Pakasa Cabang Perlu Mengenal Semua Situs Makam Leluhur Dinasti Mataram
IMNEWS.ID – SALAH satu nilai manfaat dan keuntungan program safari nyadran “Tour de Makam, Petilasan dan Pesanggrahan” yang diinisiasi Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta bagi khalayak luas khususnya warga masyarakat adat itu sendiri, adalah nilai edukasi. Nilai-nilai edukasi ini berkait erat dengan pemahaman, kecintaan dan legitimasi yang diharapkan semakin luas cakupannya terhadap arti penting para leluhur dinasti yang telah membangun peradaban.
Pemahaman, kecintaan dan legitimasi ini bahkan menjadi menu utama warga Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakasa), yang menjadi wadah dan ujung tombak terciptanya legitimasi masyarakat adat dan warga peradaban lebih luas lagi. Oleh sebab itu, warga Pakasa terutama kalangan pengurusnya sangat perlu proaktif untuk memanfaatkan kesempatan ruang edukasi berupa kegiatan safari nyadran, atau bentuk-bentuk edukasi lainnya di luar itu.
Karena, melalui Pakasa diharapkan menjadi langkah strategis dalam menyebarkan nilai-nilai edukasi itu kepada warganya dan publik yang lebih luas lagi di wilayah cabang (kabupaten) masing-masing. Melalui jalur ini, sangat terbuka peluang untuk mengedukasi publik sangat luas lebih efektif, halus dan bisa menjadi satu paket dengan edukasi nilai-nilai adat, tradisi, seni dan budaya serta kesejarahannya, yang diharapkan terus berlangsung dari generasi ke generasi.
Memperkuat Ketahanan Budaya
Sebab itu, saat berkeliling melakukan wisuda paringdalem gelar kekerabatan di berbagai wilayah kabupaten di Provinsi Jateng dan Jatim selama beberapa waktu ini, tawaran yang selalu diberikan Gusti Moeng selaku Ketua LDA, agar kalangan warga Pakasa mengikuti aktivitas LDA bersafari nyadran atau ziarah, itu merupakan kesempatan yang luar biasa. Sekalipun dimulai dari perwakilan beberapa orang dari tiap cabang, keterlibatan warga Pakasa untuk mengenal leluhur Dinasti Mataram dan yang membangun peradaban (Jawa), bisa dilakukan.
Nilai-nilai edukasi selain pengetahuan tentang tokoh leluhur beserta kisah ketokohannya, juga bisa didapat edukasi tentang kekayaan adat, tradisi, seni dan budaya yang berkembang di masing-masing daerah serta pengetahuan tentang pengelolaannya karena hampir semuanya bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata. Nilai edukasi melalui pengenalan potensi masing-masing lokasi makam/petilasan/pesanggrahan, selain memperkaya pengetahuan pribadi, kelompok dan warga dalam kesatuan organisasi Pakasa di tingkat cabang, sangat bermanfaat untuk membangun kerjasama dengan siapa saja, dalam tujuan memperkuat kebhinekaan dan ketahanan budaya bangsa.
Dengan segala keterbatasannya, LDA membuka kesempatan untuk memulai proses pengenalan, pemahaman dan kecintaan yang diharapkan sampai pada titik legitimasi. Sedangkan pusat informasi tentang pengetahuan mengenai para tokoh leluhur Dinasti Mataram dan kisah ketokohannya, bisa didapat dari elemen-elemen LDA sendiri ketika Keraton Mataram Surakarta yang di dalamnya ada Sasana Pustaka masih ”tertutup” bagi publik secara luas.
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat
Ketika situs makam, petilasan dan pesanggrahan leluhur Dinasti Mataram menjadi destinasi wisata spiritual religi, bukan hanya segelintir atau sekelompok warga yang bisa menikmati hasil pengelolaannya secara ekonomis. Tetapi, diharapkan banyak pihak bisa menikmati keutungannya, pemerintah setempat, warga Pakasa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungannya.
Situs makam Nyi Ageng Ngerang di Desa Sinom Widodo, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, situs Kyai Ageng Selo dan beberapa makam saudara kandungnya seperti Kyai Ageng Tarub yang masih di satu kecamatan, yaitu Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, juga makam Kyai Ageng Getas Pendowo dan Kyai Ageng Katong di dua kecamatan terpisah di kabupaten itu, sudah berkembang menjadi destinasi wisata. Masyarakat yang di antaranya warga Pakasa cabang dan pemerintah sudah menikmati hasil dari kunjungan wisatawan asal berbagai daerah, bahkan luar provinsi dan luar Jawa.
Kyai Ageng Selo memang menjadi leluhur yang menurunkan raja-raja sampai Dinasti Mataram, bahkan salah satu keturunannya menjadi tokoh-tokoh terkenal di Kabupaten Jepara, yaitu Ratu Kalinyamat. Makam tokoh yang sedang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara itu, juga sudah menjadi destinasi wisata terkenal sampai jauh ke luar daerah, bahkan luar provinsi.
Pakasa yang “Well Informed”
Begitu banyaknya lokasi makam/petilasan/pesanggrahan leluhur Dinasti Mataram yang tersebar di wilayah sangat luas itu, perlu menjadi referensi masyarakat adat warga peradaban itu sendiri, khususnya warga Pakasa cabang. Selain memperkaya pengetahuan, penguasaan data dan informasi sekitar budaya Jawa dan sejarah Dinasti Mataram dan para leluhurnya, akan sangat bermanfaat bagi kepentingan edukasi masyarakat dari lingkungan terkecil hingga tingkat wilayah kabupaten, terutama yang berkaitan dengan kekayaan situs makam, petilasan dan pesanggrahan di wilayah masing-masing.
Menjadi warga masyarakat adat khususnya Pakasa yang “well informed” khususnya tentang budaya Jawa dan sejarah Dinasti Mataram serta leluhurnya, bahkan lebih luas lagi, juga sangat bermanfaat bagi keluarga kecil di rumah warga Pakasa untuk disebarkan ke lingkungannya. Memulai mengenal, memahami dan mencintai budaya Jawa serta nilai-nilai keteladanan para leluhur Dinasti Mataram dan leluhur yang menurunkannya, tentu akan membangun legitimasi yang kuat bagi ketahanan budaya di tingkat lokal, yang sangat berguna untuk memperkuat ketahanan budaya bangsa.
Memulai mengenal makam/petilasan/pesanggrahan leluhur Dinasti Mataram dari skala kecil di lingkungannya dan skala lebih besar di wilayah lain, juga akan mendorong potensi mobilisasi perjalanan wisata bagi publik secara luas, terlebih ketika memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan aktivitasnya. Kompleks makam Raja Keraton Pamekasan, Ronggosukowati di Desa Kol Pajung, Kecamatan Kota, Kabupaten Pamekasan, Madura (Jatim) yang ternyata menyimpan makam mertua Sinuhun PB IV yaitu Adipati Tjakara Adiningrat II, menjadi referensi baru dan daya tarik kujungan untuk ziarah dan nyadran yang berarti aktivitas perjalanan wisata. (Won Poerwono-habis)