Prajurit Keraton Mataram Surakarta, Sebuah Atraksi Tentang Keindahan (3-bersambung)

  • Post author:
  • Post published:January 27, 2022
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read

Pernah Punya Pasukan ”Angkatan Laut” Bernama Bregada Prajurit Rajamala

IMNEWS.ID – RIWAYAT ”nagari” Mataram Surakarta yang pernah eksis selama 200 tahun (1745-1945), memiliki sistem pertahanan yang di dalamnya ada kekuatan personel prajurit yang hampir memenuhi matra yang dimiliki NKRI sekarang ini. Mungkin matra udara yang berkait dengan kekuatan pertahanan udara, yang belum dimiliki negara monarki keturunan Dinasti Mataram, waktu itu, karena matra perairan (laut) sudah ada, dan matra darat malah terdiri dari 10 bregada prajurit yang sebagian besar kini masih dirawat Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta.

Sebagai catatan, kekuatan personel pertahanan matra udara memang belum dimiliki sampai ”nagari” Mataram Surakarta dinyatakan Sinuhun PB XII bergabung ke NKRI pada 17 Agustus 1945, karena memang sampai saat itu perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tentang kedirgantaraan yang berasal dari dunia barat belum diadopsi secara resmi oleh ”nagari”. Barulah ketika NKRI sudah benar-benar menata sistem pertahanannya lengkap tiga matra, kekuatan pertahanan udara yang bernama AURI (kini TNI AU-Red) barulah dimiliki.

Meski begitu, diakui atau tidak, NKRI banyak mengadopsi sisi lain atau kearifan lokal yang pernah dimiliki peradaban-peradaban yang sebelumnya ada di Nusantara, terutama peradaban Mataram Surakarta. Sebab, secara lengkap Mataram Surakarta sudah memiliki sistem pertahanan nyaris komplet, dengan kekuatan 10 bregada prajurit yang masuka matra darat dan satu kekuatan bregada prajurit perairan yang lahir sejak ”nagari” Mataram Surakarta memiliki ”besan” Adipati Tjakraningrat, Kadipaten Sumenep, Madura antara tahun 1788-1820.

Mirip Prajurit ”Kopassus”

UPACARA ADAT : Titik penting fungsi bregada prajurit Tamtama Keraton Mataram Surakarta, sebagai bagian tak terpisahkan pelaksanaan upacara adat, misalnya saat berlangsung ritual Sesaji Mahesa Lawung, yang jatuh tiap 100 hari setelah 17 Sura. Mereka berjaga saat prosesi pembawa uba-rampe sesaji meninggalkan Pendapa Sitinggil Lor menuju halaman pendapa. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

”Kesatuan prajuritnya bernama Bregada Rajamala. Sejak Sinuhun PB IV mundhut garwa dua putri Adipati Tjakraningrat, sejak itu dibentuk pasukan perairan. Kalau sekarang, ya mirip Angkatan Laut (TNI AL-Red). Karena, pasukan matra perairan dibutuhkan untuk mengawal dua permaisuri itu, kalau ada keperluan berkunjung ke Sumenep (Madura),” ujar KRRA Budayaningrat, seorangh ”dwija” (guru) pada Sanggar Pasinaon Pambiwara Keraton Mataram Surakarta, menjawab pertanyaan iMNews.id, kemarin.

Guru sanggar yang juga Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa SMA se- Jateng itu menyebut, sampai selepas NKRI lahir, bregada prajurit Rajamala menjadi vakum atau sudah tidak diaktifkan. Namun, menurutnya kini perlu dipertimbangkan untuk diaktifkan lagi, untuk kelengkapan bregada prajurit yang pernah dimiliki keraton, meski tujuannya hanya untuk kepentingan atraksi pariwisata.

Bahkan, almarhum sesepuh keraton, semasa menjabat Wakil Pengageng Kusumawandawa KPH Broto Adiningrat pernah bertutur kepada iMNews.id, dulu keraton juga memiliki kesatuan prajurit yang bernama Bregada Prajurit Jaya Tanantaka. Bersama Bregada prajurit Rajamala, bregada Prajurit Jaya Tanantaka yang memiliki kemampuan tempur mirip prajurit ”Kopassus” (kini), perlu direkonstruksi kembali sebagai kekayaan budaya, apalagi sangat menarik sebagai atraksi wisata.

