Kirab Budaya “Hari Jadi 91 Tahun Pakasa”, Pesona Para Pelestari dan Pecinta Budaya (seri 7 – habis)

  • Post author:
  • Post published:January 1, 2023
  • Post category:Budaya
  • Post comments:0 Comments
  • Reading time:7 mins read
Tradisi Sangsuman
TRADISI SUNGSUMAN : Gusti Moeng selaku Ketua LDA sekaligus Pengageng Sasana Wilapa menggelar kenduri wilujengan tradisi "sungsuman", menyantap bubur/jenang sungsum bersama-sama di Bangsal Smarakata, siang tadi, karena telah melaksanakan peringatan Hari Jadi 91 TahunPakasa dengan lancar dan aman. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Kota Surakarta Perlu Mempertimbangkan Sarana Objek Wisata Kirab Budaya  

IMNEWS.ID – BERLANGSUNGNYA event peringatan Hari Jadi 91 Tahun Pakasa dengan segala rangkaian kegiatan terutama kirab budaya dan Pekan Seni Budaya dan Ekraf, harus diakui telah memberi sumbangan hal positif kepada banyak pihak, setidaknya contoh-contoh gagasan yang sudah dituangkan sebagai aksi nyata yang bisa dinikmati, diukur dan dinilai aspek-aspek yang ditimbulkan, terutama aspek manfaatnya. Dan sumbangan yang begitu besar harus diakui diberikan kepada Kota Surakarta, masyarakat dan otoritas pemkotnya, baik dari kerangka konsep dan desain kegiatannya, maupun citra serta legitimasi yang lahir dari kegiatan itu.

Citra bahwa Kota Surakarta adalah “showcase city” sebagai pusatnya budaya Jawa yang bisa menjadi tempat destinasi wisata secara “One Stop Show” untuk melihat keragaman subkultur yang dilahirkan dari budaya Jawa, adalah sebuah keniscayaan yang semakin terbuka lebar untuk ditangkap peluangnya dan digarap betul. Karena, dengan lahirnya peluang itu semakin meneguhkan bahwa Kota Surakarta adalah benar-benar “Kota Budaya” dan “Kota Pujangga” yang menjadi miniatur Nusantara, yang selama ini dikenal kejayaan dan supremasinya di bidang seni-budaya karena memang kaya-raya ragam budayanya.

TURANGGA YAKSA : Fragmen tari “Turangga Yaksa” adalah khas Kabupaten Trenggalek (Jatim). Tetapi, suguhan Pakasa Cabang Trenggalek ini bisa disajikan di Kota Surakarta yang menjadi “Showcase City” bagi semua jenis kesenian yang berasal dari budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Karena Kota Surakarta kaya potensi atraksi wisata objek kunjungan berwujud kirab budaya, seharusnya tata ruang kota perlu digarap sesuai kebutuhannya, misalnya infrastruktur jalan yang representatitf dijadikan rute kirab dan sekaligus menjadi tempat bagi para penonton untuk menikmati sajian kirab budaya tersebut. Keberadaan dua alun-alun milik Kraton Mataram Surakarta, lapangan Pamedan Pura Mangkunegaran serta Taman Sriwedari menjadi akan menjadi titik-titik lokasi yang sangat strategis dalam rangkaian untuk memberi sarana dan prasarana bagi objek wisata kirab budaya.

Taman Sriwedari atau Kebon Raja yang punya nilai kultur dan historis sangat kuat dengan nama Surakarta, adalah habitat seni budaya yang telah menjadi salah satu ikon kota dikenal luas, yang sangat strategis untuk menjadi bagian dari design atraksi wisata kirab budaya. Karena di dalamnya ada grup kesenian Wayang Wong atau Wayang Orang, yang tokoh-tokohnya pernah dipamerkan di atas catwalk aspal sepanjang jalan Slamet Riyadi di masa Wali Kota R Hartomo (1985-1995). Bagaimana seandainya atraksi wisata kirab itu menyajikan peragaan tokoh-tokoh wayang wong yang notabene Wayang Kulit Purwa secara lengkap, sesuai tema lakonnya?

