Menyambung Tali Silaturahmi “Sesama Warga Peradaban” Melalui Milad (seri 2 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:March 21, 2023
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Menyambung Tali Silaturahmi “Sesama Warga Peradaban” Melalui Milad (seri 2 – bersambung)
TIBA DI ISTANA : KRA Bambang Setiawan Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara) selaku Manggala kirab budaya Milad ke-215 Kesultanan Kacirebonan, bersama semua barisan kirab tiba di halaman Istana Kesulatanan, depan Bangsal Praba Yaksa dalam pisowanan milad yang digelar Minggu, 12/3. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sinuhun PB IV Diundang Menyaksikan “Jumenengan” Sultan Kacirebonan I

IMNEWS.ID – Catatan sejarah yang berhasil ditemukan peneliti dari Lembaga Olah Kajian Nusantara (Lokantara) Pusat di Jogja, menunjukkan bahwa “jumenengan nata” Sultan Kacirebonan I yang bergelar Pangeran Raja (PR) Amirul Mukminin di tahun 1808 disaksikan Sinuhun Paku Buwana (PB) IV yang hadir memenuhi undangan “panitia penobatan” Kesultanan Kacirebonan (Jabar). Selain mendapat restu dari beberapa tokoh senior, antara lain dari “nagari” Mataram Surakarta, Sultan Kacirebonan juga “mendapatkan restu” setelah berziarah ke makam Sunan Gunungjati, salah seorang dari Wali Sanga yang melakukan syi’ar Islam ke wilayah barat Pulau Jawa.

Dalam catatan Dr Purwadi selaku Ketua Lokantara Pusat, keberadaan Kesultanan Kacirebonan saat dipimpin Sultan I PR Amirul Mukminin, tak bisa dilepaskan dari “hubungan bilateral” atau pengaruh dari Kraton Majapahit yang masih berlanjut sampai Raja Brawijaya VII di wilayah yang tak jauh dari kawasan Trowulan, Kraton Demak dan Kraton Pajajaran. Dalam catatan GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pengageng Sasana Wilapa/Ketua LDA, di zaman Kraton Demak (abad 15), “hubungan bilateral” antara kraton-kraton di Cirebon, yang sejak NKRI masuk wilayah Jabar, dengan Kraton Demak, salah satunya diwujudkan dengan “pemberian” seperangkat gamelan Kyai Nagawilaga (Kyai Guntursari-Red) dari Sultan Demak kepada KR Ayu Mas Nyawa dari Kraton Kanoman (iMNews.id, 26/9/2022).

MEMBERI PENGHORMATAN : Prajurit Korp Musik Bregada Sura Praja dari Pakasa Cabang Jepara sebagai bagian dari barisan kirab yang dipimpin KRA Bambang Setiawan Adiningrat, memberikan tanda penghormatan kepada Sultan ke-9 PR Abdul Gani dan permaisuri serta semua yang hadir pada pisowanan Milad ke-215 di Bangsal Praba Yaksa, Minggu siang (12/3). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Tahta Sultan Kacirebonan I diberikan secara khusus oleh Kraton Mataram Surakarta. Sultan mendapatkan kunjungan istimewa Sinuhun PB IV bersama permaisuri KR Kencana Wungu, yang memberi doa restu kepadanya. Bahkan, petinggi Kadipaten (Pura-Red) Mangkunegaran juga hadir. Walau Kraton Demak sudah berganti di Kraton Pajang (abad 15) hingga  
Mataram (abad 16-19), hubungan kekerabatan dengan keluarga kraton-kraton di Cirebon, tetap terjalin hangat,” tutur Dr Purwadi menyebutkan satu sisi hasil penelitiannya, saat bersama iMNews.id mengikuti lawatan misi budaya Pakasa Cabang Jepara di acara Milad ke-215 Kesultanan Kacirebonan, belum lama ini (iMNews.id, 13/3).

Hubungan Kesultanan Kacirebonan dan juga kraton-kraton lain di Cirebon dengan Mataram, sangat intensif dan berlangsung dalam waktu yang panjang, hingga mencapai level kerjasama di bidang infrastruktur perekonomian, yaitu tatalaksana pembangunan dan tatakelola pelabuhan. Pembangunan dan tata kelola bidang kemaritiman di zaman Sultan Kacirebonan II yang bergelar PR Madenda Hidayat (1814-1851) ini, banyak diinspirasi karya-karya kemaritiman yang ditinggalkan Raja Mataram yang sempat menjadikan Kota Tegal sebagai markas terakhir sebelum meninggal, yaitu Sinuhun Amangkurat I atau Amangkurat Agung (1645-1677).  

