Partai Politik Bukan Satu-satunya Instrumen yang Mendominasi
RIAU, iMNews.id – Kerajaan dan Kesultanan se-Nusantara (termasuk kedatuan, pelingsir adat dsb-Red), harus diberi tempat dalam sistem politik di Tanah Air, karena sumbangsihnya dalam proses lahirnya NKRI luar biasa. Oleh sebab itu, semua kerajaan/kesultanan/kedatuan/pelingsir adat sebagai ‘’pemegang saham utama’’ negeri ini, harus terwakili dalam sistem demokrasi di NKRI, agar bisa ikut menentukan arah perjalanan bangsa.
‘’Kerajaan dan Kesultanan adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini. Tapi mengapa arah perjalanan bangsa dan negara ini hanya ditentukan oleh partai politik sebagai satu-satunya instrumen? Kena para pendiri bangsa dan pemilik saham yang hanya entitas masyarakat sipildan nonpartisan, justru tidak memiliki (diberi-Red) ruang ikut menentukan arah perjalanan bangsa,’’ tandas Ketua DPD RI AA LaNyala Mahmud Mattalitti dalam pidato sambutannya di depan tuan rumah Kesultanan Pelalawan dan para raja/sultan anggota MAKN yang dijamu di Istana Sayap, Riau, Kamis (9/12).
Melalui siaran pers lembaga tinggi negara itu disebutkan, Ketua DPD RI dijamu tuan rumah Sultan Pelalawan X Assyyidis Syarif kamarudin Harun Tengku Besar Pelalawan dan para undangan lain dalam kesempatan safarinya berkeliling untuk bersilaturahmi dengan para raja/sultan/datu/pelingsir adat yang sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Lembaga Majlis Adat Keraton Nusantara yang diketaui KPH Edy Wirabhumi yang mewadahi kelembagaan adat para raja/sultan/datu/pelingsir adat itu, menjadi mitra DPD RI untuk keperluan itu.
LaNyala Mattalitti yang pada kesempatan itu mendapat gelar kekerabatan Datuk Sri Wira Utama Diraja oleh Sultan Pelalawan X itu selebihnya bertanya dengan tandas, mengapa para raja dan sultan sebagai pemilik saham utama malah terpinggirkan dan tidak memiliki saluran atau ruang untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa?. Karena menurutnya, Indonesia besar karena lahir dari sejarah peradaban yag unggul, yaitu peradaban kerajaan dan kesultanan di Nusantara.
‘’Dukungan nyata pada lahirnya negara ini, juga dibuktikan tidak hanya secara moril, tetapi juga materiil. Sikap ‘legawa’’ yang luar biasa para raja/sultan di Nusantara yang telah mengakui kedaulatan NKRI pada 17 Agustus 1945, adalah bentuk konkret dukungan moril mereka,’’ tunjuk LaNyala.
Dukungan materiil para raja/sultan/datu/pelingsir adat yang disebut LaNyala, antara lain berupa bantuan uang, emas, tanahkerajaan dan bangunan sebagai modal mendirikan negara di awal kemerdekaan. Bahkan, sampai saat ini sjumlah tanah aset kerajaan dan kesultanan di Nusantara ini, masih digunakan untuk kepentingan pemerintah.
Dalam catatannya, ada sesuatu yang menghambat terwujudnya ruang bagi para raja/sultan/datu/pelingsir adat dan elemen sipil nonpartisan lainnya dalam upaya ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Salah satunya yang menghambat, adalah UUD 45 hasil amandemen tahun 1999 hingga 2002 yang hanya memberikan ruang dalam sistem demokrasi di negeri ini hanya kepada partai politik, untuk mengurus segala hal di negeri ini.
Dalam kesempatan itu, Ketua MAKN KPH Edy Wirabhumi yang hadir bersama Sekjen MAKN RAy Yani Wage Sulistyowati Koeswodidjoyo dan Pokja Kerajaan Nusantara Yurisman Star, ikut memberikan sambutan. Seperti diketahui, MAKN sebagai bentuk baru Forum Silaturahmi Keraton Nusanatara (FSKN) kini menghimpun sekitar 50 keraton/kesultanan/kedatuan/pelingsir adat yang tersisa dari 250-an lembaga masyarakat adat sebelum NKRI lahir.
Selain itu ada 50-an lembaga masyarakat adat yang terhimpun dalam FKIKN dan tiap tahun menggelar silaturahmi budaya dalam Festival Keraton Nusantara, meski sudah dua tahun absen karena pandemi Corona. (won)