Komposisi Warna yang Indah

TRADISI SYAWALAN : Menjelang tahun 1990-an, sebuah atraksi wisata memeriahkan syawalan/Lebaran di Taman Jurug, Solo, menggunakan perahu berhias ”canthik” Rajamala untuk ritual larung sesaji. Karena, Bengawan Solo merupakan rute jalur lalu-lintas Keraton Mataram Surakarta-Kadipaten Sumenep (Madura) p/p yang dikawal Bregada Prajurit Rajamala sejak tahun 1788. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dua bregada itu, disebutkan KRRA Budayaningrat memiliki cirikhas seragam atau kostumnya yang beda dengan 9 bregada lainnya, yaitu serba hitam untuk Bregada Jaya Tanantaka dan lurik dengan komposisi warna hitam-merah-abu-abu untuk seragam/kostum Bregada Rajamala. Sedangkan, 9 bregada prajurit yang kini dikomandani KRAT Pradnjono Reksoyudo itu, memiliki ciri khas warna dasar hitam garis pinggir merah milik bregada prajurit Tamtama Korp Musik (1), yang biasanya berada di barisan paling depan dengan komandan korps/regu.

Kemudian, (2) Bregada Prajurit Tamtama (beskap) hitam dan mengenakan jarik (kain) submotif ”pereng”, (3) Bregada Prajurit Prawira Anom dengan beskap warna hijau dan berjarik ”pereng”, (4) Bregada Jayengastra dengan beskap biru dan berjarik ”pereng”, (5) Bregada Sarageni dengan beskap merah tetapi jarik yang dikenakan model ”dodotan”, (6) Bregada Darapati dengan beskap Hijau dengan jarik ”pereng” tetapi mengenakan topi ”krop”, (7) Bregada Jayasura dengan hitam dan jarik submotif poleng dan (8) Bregada Baki dengan beskap merah dan jarik lurik/poleng warna biru.

”Khusus Bregada Panyutra agak beda kostumnya. Karena pakai rompi warna kuning-hijau (pare anom-Red) dengan selempang mera, berkalung busur panah dan menggendong anak-panah. Hiasan di kepala hanya iket. Dan khusus prajurit ini, sewaktu berjalan dalam prosesi, langkahnya harus gagah, mengikuti irama gamelan Cara Balen,” tutur Gusti Moeng, selaku Ketua LDA sekaligus Pengageng Sasana Wilapa, menjawab pertanyaan iMNews.id di tempat terpisah.

Panyutra dan Cara Balen

MANGGALA PRAJURIT : Selaku ”manggala” (komandan) Bregada Prajurit Keraton Mataram Surakarta, KRAT Pradnyono Reksoyudo sedang memimpin ”pasukannya” mengawal prosesi upacara adat larap selambu makam Sinuhun Amangkurat Agung di makam Tegalarum, Kabupaten Slawi, yang digelar LDA, beberapa waktu lalu.  (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Baik Gusti Moeng maupun KRRA Budayaningrat dan Jaka Daryanto SSn MSn yang sering menabuh kendang gamelan Cara Balen melukiskan, prosesi arak-arakan atau kirab prjaurit baik mandiri atau  menjadi bagian pendukung upacara adat di keraton, akan semakin hidup dan indah apabila dilengkap Bregada Prajurit Panyutra lengkap dengan gamelan Cara Balen. Karena, gamelan Cara Balen yang berpadu dengan Korp Musik Bregada Prajurit Tamtama, bisa memandu ritme langkah selain menjadi daya tarik dari sisi keindahan auditifnya.

Memang, keberadaan semua bregada prajurit itu kini menjadi bagian atau komponen yang tak bisa terpisahkan dari pelaksanaan upacara adat yang jumlahnya ada 9 jenis yang silih berganti dilakukan keraton selama 1 tahun kalender Jawa. Tetapi, bisa juga dikreasi menjadi berdiri sendiri sebagai sebuah atraksi yang terpisah dari upacara adat, seperti kirab defile yang digelar LDA pada Minggu (23/1) lalu (iMNews.id, 23/1).  

Bahkan, sebagai sebuah sajian mandiri dalam kemasan komoditas atraksi wisata, untuk kelengkapan dan pemenuhan unsur estetika auditifnya, pemerhati sejarah Widodo Ariwibowo dari Asga menyebut, korp musik tentara Kerajaan Swiss bisa menjadi contoh yang baik dalam melakukan inovasi. Dan persoalan itulah yang kini sedang diupayakan Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa, melakukan pendaftaran calon prajurit baru, termasuk personel korp musiknya serta butuh pelatihan intensif untuk menggenapi/mengisi kekosongan yang sudah mendesak. (Won Poerwono-bersambung/i1)