Tradisi Pentas Weton, Memperkuat Misi Kesetaraan dan Ketahanan Budaya

  • Post author:
  • Post published:January 15, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:4 mins read
KRA Bambang Setiawan Adiningrat
SERAHKAN PIAGAM : KRA Bambang Setiawan Adiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang Jepara, Ketua Lokantara Jateng sekaligus tuan rumah penyelenggara pentas weton Setu Kliwon, menyerahkan piagam penghargaan kepada dalang Ki Muh Giarto, sebelum menjalankan pentas menyajikan lakon "Petruk Nyantri", semalam. (foto : iMNews.id/dok)

Bagian dari Perjuangan Pakasa Cabang Kabupaten Jepara

JEPARA, iMNews.id – Tradisi pentas seni tradisional dan seni bernafaskan religi kembali digelar di markas Sanggar Seni Loka Budaya di Padepokan Joglo Hadipuran, Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, rutin tiap datang weton Sabtu atau “Setu” Kliwon yang jatuh tanggal 14 Januari, semalam. Pentas weton tiap 35 hari sekali di kediaman pimpinan sekaligus tuan rumah pemilik padepokan semalam membuka agenda kegiatan di tahun 2023, yang diisi sajian wayang kulit dakwah dengan lakon “Petruk Nyantri” yang disajikan dalang Ki Muh Giarto dari Desa Krasak, Jepara.

“Pentas weton Setu Kliwon kali ini untuk membuka ‘kendang’ (mengawali jadwal selama setahun-Red). Sajian utamanya pentas wayang dakwah. Lakonnya Petruk Nyantri. Ada banyak tokoh kami undang. Hampir semuanya hadir. Petinggi (Kepala Desa-Red) dari desa tetangga banyak yang hadir. Perangkat Desa Sukodono juga hadir. Tetapi Petinggi Desa Sukodono berhalangan hadir, karena ada acara yang bersamaan,” jelas KRA Bambang Setiawan Adiningrat, Ketua pakasa Cabang Jepara selaku tuan rumah penyelenggara pentas tradisi weton Setu Kliwon, menjawab pertanyaan iMNews.id yang menghubungi dari Surakarta, semalam.

MEMPERKUAT KESETARAAN : Dalam setiap menggelar event pentas weton Setu Kliwon, tuan rumah KRA Bambang Setiawan Adiningrat yang juga Ketua Pakasa Cabang Jepara selalu mengedepankan simbol-simbol penguatan kesetaraan gender, dengan menghadirkan para seniwati penabuh gamelan iringan wayang, seperti yang tampak semalam.  (foto : iMNews.id/dok)

Selanjutnya dituturkan, rangkaian agenda acara pentas weton pertama di tahun 2023 ini diawali dengan tahlil dan istigotsah mulai pukul 19.00 WIB sebelum pementasan wayang kulit dakwah yang didukung kolaborasi tim karawitan dari Sanggar Seni Loka Budaya dan Paguyuban Priyogo Laras. Namun sebelum pentas wayang dimulai, diselingi dengan upacara yang isinya sambutan tuan rumah, penyerahan cinderamata “Cempala” dari kayu Sono Keling kepada dalang Ki Muh Giarto, laporan kegiatan Sanggar Seni Loka Budaya diteruskan penyerahan dokumen catatan pembukuan kegiatan sanggar selama setahun kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Jepara, yang diwakili Sekretaris Dinas, Amin Ayahudin.

Selain kepada wakil dari Dinas parisata dan Kebudayaan Pemkab Jepara, buku dokumen kegiatan selama setahun di tahun 2022, juga diserahkan kepada Kapolsek Tahunan AKP Retno yang hadir di antara unsur pejabat Muspika yang diundang. Penyerahan buku laporan kegiatan juga disaksikan Ketua Pepadi Jepara Ki KRT Hendro Suryo Kartiko, RT Setyodipuro selaku pengurus Cabang Pakasa Jepara yang menyerahkan buku laporan dan beberapa petinggi di antaranya dari Desa Semat, Desa Pecangakan Kulon, Desa Mindahan Kidul, para sespuh Desa Sukodono dan pengurus serta warga Pakasa cabang.

MENJADI SAKSI : Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Amin Ayahudin serta Kapolsek Tahunan AKP Retno yang menerima buku laporan kegiatan Pakasa Cabang Jepara tahun 2022 dan berfoto bersama tuan rumah, telah menjadi saksi keberadaan Pakasa cabang dan segala aktivitas budayanya yang dipersembahkan untuk kemuliaan seluruh masyarakat kabupaten Jepara. (foto : iMNews.id/dok)

Pementasan wayang dakwah yang menjadi inti sajian pentas Setu Kliwon, mengambil suasana sehabis “perang Baratayuda” yang diinterpretasikan sebagai suasana kehidupan yang ayem-tentrem, tetapi dirasakan masih ada yang kurang, yaitu tak dirasakan “ayom”. Dalam sajian pentas sudah dilukiskan simbol-simbolnya ketika menghadirkan para tokoh Panakawan, yaitu Kyai Semar Badranaya, Gareng, Petruk “Kanthong-Bolong” dan Bagong yang menginterpretasikan bahwa rasa kurang “ayom” itu karena masih “menunggu proses” berfungsinya payung pemberdayaan dan perlindungan jalannya adat-istiadat, tradisi dan budaya secara maksimal.

Proses menunggu pengayoman agar bisa berjalan secara maksimal itu, dilukiskan tokoh Prabu Puntadewa mencari pencerahan soal Jamus Kalimasada kepada Sunan Kalijaga. Di tengah perjalanan, Prabu Puntadewa bertemu para tokoh Panakawan, Petruk yang membawa amanat Sabdo Palon Noyo Genggong (Kyai Semar) untuk pergi mengkaji dan mengaji ajaran Islam Jawa atau Islam Nusantara. Akhir pencarian pengayoman itu, Petruk mendapat tugas mendirikan pondok tempat mendidik warganya yang mirip tugas dan perjuangan Pakasa cabang Jepara untuk mengedukasi warga peradaban menjadi insan berbudaya sekaligus beragama/bertaqwa. (won-i1)