GENERASI MUDA : Sejumlah anak-anak muda rombongan Hamid Ichsan yang berstatus mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Jogja asal Bayat, Klaten ini, bangga menjadi relawan saat berlangsungnya peringatan Hari Jadi 91 Tahun Pakasa, belum lama ini. Mereka juga bangga karena diundang untuk mengikuti wilujengan tradisi “sungsuman”, siang tadi. (foto : iMNews.id/dok)

Bagaimana pula ketika di Jalan Slamet Riyadi ditampilkan kekayaan seni pedalangan yang bersumber dari budaya Jawa dan notabene berasal dari Kraton Mataram Surakarta, misalnya memperagakan tokoh-tokoh yang sesuai tema-tema lakon dari Wayang Gedog atau Wayang Madya dan koleksi jenis wayang lain seperti yang disebut dalam berbagai babon seni pedalangan Serat Pustaka Raja Purwa, Madya, Wasana dan sebagainya yang tersimpan di Sasana Pustaka Kraton Mataram Surakarta dan Museum Radya Pustaka Taman Sriwedari. Kirab budaya yang diinisiasi Kota Surakarta, juga bisa menampilkan batik gaya Surakarta, Mangkunegaran dan gaya-gaya lain yang berkembang di bekas wilayah Mataram Surakarta, begitu pula ragam karya kriya keris, topeng, reog Ponorogo dan miniatur-miniatur ragam subkultur lain yang berkembang dari babon budaya Jawa.

Ketika Kota Surakarta sudah bisa berperan sesuai posisi kesejarahannya di bidang budaya yang paralel dengan Mataram Surakarta, atraksi wisata kirab budaya juga bisa menampilkan dramatari “Rara-Jonggrang” dan Sendratari Ramayana yang kini menjadi andalan sajian pertunjukan di Candi Prambanan. Karena, seni pertunjukan tari itu lahir dari tokoh-tokoh Kraton Mataram Surakarta yang menjadi ajang ekspresi para seniman dari Surakarta, dan posisi candi karya peradaban abad 8 itu, letaknya di wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, yang notabene pernah menjadi bagian dari geokultural Mataram Surakarta selama 200 tahun (1745-1945).

PAKASA BANJARNEGARA : KRAT Eko Budi Tirtonagoro (Ketua Pakasa Cabang) berada di barisan belakang berbaur dengan kontingen warga Pakasa Kabupaten Banjarnegara pada kirab budaya Hari Jadi 91 Tahun Pakasa, belum lama ini. Penampilannya berbeda dari ketua Pakasa cabang lain, sebuah catatan penting yang perlu diperhatikan pada hari jadi 92 tahun 2023 ini. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Bila melihat wilayah penyebaran budaya Jawa yang begitu luas atau duapertiga pulau Jawa, maka tidak aneh apabila lahir sejumlah kesenian subkultur Jawa di berbagai daerah yang masing-masing punya kekhasan yang berbeda, tetapi juga punya kemiripan. Oleh sebab itu, sebagai “Showcase City” Kota Surakarta juga bisa menyuguhkan atraksi wisata berupa kirab budaya di atas aspal kesenian-kesenian rakyat seperti tari Remo lengkap dengan para peraga sandiwara Ludruk, tari Tayub dengan seniman ketopraknya dan sebagainya, karena semua itu berkembang dari babon sumber budaya Jawa yang selama ini dipelihara Kraton Mataram Surakarta.

Pagi hingga siang tadi, Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat sekaligus Pengageng Sasana Wilapa mengadakan doa wilujengan yang biasa disebut tradisi “sungsuman”, untuk menandai pembubaran panitia Hari Jadi 91 Tahun Pakasa sebagai ekspresi ucap syukur karena telah melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan itu dengan lancar dan aman. Bila dievaluasi, kekurangan dalam penyelenggaraan masih didapati di sana-sini Hari Jadi 91 Tahun Pakasa yang sempat disentil Ketua Pakasa Cabang Ponorogo, mengenai penjadwalan agenda kegiatan, pengaturan arus informasi jadwal kegiatan dan belum dicapainya target yang pernah diusulkan Pakasa Ponorogo, yaitu aksi “Seribu Pria Berbusana Adat Jawa” untuk pemecahan rekor MURI. (Won Poerwono-habis/i1)

Leave a Reply