Akan Menjadi Agenda Andalan Sebagai Sarana Silaturahmi dan Destinasi Wisata
KUDUS, iMNews.id – Organisasi Paguyuban Kawula Kraton Surakarta (Pakasa) Cabang (Kabupaten) Kudus berencana menjalin kerjasama dengan juru-kunci dan pamong makam Pangeran Puger yang ada Desa Demaan, Kecamatan Kota, untuk mengembangkan potensi wisata religi yang dirangkai dengan prosesi adat saat nyadran dan haul (khol).
Rencana itu akan diwujudkan dalam waktu dekat, setelah GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat Kraton Mataram Surakarta, memberi sinyal positif. Sinyal dukungan itu agar bisa diwujudkan pada musim nyadran bulan “Ruwah” dan haul di bulan wafat tokoh atau “jamasan” makam bulan “Sura” di tahun 2025.
“Wilayah Kabupaten Kudus ‘kan punya makam leluhur Dinasti Mataram, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria dan makam Pangeran Puger. Yang dua itu sudah dikuasai para ahli waris dan tidak menjadi agenda ziarah kraton. La yang satu lagi, makam Pangeran Puger, kelihatannya sangat memungkinkan untuk ditingkatkan pemeliharaannya”.
“Dari pantauan saya, makam Pangeran Puger masih sepi dari peziarah. Saya tidak tahu apa sebabnya. Saya juga belum mendengar ada utusan dari kraton berziarah ke situ. Karena Pakasa Cabang Kudus belum punya agenda kegiatan baku, sedianya kami akan jadikan makam itu sebagai pusat kegiatan adat,” ujar KRA Panembahan Didik.
“Plt” Ketua Pakasa Cabang Kudus, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Gadinagoro itu, dalam beberapa kali percakapan dengan iMNews.id sampai kemarin, menyatakan pihaknya kini sudah mendapatkan solusi bahkan dukungan semangat untuk ikut merawat makam Pangeran Puger setelah Gusti Moeng memberi sinyak dukungan.
Dalam gambaran perencanaannya, setelah bersepakat dengan juru-kunci dan pamong makam Pangeran Puger, akan dibentuk sebuah badan yang akan bersama-sama menjaga, memelihara dan mengembangkan potensi wisata spiritual religi makam leluhur Dinasti Mataram dari zaman Raja kedua Kraton Mataram, Prabu Hanyakrawati itu.
“Kalau ada potensi kekayaan situs makam, seperti yang dimiliki Pakasa Cabang Pati, Jepara, Grobogan dan Ponorogo misalnya, ini sangat membantu Pakasa untuk berkembang. Dan bagi kami, yang utama sebagai sarana silaturahmi antar internal warga Pakasa dan dengan Pakasa cabang lain serta kraton”.
“Kalau ada kegiatan nyadran, haul atau jamasan, ‘kan bisa ngaturi Gusti Moeng atau utusan dari kraton. Kalau ada kirab dan didukung prajurit kraton, Kudus jelas akan menjadi destinasi wisata spiritual yang semakin menarik. Yang akan ikut merasakan manfaatnya, ya masyarakat, juga Pemkabnya,” jelas KRA Panembahan Didik.
Ditambahkan, dirinya sudah mendapat informasi bahwa makam Pangeran Puger sudah dijaga dan dirawat seorang abdi-dalem juru kunci bernama ML Zainal Arifin Hadi Puspoko, yang pernah mendapat “kekancingan” dari Gusti di tahun 2018. KRA Panembahan akan segera berdialog dengan abdi-dalem ini, dalam waktu dekat.
Namun, lanjutnya, sebelum sampai mewujudkan agenda kegiatan baku ikut memuliakan Pangeran Puger itu, diharapkan agenda pengukuhan susunan kepengurusan Pakasa Cabang Kudus bisa diwujudkan lebih dulu. Pengukuhan kepengurusan cabang penuh, yang ditandai dengan peningkatan posisi dari “Plt” Ketua menjadi “Ketua” penuh.