DISAMBUT TARIAN : Kedatangan barisan kirab Milad ke-215 yang dipimpin KRA bambang Setiawan Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara) di halaman istana Kesulatanan Kacirebonan, disambut tarian Sekar Keputren, yang kemudian membawa Manggala (komandan kirab) menghadap Sultan ke-9 di pisowanan yang digelar di Bangsal Praba Yaksa, Minggu siang (12/3). (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Hubungan antara Mataram sampai di Surakarta Hadiningrat dengan Kesultanan Kacirebonan, bukan main. Hubungan silaturahmi itu berlangsung dalam waktu yang panjang, dan menularkan nilai-nilai yang menyangkut berbagai bidang kehidupan. Kalau hubungan kebudayaan, sudah tidak perlu diragukan lagi. Karena banyak sekali fakta latarbelakang sejarah yang masih bisa kita kenali sekarang ini, terutama tentang kesamaan ciri-ciri kehidupan seni budayanya, antara masyarakat di sekitar wilayah Mataram Surakarta dan Kacirebonan. Bahkan hubungan itu sampai pada kerjasama di bidang ekonomi”.

“Sekarang ini, Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin KRA Bambang Setiawan Adiningrat, mencoba melanjutkan ikatan tali silaturahmi yang pernah dijalin antara Mataram Surakarta dengan Kesultanan Kacirebonan, dengan lawatan misi seni budaya untuk memeriahkan Milad ke-215 Kesultanan Kacirebonan. Karena, Pakasa Cabang Jepara adalah salah satu tangan panjang Kraton Mataram Surakarta,” ungkap Dr Purwadi ketika diberi kesempatan untuk menjelaskan lawatan misi kebudayaan Pakasa Cabang Jepara itu, di tengah pisowanan milad yang digelar di Bangsal Praba Yaksa, Mingggu (12/3) itu.

PERSEMBAHAN CINDERAMATA : Manggala kirab Milad ke-215 KRA Bambang Setiawan Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), setelah melaporkan tugasnya memimpin kirab, memberikan persembahan cinderamata tokoh wayang yang dibingkai kepada Sultan Kacirebonan ke-9 PR Abdul Gani dalam pisowanan yang digelar di Bangsal Praba Yaksa, Minggu siang (12/3).(foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam “sesorah” tentang latar belakang sejarah, Dr Purwadi juga banyak mengisahkan eksistensi Kesultanan Kacirebonan dari versi yang berbeda dari yang selama ini diketahui publik secara luas. Karena, hasil-hasil penelitian yang dilakukan calon guru besar di sebuah universitas negeri di Jogja itu, rata-rata mengungkap apa yang ada di balik pernyataan di sejumlah buku hasil penulisan dari bangsa-bangsa barat dan juga karya penulis “dalam negeri” yang menjadi referensi ajar di berbagai perguruan tinggi di Tanah Air.

Sebagai ilustrasi dan contoh, di antara ratusan judul buku karya penelitian Dr Purwadi, banyak sekali pengungkapan fakta-fakta sejarah khususnya tentang Mataram Surakarta (1745-1945) yang membuktikan bahwa tidak satupun raja di Mataram Surakarta yang “menjadi antek” Belanda seperti dituduhkan publik secara luas, terutama kalangan intelektual kampus. Sebaliknya, intelektual yang menjadi anggota Pakasa Cabang Jogja ini menilai, terlalu berlebihan bahkan bisa sesat kalau bangsa Indonesia selalu apriori dengan Belanda terkait dengan “penjajahan”, karena bangsa Belanda sebenarnya adalah bangsa yang tertip, disiplin dan taat aturan serta santun.

Dalam naskah yang disusun berjudul “Sejarah Kasultanan Kacirebonan”, Dr Purwadi hendak mengungkap hubungan antara kraton-kraton di Cirebon yang kemudian dibatasi oleh garis batas wilayah administratif pemerintahan Provinsi Jawa Barat, dengan Mataram yang dimulai dari Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma, Mataram Kartasura hingga Mataram Surakarta selepas “tahun 1950” (UU Provinsi Jateng-Red) yang berada dalam batas wilayah Provinsi Jateng hingga sekarang ini. Dan hubungan yang secara khusus dilakukan Kesultanan Kacirebonan dengan masyarakat Jepara, sudah dimulai dalam bentuk perdagangan, yaitu ketika kesultanan memesan mebel ukir dari Jepara sebagai perkakas untuk segala keperluan di istana kesultanan.

Dan, melalui Milad ke-215 Kesultanan Kacirebonan itu, hubungan yang pernah dijalin antara Kesultanan Kacirebonan dengan masyarakat Jepara, kini terjalin kembali dengan hangat. Pakasa Cabang Jepara yang mendapatkan restu dari Kraton Mataram Surakarta melalui Pengageng Sasana Wilapa/Ketua Lembaga Dewan Adat dan Pangarsa Punjer Pakasa, telah menjalankan lawatan misi kebudayaan untuk memeriahkan hajadan Milad ke-215. Ada lebih dari 100 orang anggota dan pengurus Pakasa Cabang Jepara, tampil dalam beberapa kegiatan yang digelar selama Milad, tanggal 9-13 Maret lalu. (Won Poerwono-bersambung/i1)