


Dramatari “Rara Jonggrang” Menambah Kekayaan “Sendratari Ramayana” Candi Prambanan
IMNEWS.ID – UNTUK menyaksikan kelengkapan suguhan beragam jenis kesenian rakyat/tradisional khas Kabupaten Klaten, memang tak cukup hanya menyaksikan “display” contoh-contohnya “yang dipajang” kontingen Pakasa Cabang Klaten di “etalasenya” (showcase city) di Kota Surakarta selama event peringatan Hari Jadi 91 Tahun Pakasa berlangsung, 17-25 Desember (iMNews.id, 17/12). Karena, habitat dari segala jenis kesenian rakyat/tradisional yang berkembang secara khas di kabupaten itu, tentu berada di wilayah kabupaten yang terbentuk di tahun 1704 di zaman Mataram Kartasura itu.
Kontingen Pakasa Cabang Kabupaten Klaten yang diutus pimpinannya KP Probonagoro selaku ketua, untuk tampil di ajang Pekan Seni Budaya dan Ekraf Hari Jadi 91 Tahun Pakasa itu, memang hanya menyuguhkan Tari Lurik Payung (“Luyung”), Tari Topeng dan drama ketoprak. Tetapi, untuk menyaksikan bagaimana komponen aktivitas industri kain Lurik dari Pedan dan payung kertas legendaris dari Juwiring menjadi sebuah tarian (kreasi baru) berjudul “Luyung”, memang perlu berwisata ke desa yang menjadi habitatnya di Kecamatan Pedan (lurik) dan Kecamatan Juwiring (payung).

Begitu pula ketika hendak menyaksikan kesenian khas Kabupaten Klaten seperti misalnya tiga jenis seni pertunjukan wayang yaitu Wayang Kulit (purwa-Red), Wayang Klithik dan Wayang Babad, kemudian kesenian rakyat Srandul, seni Gejog Lesung, Jathilan yang kini juga berkembang menjadi sejenis tari Topeng Ireng, drama ketoprak, dramatari “Rara Jonggrang” dan sebagainya. Posisi strategis Kabupaten Klaten sebagai wilayah yang memiliki kompleks Candi Prambanan dan berada di tengah antara Kota Surakarta dan Kota Jogja, sangat wajar kaya kesenian rakyat dan kaya seniman yang pandai menyusun karya seni tari dari kisah sejarah dari abad 8 (Candi Prambanan) dan saman abad 15 hingga kini.
Pakasa cabang yang dipimpin KP Probonagoro itu juga punya potensi anggota yang luar biasa mengingat jumlah penduduk yang begitu banyak dan tersebar di 26 kecamatan, maka wajar kalau anggota Pakasa yang sudah terdaftar lebih dari 3 ribu orang. Karenanya, wajar pula kalau dalam kirab budaya Hari Jadi 91 Tahun Pakasa belum lama ini, Pakasa cabang Klaten mangajak lebih 100 abdidalem yang menjadi anggota kontingennya, belum termasuk jumlah para pendukung kesenian saat tampil di ajang Pekan Seni Budaya dan Ekraf.

Sendratari “Rara Jonggrang” adalah bagian dari sikap cerdik warga Pakasa Cabang Klaten dalam menyikapi keberadaan Candi Prambanan, meskipun di situ sudah terbentuk seni pertunjukan Sendratari “Ramayana” yang sudah dikenal luas masyarakat dunia. Keduanya tetap layak ditampilkan di “Kota Etalase” seni budaya Mataram Surakarta, yaitu Kota Surakarta, karena kini punya event peringatan Hari Jadi Pakasa yang di dalamnya ada atraksi kirab budaya yang menampilkan contoh-contoh kesenian dan masyarakat adat pemelihara seni budaya dalam lintasan sejarah Mataram Surakarta yang sudah mulai tertata.
Pakasa Cabang Kabupaten Boyolali kini juga punya kesenian rakyat andalan, yaitu tari “Topeng Ireng” yang para senimannya banyak tinggal di kaki dan lereng Gunung Merapi bagian utara dan Gunung Merbabu selain beberapa jenis kesenian rakyat dan kesenian tradisional yang mirip dengan tetangga dekat daerahnya, yaitu Kabupaten Klaten. Potensi warga Pakasa kabupaten yang dipimpin KRAT Surojo ini sebenarnya cukup besar, tetapi hampi dalam satu dekade terakhir dikacaukan oleh masuknya organisasi serupa tetapi tak jelas asal-usul dan arah tujuannya. Meski begitu, KRAT Surojo masih bisa membawa 70 abdidalem yang mendukung kontingennya di ajang kirab budaya Hari Jadi 91 Tahun Pakasa, belum lama ini.

Kontingen Pakasa Cabang Kabupaten Banjarnegara memang termasuk penghimpun para abdidalem yang gigih dan konsisten dalam pelestarian seni budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta. Walau tak bisa tampil dengan stelan busana adat “Bupati Manca” karena harganya mencapai Rp 5,5 juta itu, kontingen berkekuatan 50-an warga Pakasa cabang yang datang jauh-jauh ke Surakarta dengan patungan menyewa mobil angkutan itu, tampak tetap bersemangat untuk menyukseskan kirab budaya dan memberi penampilan yang tetap menarik bagi para penikmat yang menyaksikan di sepanjang rute kirab.
Jauh-jauh hari KRAT Eko Budi Tirtonagoro selaku Ketua Pakasa Cabang Banjarnegara sudah mengirim sinyal, bahwa warga Pakasa cabang punya komitmen dan kesetiaan tinggi untuk pelestarian budaya Jawa, dan selalu menjalankan tugas pelstarian itu melalui berbagai upacara adat misalnya Nyadran Gede Makam Adisara yang selalu dihiasi sajian kesenian rakyat mirip “Jaran Kepang”. Sebab itu, walau tidak bisa menyajikan kelompok keseniannya di ajang Pekan Seni Budaya dan Ekraf, tetapi Pakasa Banjarnegara tetap mendukung kirab budaya yang digelar sebagai puncak acara sekaligus objek wisata baru di Kota Surakarta dalam bentuk atraksi kirab itu. (Won Poerwono-bersambung/i1)