Ujung Tombak Handal Sebagai Agen Pelestarian Budaya Jawa
JEPARA, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang (Kabupaten) Jepara semakin “agresif” dan proaktif menjalankan cara-caranya menebar pesona daya tarik dalam rangka pelestarian budaya Jawa yang bersumber dari kraton, mengingat organisasi itu adalah tangan panjang Pakasa Punjer yang berpusat dan menjadi organ elemen Lembaga Dewan Adat di Kraton Mataram Surakarta.
Karena, selama bulan Mei-Juni ini, hampir tak ada akhir pekan yang dibiarkan kosong sia-sia, tetapi dimanfaatkan Pakasa Cabang Jepara untuk bersafari dari desa ke desa untuk menginisiasi, menggerakkan dan mendukung penuh terselenggaranya aktivitas adat tradisi masyarakat yang sebelumnya sudah ada.
“Posisi kami memang seperti itu. Kami adalah tangan panjang Pakasa Punjer sekaligus tangan panjang Kraton Mataram Surakarta, untuk menjalankan tugas melestarikan budaya Jawa yang bersumber dari kraton, di wilayah kerja kami, di Kabupaten Jepara. Karena, kami semua merasa prihatin dengan situasi dan kondisi masyarakat kita yang sudah lupa dengan budayanya sendiri, maka kami harus bekerja cepat dan agresif”.
“Kami harus proaktif membangkitkan kembali kecintaan masyarakat terhadap kekayaaan kearifan lokal, ritual-ritual tradisi yang pernah dimiliki masyarakat di tiap desa. Pakasa cabang menggerakkan kembali berbagai aktivitas untuk mencintai kembali budaya Jawa. Kami menginisiasi dengan menggandeng berbagai elemen masyarakat untuk bergerak. Kami mendukung penuh dengan segala kemampuan yang kami miliki. Tujuannya, agar masyarakat kembali mencintai budayanya, budaya Jawa, bukan yang lain,” tegas KRA Bambang S Adiningrat, saat dihubungi iMNews.id, tadi pagi.
Menurut Ketua Pakasa Cabang Jepara yang juga pimpinan Sanggar Seni Loka Budaya itu, organisasi yang dipimpinnya adalah agen pelestari budaya Jawa. Organisasi ini punya tugas dan tanggungjawab besar untuk ikut membimbing warga peradaban luas khususnya masyarakat Kabupaten Jepara, agar kembali mencintai budaya aslinya, peninggalan nenek moyang yang jelas lebih adi luhung dibanding budaya asing.
Langkah yang sudah diperhitungkan sangat strategis mudah diterima dan mempunyai daya tarik tinggi, adalah sebuah atraksi penuh sentuhan seni yaitu kirab budaya. Kirab yang didukung rata-rata 60-an Bregada Prajurit Nguntoro Projo dan Korsik Drum band Suro Projo itu, dimaksudkan untuk membangkitkan kembali berbagai ragam kearifan lokal ritual tradisi yang pernah ada di setiap desa, tetapi lama “terkubur” karena generasi muda penerusnya dibiarkan menikmati budaya dari luar.
Ritual yang sebenarnya berlatar-belakang spiritual religi yang secara umum berkembang di Kabupaten Jepara itu, justru menjadi fokus pengembangan untuk memperkuat keduanya, yaitu sentuhan nilai-nilai religi dan nilai-nilai budayanya. Oleh sebab itu, beberapa event yang mulai bergerak di sejumlah desa di wilayah Kecamatan Tahunan, Kalinyamatan, Mayong dan sebagainya, komposisi tampilannya selalu ada ekspresi budaya dan sentuhan rohani seperti tausyiah dan pengajian.
“Bahkan, sampai terakulturasi ke dalam konser karawitan yang menyajikan gending-gending bernafaskan Islam, seperti syi’iran. Di setiap ada event Sedekah Bumi, Bersih Desa, Merti Desa, Buka Luwur atau Lurup Selambu, pasti ada perpaduan antara ekspresi seni budaya dan siraman rohani. Di saat pentas wayang kulit-pun, pasti ada tausyah dalam sesi awal sebelum wayang kulit dimulai,” jelas pemilik Padepokan Joglo Hadipuran di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan itu.
Disebutkan, setelah akhir Mei dan awal 8 Juni mendukung ritual di Desa Mijen, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, haul di makam Rara Ayu Mas Prihatin di Desa Wotan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati dan Sedekah Bumi di Desa Pecangaan Kulon, Kecamatan Kalinyamatan, agenda kegiatan berikutnya yang dilakukan Pakasa Cabang Jepara di event ritual Sedekah Bumi berturut-turut di Desa Mangunan, Desa Ngabul dan Desa Teluk Awur, Kecamatan Tahunan.
Hampir di setiap desa hingga Desa Teluk Awur, Sabtu (10/6), rangkaian upacaranya digelar dalam satu atau dua hari, dari pagi hingga malam hari. Diawali dengan jamasan Tombak Korowelang, kirab menuju kediaman Petinggi Desa (Kades), tausyiah oleh Kyai Achmad Toyib asal Kabupaten Demak, dan diakhiri dengan pentas wayang kulit menyajikan lakon “Wahyu Tri Loka Bawono” oleh dalang dari Kabupaten Tuban, Ki Wahyu Sasongko, di Balai Desa Teluk Awur. (won-i1)