“Urutannya seperti itu. Jadi, kepengurusan Pakasa cabang secara lengkap dan penuh agar dikukuhkan dulu. Karena, saya masih ‘Plt’. Saya sedang mengumpulkan sarana untuk menggelar upacara pengukuhan, mengundang Pangarsa Pakasa Punjer, Pangarsa Lembaga Dewan Adat (LDA) dan rombongan kraton”.
“Kalau kepengurusannya belum lengkap dan belum dikukuhkan penuh, rasanya kurang ‘sreg’. Karena, untuk mendaftarkan organisasi Pakasa cabang ke kantor Kesbangpol Pemkab Kudus, syaratnya harus penuh susunan pengurusnya. Kami juga akan mengundang para pejabat terkait saat pengukuhan,” ujar KRA Panembahan Didik.
Karena belum punya agend kegiatan baku, Pakasa Cabang Kudus banyak mengisi kegiatan dengan mengkreasi kegiatan religi yang dibalut dengan sentuhan seni budaya Jawa. Misalnya ritual “Grebeg Mulud”, “Mapag Wulan Siyam” dan “Jamasan Terompet Mbah Glongsor” seperti yang sudah dicoba rutin dalam 2-3 tahun ini.
Sementara itu, Gusti Moeng selaku Pangarsa (LDA) yang dimintai konfirmasi iMNews.id kemarin menegaskan, kraton sangat mendukung upaya Pakasa Cabang Kudus yang akan ikut merawat makam Pangeran Puger. Dirinya siap datang bersama rombongan kraton jika ada kegiatan kirab ritual nyadran atau haul.
“Siapa saja yang mau ziarah ke makam Pangeran Puger, mangga, silahkan. Bebas. Apalagi Pakasa Cabang Kudus, malah tepat sekali. Karena yang memiliki wilayah Kabupaten Kudus. Kraton sangat mendukung. Kami siap hadir kalau sewaktu-waktu diundang untuk acara nyadran atau haul,” ujar Gusti Moeng menuturkan, kemarin.
Sementara itu, KRA Subagyo Teguh Wirotaruno yang masih menjabat Ketua Pakasa Cabang Tegal senang sekali mendengar Gusti Moeng atau kraton mendukung upaya Pakasa Cabang Kudus yang ingin ikut memuliakan tokoh Pangeran Puger di makamnya. Diapun sangat mendukung keputusan kraton dan langkah-langkah Pakasa Kudus itu.
“Sedikit-banyak saya juga belajar sejarah. Kalau setiap tokoh Dinasti Mataram punya plus-minus selama perjalanannya memimpin negara/kraton dan dinasti, itu wajar saja. Yang kita ambil dan teladani sisi baiknya, nilai-nilai positifnya saja yang bermanfaat bagi kehidupan kini dan mendatang”.
“Termasuk pula, Pangeran Puger. Mungkin juga dianggap punya kekurangan. Tergantung dari mana melihatnya. Tetapi, semua itu sudah lewat jauh. Dan yang tidak bisa diubah, beliau itu tetap tokoh yang menjadi bagian dari leluhur Dinasti Mataram. Jadi, ya sudah sepantasnya kita muliakan, tanpa perlu melihat kekurangannya”.
KRA Subagyo Teguh Wirotaruno yang beberapa kali melakukan percakapan dengan iMNews.id hingga kemarin sangat mendukung sikap dan langkah semua masyarakat adat keturunan Dinasti Mataram, yang mau peduli menjaga, merawat nilai-nilai yang ditinggalkan para tokohnya serta memuliakannya tanpa tanpa kecuali.
Menurutnya, generasi masyarakat adat masa kini termasuk keluarga besar Pakasa cabang, wajib melakukan itu demi kebesaran nama para leluhur, dan juga kebesaran nama generasinya. Karena generasi anak-cucu kelak pasti akan melihat apa yang dilakukan generasi sekarang. Termasuk, cara memandang fenomena “makam kembar”.
Dia sangat memaklumi adanya genomena “makam kembar” beberapa tokoh yang sama di dua lokasi berbeda yang berjauhan. Menurutnya tak perlu bersikukuh mengklaim mana yang asli, tetapi jauh lebih bijak mengedukasi masyarakat untuk menghargai semua simbol-simbol nilai dan jasa tokoh, di manapun makamnya berada. (won-i1).