungsi dan manfaat itu, maka Komunitas Greget Kartasura menerima tantangan untuk menggelar wayangan, rutin tiap tahun bersama Grup 2 Kopassus. Karena kami juga bersinergi dan bergotong-royong dengan banyak pihak,” tandas Djuyamto Hadisasmito SH MH mewakili Komunitas Greget Kartasura, menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin.
Syi’ar Budaya yang Halus
Sinyal tentang jaminan TNI AD korp “Baret Merah” untuk melindungi rakyat dalam melestarikan seni budaya peningalan leluhur peradaban, bisa ditangkap dan dipahami Gusti Moeng selaku Ketua LDA yang menjadi representasi masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta. Karena, kini kraton melalui LDA juga sedang menggalang kebersamaan dan kekuatan dengan berbagai elemen bangsa termasuk TNI, untuk kembali mengintensifkan upaya mengedukasi warga peradaban dengan nilai-nilai peninggalan leluhur, sebagai upaya yang tepat untuk mengadapi potensi ancaman radikalisme dan intoleransi.
Sinyal berikut yang diangkap dan diapresiasi, adalah jaminan yang diberikan TNI AD Grup 2 Kopassus yang akan terus menjaga, merawat dan melindungi situs peninggalan sejarah Mataram Surakarta, bahkan Mataram Kartasura berupa Pesanggrahan kandang menjangan yang sudah dilindungi UU Cagar Budaya (BCB) No 10 tahun 2011. Gusti Moeng menyebutkan, bangunan pesanggrahan itu, dulu sering digunakan Sinuhun PB X untuk meditasi dan menikmati suasana hutan lindung kecil yang banyak satwa kijang atau Menjangan. Bahkan catatan Sinuhun PB IV di tahun 1813 (1788-1820) yang ditemukan di Sasana Pustaka, Kandang Menjangan sudah menjadi tempat khusus di zaman Kraton Mataram Kartasura.
“Saya sangat mendukung langkah sigap Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan. Kebersamaannya dengan warga Kartasura mempelopori kembali menggelar kesenian wayang kulit, patut diacungi jempol dan wajib didukung serta diteladani elemen-elemen masyarakat lain. Apalagi, kegiatan itu akan digelar rutin tiap tahun, saya sangat setuju dan mendukung. Insya Allah, doa kita ini akan didengar Allah SWT. Karena syi’ar budaya yang halus, arif dan bijak seperti wayangan ini, tentu akan membuat sejuk, damai dan rukun kehidupan bangsa dan negara ini. Dan ini pasti diridloi Allah SWT,” tandas KRAT Hendri Rosyad Wrekso Puspito saat dihubungi iMNews.id di tempat terpisah, saat memberi pandangannya sebagai seorang pemerhati budaya Jawa dan kraton. (Won Poerwono/i1)