Kraton Tidak Boleh “Lenyap”, Budaya Bisa Jadi Pengganti Segala Bentuk Tambang
SURAKARTA, iMNews.id – Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) melakukan kerjasama denan Institut Pariwisata Trisakti Jakarta dan Perusahaan Teh “Tambi” Wonosobo dengan menandatangani MoU yang berlangsung di Kraton Mataram Surakarta, Sabtu siang (29/7/2023). Di ujung panandatanganan MoU itu, tampil seorang tokoh dari Pemkab Kaimana, Papua Barat, Jafar Werfete yang sudah mengenakan busana adat Jawa, menerima kekancingan berisi gelar kekerabatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) yang diserahkan GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng, selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat.
Peristiwa siang itu difasilitasi Kraton Mataram Surakarta, sebagai tempat kedudukan Setjen FKIKN yang dijabat Gusti Moeng selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen). Kraton adalah anggota MAKN yang dipimpin KPH Edy Wirabhumi selaku ketua umumnya, dan peristiwa siang itu menyampaikan pesan tegas bahwa kraton-kraton tidak boleh “lenyap” atau hilang begitu saja, karena negara lebih memperhatikan bidang-bidang lain yang dianggap bisa mendatangkan pendapatan bagi negara. Padahal, budaya yang bersumber dari kraton bisa menjadi sumber pendapatan negara yang tak akan habis, bahkan bisa menjadi pengganti segala macam tambang dari dalam bumi yang cepat atau lambat akan habis.
“Saya sangat setuju dengan penjelasan Gusti Moeng (Sekjen FKIKN) tadi. Bahwa kraton-kraton tidak boleh ‘lenyap’ atau ‘hilang begitu saja. Tetapi harus diberi kesempatan dan diperhatikan, agar bisa tetap hidup dan tetap memberi manfaat bagi bangsa ini, baik karena budayanya maupun secara ekonomi. Karena kraton-kraton itu adalah sumber budaya, yang tak akan habis bila betul-betul dibantu dan dikembangkan sebagai destinasi wisata”.
“Dari potensi budaya inilah bisa menghasilkan pendapatan negara yang tak akan habis. Sedangkan semua hasil tambang dari dalam bumi, kelak pasti akan habis,” demikian penjelasan Rektor Institut Pariwisata Trisakti, Jakarta, Fetty Asmawati SE MM yang juga mengutip pidato sambutannya dalam upacara penandatanganan MoU di gedhong Sasana Handrawina, Kraton Mataram Surakarta, siang tadi. Pernyataan itu juga disinggung dalam penjelasan bersama para pimpinan kampus institut, saat bersama-sama melakukan wawancara dalam konferensi pers dengan para awak media, seusai makan siang di ruang yang sama, siang tadi.
Menurut rektor, setelah penandatangan kerjasama ini, kelak masing-masing kraton anggota MAKN bisa mengembangkan potensi SDMnya di bidang kepariwisataan di lembaga kampus institut sampai jenjang S2 dan S3. Institut Pariwisata Trisakti yang berkampus dan berkantor pusat di Bintaro, Jakarta, bekerjasama dengan lembaga pendidikan tinggi di sejumlah negara di Eropa dan Asia. Dalam waktu dekat, program kerjasama antar lembaga pendidikan tinggi lintas negara itu, akan diwujudkan dengan kunjungan, yang antara lain akan dilakukan dari Australia di sejumlah objek kunjung terutama kraton-kraton, salah satunya Kraton Surakarta.
Sementara itu, Gusti Moeng selaku Pengageng sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat sekaligus Sekjen FKIKN yang menjadi tuan rumah acara makan siang dalam rangka penandatanganan MoU antara tiga lembaga itu menegaskan, bahwa kraron-kraton yang ada di Nusantara sebelum ada NKRI, dulu jumlahnya 250-an tetapi kini (setelah ada NKRI-Red) tinggal 58 yang menjadi anggota FKIKN maupun MAKN. Mereka tumbang satupersatu karena berbagai faktor, yang salah satunya karena tidak mendapat perhatian negara, tetapi malah mengalami perlakuan yang jauh dari rasa keadilan dan mengarah pada perpecahan di lingkungan internal kraton.
“Bahkan, ada kraton di Sulawesi yang mengalami tragedi tragis karena intervensi oknum pemerintah setempat. Beritanya mungkin tidak beredar luas, padahal ada tiga nyawa yang menjadi korban. Kini kraton di sana justru dikuasai orang-orang dari luar kerabat. Nasib serupa juga dialami Kraton Mataram Surakarta yang notabene sebenarnya masih dilindungi dalam pasal 18 B UUD 1945. Kraton digerudug 200 aparat polisi dan 400 tentara, tanpa ada alasan yang jelas. Saya dan sejumlah lembaga ‘bebadan’ diusir keluar dan baru saja-baru saja saya bisa kembali masuk. Tetapi, suasananya tetap seakan-akan menjadi pesaing penyelenggara negara di tingkat daerah,” tandas Gusti Moeng.
Setelah penandatanganan MoU antara MAKN dengan Institut Pariwisata Trisakti di bidang pendidikan, pariwisata dan kebudayaan, perjanjian serupa juga dilakukan MAKN dengan perusahaan perkebunan teh “Tambi” di Wonosobo. Penandatanganan dilakukan Ketua Umum MAKN KPH Edy Wirabhumi dengan Rektor Institut Pariwisata Fetty Asmawati SE MM, dan penandatangan MoU kerjasama antara MAKN dengan teh “Tambi” dilakukan KPH Edy dan Suwito selaku Dirut PT Teh “Tambi” Wonosobo. Yoyok Setiawan selaku komisaris PT Teh “Tambi” juga mendapat kesempatan memberi sambutan.
“Kalau dulu teh menjadi minuman khas di kraton-kraton, maka kami berharap teh Tambi akan kembali menjadi minuman khas kraton-karton anggota Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) setelah MoU kerjasama ini ditandatangani. Kami sadar, perkembunan teh di Wonosobo, sangat mungkin dulu menjadi bagian dari wilayah Kraton (Mataram) Surakarta. Maka salah satu alasan kami datang ke sini itu. Kami berharap, kerjasama yang kami lakukan dengan kraton-kraton anggota MAKN, selain sebagai bentuk dukungan untuk pelestarian budaya, mudah-mudahan juga memberi manfaat secara ekonomi untuk kelangsungan lembaganya,” tandas Yoyok.
Di ujung acara, seorang tokoh dari Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat bernama Jafar Werfet yang tampil bersama istri, Ratna Sri Daryanti. Pejabat Kepala (bukan Sekretaris-Red) Badan Kesbangpol Pemkab Kaimana itu digenapkan menjadi bagian dari keluarga besar masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta, karena diberi gelar kekerabatan dengan nama lengkap KRT Jafar Weferte. Istri sang tokoh dari Papua itu adalah masih kakak sang putra mahkota, KGPH Hangabehi. Acara diakhiri dengan santap makan siang bersama, berfoto bersama dan mencicipi dengan bersama minum teh produk Kabupaten Wonosobo itu. (won-i1)