Pengurus Pakasa Cabang dan Hubungan Sinergitas Pengelolaan Event Ritual, adalah Hal Baru
IMNEWS.ID – PENGELOLAAN ritual haul para tokoh leluhur Dinasti Mataram sampai ada yang sudah menyentuh level event di wilayah Kabupaten Pati, memang di situlah pelopornya yang bisa dijadikan studi kasus. Walau sudah satu atau dua langkah lebih maju dibanding yang lain, pengelolaan ritual/event di wilayah itu belum ada satupun yang sesuai ukuran ideal.
Ukuran ideal bisa berbeda-beda antara satu dengan tempat lain, karena komponennya memang berbeda-beda sesuai beberapa aspek situasi dan kondisi dalam kehidupan masyarakatnya. Tetapi dalam garis besarnya, pengelolaan yang ideal bisa diukur secara umum dari sinergitas dan kekompakan kerja ritual antara pamong makam, panitia tetap, Pakasa dan kraton.
Selain ritual haul dan kerja pengelolaannya merupakan inovasi atau hal baru yang sebelumnya hanya berupa zaiarah atau nyadran atau tilik kubur atau sama sekali tidak ada, kehadiran pamong makam hingga berbentuk yayasan juga panitia tetap, adalah hal baru bagi kehidupan di sekeliling makam. Begitu pula, hadirnya kraton dan Pakasa cabang yang paling belakang.

Kini, pengelolaan ritual haul bahkan yang sudah menjadi event di sejumlah makam tokoh leluhur Dinasti Mataram khususnya yang ada di wilayah Pati, sebagian besar kerja ritualnya adalah inovasi baru. Termasuk sinergitas bermitra yang sudah terbangun dan berjalan. Terlebih, hadirnya kraton dan Pakasa cabang serta event haul, adalah hal yang paling baru.
Dengan dasar itu, kalau di luar wilayah terdekat dari Kabupaten Pati ada kegiatan event ritual haul, pasti merupakan hasil perkembangan dari sudah ada atau rintisan yang lebih dulu. Wilayah Kabupaten Jepara punya makam Ratu Kalinyamat yang sudah mandiri, kemudian belakangan Pakasa cabang setempat menginisiasi ritual haul Bupati Tjitrasoma I-VII.
Event ritual haul hasil kerjasama antara yayasan keluarga besar trah dengan Pakasa Cabang Jepara yang dipimpin KP Bambang S Adiningrat itu, untuk kali pertama dimulai beberapa waktu lalu dan sukses. Sebagai hal yang sama sekali baru, hasil kerja adat dan budaya mereka tentu bisa dievaluasi untuk kemajuan dan sukses pada event haul di tahun mendatang.

Karena kegiatan ritual dilakukan pada level tokoh leluhur Dinasti Mataram, maka haul Eyang Sentono yang disebut sebagai pendiri Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, bisa berada di urutan setelahnya prioritasnya. Sebenarnya hampir sama levelnya dengan tokoh Mbah Glongsor atau KRT Prana Kusumadjati di Kabupaten Kudus, yang menjadi legenda karena “terompetnya”.
Di wilayah Pakasa Cabang Kudus yang dipimpin KRA Panembahan Didik Gilingwesi (Ketua), tak hanya makam Mbah Glongsor yang kini diidolakan sebagai event haul dan kirab budaya masyarakat setempat, karena masih ada kompleks Taman Makam Sunan Kudus, Menara Kudus dan Masjid Agung Kudus”. Karena sudah diurus yayasan pamong makam, ritual haulnya sudah mandiri.
Ritual haul yang sudah menjadi event di makam Sunan Kudus dan Sunan Muria itu, juga inovasi baru. Dua “Sunan” itu adalah bagian dari Wali Sanga, tokoh syi’ar yang berjalan sejajar dengan para tokoh keturunan Prabu Brawijaya V, beririsan bahkan bertemu dengan intensitas yang menghasilkan karya kolaboratif dalam rangka syi’ar agama dan syi’ar budaya.

Di wilayah Pakasa Kudus, sebenarnya masih punya makam tokoh Pangeran Puger, tetapi yayasan pamong/keluarga besarnya memilih mandiri menggelar haul. Di Kabupaten Demak, makam Sunan Kalijaga tentu juga sudah mandiri menggelar acara sejenis itu. Sedangkan di Kabupaten Tegal/Slawi, haul dan jamasan makam Sinuhun Amangkurat Agung sudah berjalan rutin.
Di Kabupaten Grobogan yang dekat wilayah Kabupaten Pati, adalah basis dan pusat “pergerakan” keturunan Prabu Brawijaya V di akhir kejayaan Kraton Majapahit (abad 14). Di situ bermukimlah Ki Ageng Tarub yang menurunkan Ki Ageng Wonosobo yang makamnya di Kabupaten Wonosobo, Ki Ageng Getas Pendowo (Kabupaten Grobogan) dan Nyi Ageng Ngerang (Kabupaten Pati).
Ki Ageng Getas Pendowo menurunkan Ki Ageng Selo (Sela-Red) di Kabupaten Grobogan, yang menurunkan Ki Ageng Henis (Kota Surakarta) kemudian menurunkan Ki Pemanahan (Surakarta). Tokoh yang namanya diambil sebagai nama kelurahan dan stadion terkenal di Kota Surakarta inilah, yang kemudian menurunkan pendiri Dinasti Mataram, Panembahan Senapati (Raja ke-1).

Di Kabupaten Grobogan, masih ada nama tokoh Ki Ageng Katong yang hingga kini belum jelas latarbelakang pembedanya dengan nama Bupati ke-1 Ponorogo (Jatim) Adipati Bathara Katong, yang makamnya juga sama-sama diayomi kraton dan diperingati haulnya. Dekat dari Grobogan, adalah Kabupaten Sragen yang punya makam Kebo Kenanga dan putranya, yaitu Jaka Tingkir.
Kompleks makam Sultan Hadiwijaya atau Ki Ageng Butuh di Desa Gedongan (Kabupaten Sragen) ini juga semakin ramai peziarahnya ketika ada haul. Tokoh itu, berada di garis keturunan beda dengan para tokoh di Kabupaten Pati, Jepara dan Grobogan. Yaitu dari Retna Pembayun, salah seorang saudara Ki Ageng Tarub di antara 100-an anak Prabu Brawijaya V.
Di Kabupaten Magelang, makam Ki Ageng Karotangan dari keluarga besar tokoh di Pati dan Grobogan, daya tarik ritual haulnya sudah ada, walau sinergitas dengan pengurus Pakasa Magelang belum terasa. Makam beberapa tokoh di Kabupaten Ponorogo dan Trenggalek, mulai sering menggelar haul bersama Pakasa, tetapi untuk makam Bupati Tjakraningrat masih menunggu. (Won Poerwono-habis/i1)