Kaya Nilai-nilai Edukasi yang Sangat “Kesurakartaan”
SOLO, iMNews.id – Sebuah ”banner” papan pengumuman yang berisikan petikan kata-kata mutiara yang berbunyi “Aja Adigang, Adigung, Adiguna” yang ditulis dalam aksara Jawa dan latin, menjadi hiasan di salah satu ruang sebuah kampus universitas di Jogja. Petikan pesan itu mirip bagian isi tembang macapat Dhandhang Gula berjudul Wulangreh, karya Sinuhun Paku Buwono (PB) IV yang diakui publik secara luas sangat terkenal di antara deretan nama Pujangga Keraton Mataram Surakarta.
“Setahu saya, kata-kata itu hanya ada dalam lirik-lirik tembang macapat Dhandhang Gula karya Sinuhun PB IV yang berjudul Wulangreh. Karena, karya berjudul ini sangat terkenal luas sejak lama. Karena isinya adalah nasihat kebajikan bagaimana manusia secara pribadi berperilaku terhadap lingkungan kehidupannya dan di hadapan Tuhan YME. Jadi, jelas pendidikan yang Kesurakartaan sekali atau Surakarta banget. Hampir semua piwulang luhur untuk kebajikan, datang dari karya-karya Pujangga Surakarta,” tunjuk KRRA Budayaningrat, seorang dwija dari Sanggar Pasinaon Pambiwara Keraton Mataram Surakarta, menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi siang.
Pfizer produce su propio Viagra genérico donde comprar cialis las personas que toman viagra tienen menos riesgo de alzhéimer, según un estudioBerdasarkan pernyataan dwija sanggar yang juga Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa SMA se-Jateng itu, banner yang menghias sebuah ruangan kampus universitas di Jogja itu diragukan bunyi label “Pendidikan Keyogyakartaan…..” apabila benar dikaitkan dengan kata mutiara “Aja Adigang, Adigung, Adiguna”. Tetapi, bisa jadi kata-kata mutiara itu diperoleh dari sumber lain di luar serat Wulangreh karya Sinuhun PB IV.
KRRA Budayaningrat bahkan memberi contoh dengan menembangkan langsung Dhandhang Gula Macapat dari Serat Wulangreh itu, saat iMNews.id meminta konfirmasi dan penjelasan mengenai asal-usul kata-kata mutiara “Aja Adigang, Adigung, Adiguna”. Selain yang berbentuk tembang Dahdhang Gula, karya Wulangreh juga berisi 12 pupuh atau nama tembang lainnya seperti Gambuh, Kinanthi, Pangkur, Mas Kumambang, pucung, mijil, Megatruh dan sebagainya.
Man erection minerals video – horse bodybuilding discomfort magnum d bol 10 unrepentant chubby participates in a bodybuilding contest and wins the weird audience award.“Ana pocapanipun, adiguna adigang adigung, pan adigang kidang adigung pan esthi, adiguna ula iku, telu pisan mati sampyuh (1) si kidang ambegipun, angendelaken kebat lumpatipun, pan si gajah angendelken gung ngainggil, ula angendelken iku, mandine kalamun nyakot (2) iku umpamanipun, aja ngendelaken sira iku, suteng nata iya sapa kumawani, iku ambege wong adigang, ing wasana dadi asor (3) adiguna puniku ngendelaken kapinteranipun, samubarang kapisan dipun deweki, sapa bisa kaya ingsun, toking prana nora enjoh (4) ambeg adigung iku, angungasaken ing kasuranipun, para tantang candala anyenyampahi, dinemenan ora pecus, satemah dadi geguyon (5)”.
Kalimat lirik tembang Dhandhang Gula Wulangreh di atas, adalah sebagian dari belasan bait sampai lengkap menutup. Sedangkan lanjutan dari beberapa bait di atas yang menunjukkan kelengkapan kata Adigang, Adigung dan Adiguna, berikut ini adalah :” ing wong urip puniku, aja nganggo ambeg kang tetelu, anganggoa rereh ririh ngati-ati, den kawangwang barang laku, kang waskitha solahing wong (6) dene tetelu iku, si kidang suka ing panitipun, pan si gajah alina patine reki, si ula ing patinipun, ngendelaken upas mendos (7)”.
Berdasar lirik tembang Wulangreh itu, lanjut KRRA Budayaningrat, kata adigang adalah kiasan dari kijang, adigung kiasan gajah dan adiguna mengiaskan ular. Ketiganya mati bersama-sama, karena masing-masing menyombongkan keganasan/kesaktiannya (adigang), kepandaian/kecerdasannya (adiguna) dan kekuatan/kebesarannya (adigung).
Sementara itu, Dr Purwadi selaku Ketua Olah Kajian Nusantara (Lokantara) Pusat ketika dimintai komentar soal keseluruhan isi banner itu dia mengaku sedih dan prihatin karena ada pemandangan seperti itu. Menurutnya, tidak sepantasnya lembaga kampus memperlihatkan kekeliruan seperti itu, karena bisa menyesatkan.
“Saya benar-bena prihatin dan sedih. Karena pernyataan pada banner itu bisa diyakini sebagai sebuah kebenaran oleh kalangan sivitas akademi sebagai sebuah kebenaran. Padahal, itu keliru. Itu bisa mempermalukan lembaga kampus,” tunjuk peneliti naskah-naskah kuno dan penyusun ratusan judul buku, terutama buku sejarah berdirinya hampir semua kabupaten di pulau Jawa itu, saat dihubungi iMNews.id, tadi siang. (won-i1)