Berkembang di ”Bekas Wilayah Kedaulatannya” Demi Pelestarian Budaya
IMNEWS.ID – ORGANISASI Pakasa yang dilahirkan Sinuhun PB X pada 29 November 1931, ternyata tidak disediakan hanya untuk keperluan di zaman Raja ingkang wicaksana itu saat jumeneng sebagai ”kepala negara” (1893-1939). Tetapi, justru diperlukan para ”kepala negara” penerus di zaman-zaman sesudahnya, yaitu Sinuhun PB XI (1939-1945), bahkan sesudah ”nagari” Mataram Surakarta berakhir di saat Sinuhun PB XII jumeneng (1945-2004) dan berubah di alam kemerdekaan.
Sejak 1945 hingga 2004, eksistensi Pakasa memang menghadapi dinamika sosial politik yang dahsyat di saat NKRI mencoba berdiri tegak di tengah berbagai pergolakan sampai tahun 1965, yang membuat organisasi ini vakum sampai 2004. Tetapi, momentum munculnya Sinuhun PB XIII yang mendapat dukungan penuh dari Pakasa yang sudah terbentuk kepengurusannya di beberapa daerah, kini pelan-pelan berkembang dan semakin eksis.
Di wilayah Jateng misalnya, selain daerah yang masuk kawasan Solo Raya, sudah terbentuk pengurus Pakasa Cabang Jogja, Banjarnegara, Jepara dan Grobogan. Di antara cabang yang kini berkembang pesat baik dari sisi kelengkapan pengurus anak cabang dan jumlah anggotanya, adalah Pakasa Cabang (Kabupaten) Klaten (Solo Raya) yang memiliki 15 anak cabang, 6 perwakilan anak cabang, 5 kecamatan yang bergabung ke cabang lain dan dua kecamatan dimekarkan masing-masing memiliki dua anak cabang yaitu Kecamatan Jatinom dan Kecamatan Gantiwarno.
”Dalam situasi dan kondisi seperti ini, aktivitas pengembangan tetap ada, walaupun harus ‘alon-alon’. Pokoknya tetap jalan. Dan mungkin, anggota Pakasa Cabang Klaten paling banyak anggotanya. Sekarang sudah belasan ribu orang. Ini demi pelestarian budaya Jawa. Karena di situ berkumpul warga yang ingin mempelajari dan menjalankan tatakrama, tatasusila, unggah-ungguh dan tatabasa dengan baik. Mereka juga ingin agar generasi keturunannya tetap melestarikan hal yang mendasar dalam kehidupannya,” sebut Ketua Pakasa Cabang Klaten, KRAT Probonagoro yang dihubungi iMNews.id, kemarin.
Jumlah anggota Pakasa Cabang Klaten memang luar biasa, mungkin paling banyak di antara cabang-cabang yang ada. Tetapi, karena berbagai situasi yang menghadang, banyak juga anggota dan anak cabangnya yang tidak bisa total dalam pengabdiannya, mengingat menjadi anggota Pakasa adalah panggilan pengabdian. Selain itu, munculnya sebuah organisasi yang berlabel ”Hondrowino”, banyak mengecoh para anggota Pakasa yang semula tulus ikhlas suwita.
”La wong suwita di keraton itu untuk benar-benar memahami sabdadalem ‘Kuncara ruming bangsa, dumunung ana ing luhuring budaya’. Artinya, mengabdi hanya untuk keluhuran budaya, agar bangsa dan peradaban bisa dikenal luas dan dikagumi. Bukan ngawula materi bandha-donya dan diajak sesukan atau bersenang-senang seperti yang dimaksud dengan ‘Hondrowino’ itu. Kalau memag punya niat menghargai jasa-jasa leluhur, mestinya ikut membesarkan Pakasa. Bukan malah bikin ‘Hondrowino’. Apalagi, saya dengar sepak-terjangnya negatif,” ketus KPP Wijoyo Adiningrat, salah seorang paranparanata di Keraton Mataram Surakarta bernada kesal.
Memang tidak bisa dipungkiri, meskipun banyak cabang berkembang, perjalanan Pakasa ”reborn” sejak 2004 belum bisa ideal seperti yang diharapkan, terlebih ketika ada gangguan ”pihak lain” (label Hondrowino). Seperti di Cabang Boyolali misalnya, banyak anak cabang yang anggotanya terkecoh oleh ”rayuan” organisasi serupa Pakasa, padahal hanya dimanfaatkan untuk mendukung partai tertentu di keperluan Pileg dan Pilkada.
Berkembang pelan tetapi pasti, itu identik dengan Pakasa Cabang Banjarnegara yang dipimpin KRAT Eko Budiharto Tirtonagoro selaku ketuanya, yang saat ini memiliki sekitar 15 anak cabang dari sekitar 20 kecamatan dengan anggota sekitar 400 orang. Begitu pula Cabang Jepara yang dipimpin KRAT Bambang Setiawan Hadipuro, meski baru sekitar dua tahun terbentuk, cabang yang punya 16 kecamatan ini sudah memiliki lebioh dari 300-an anggota.
”Bulan Maret nanti, kami akan menggelar upacara wisudan bagi abdidalem penerima kekancingan. Kami agendakan ngaturi rawuh GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua LDA dan KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa untuk mewisuda 218 anggota Pakasa yang kami usulkan. Sekaligus, ‘tetepan’ (penetapan) pengurus Pakasa anak cabang (kecamatan),” ujar KRAT Bambang yang dihubungi di tempat terpisah.
Di wilayah Jatim yang juga pernah menjadi wilayah kedaulatan ”nagari” Mataram Surakarta selama 200 tahun (1745-1945), ada salah satu cabang Pakasa yang berkembang sangat pesat, yaitu Kabupaten Ponorogo yang potensi kekuatannya bisa disebut sebagai ”cabang istimewa” bagi Pakasa Keraton Mataram Surakarta masa kini. Cabang yang menamakan diri ”Gebang Tinatar” ini, dipimpin ketuanya KRRA MN Gendut Wreksodiningrat, kini sudah menuntaskan 21 kecamatan yang ada terbentuk pengurus Pakasa anak cabang.
”Kalau semuanya masih setia pada Pakasa, jumlah anggota kami di 21 Pakasa anak cabang itu bisa 5.000 orang bahkan lebih. Karena, belum lama terbentuk Paguyuban Reog Ponorogo yang anggotanya lebih dari 500 orang. La, yang saya sebut kalau masih setia, itu karena ada yang tidak setia, walau jumlahnya kecil. Ya, karena terkecoh organisasi sebelah (label Hondrowino) itu,” tunjuk KRRA MN Gendut sambil berkelakar, saat dihubungi di tempat terpisah, kemarin.
Selain Cabang Ponorogo atau Gebang Tinatar, di Jatim yang berada di kawasan wilayah ”Mataraman” justru sudah terbentuk pengurus Pakasa Cabang, bahkan di luar wilayah itu speerti Kota dan Kabupaten Malang serta Kabupaten Sidoarjo yang sedang mempersiapkan wisudan dan tetepan pengurus anak cabang dalam waktu dekat. Kabupaten Nganjuk yang menjadi satu wilayah eks ‘Mataraman” bersama Kabupaten Magetan, Ngawi, Madiun, Treganggalek, Pacitan dan Ponorogo, bahkan mengagendakan wisudan abdidalem dan tetepan pengurus Pakasa Cabang yang diagendakan berlangsung Minggu (16/1) yang akan dihadiri Ketua LDA dan Pangarsa Punjer Pakasa. (Won Poerwono-bersambung)