Sumbang Rp 5 Juta untuk Pekan Seni 90 Tahun Pakasa
SOLO, iMNews.id – Pembukaan Pekan Seni dan Ekraf (Ekonomi Kreatif) peringatan 90 tahun Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Paksa) di Pendapa Pagelaran Sasanasumewa, Selasa malam (30/11), menghembuskan angin sejuk bagi keluarga besar Keraton Mataram Surakarta dan segenap masyarakat adatnya yang menjadi bagian publik secara luas. Sebab, Wakil Wali Kota Teguh Prakosa yang menjadi representasi pemerintah (Pemkot) dan Ketua (Pangarsa) Pakasa Pusat (Punjer) KPH Edy Wirabhumi yang merepresentasikan sebagian dari keluarga besar keraton itu, mengungkapkan semangat dan harapan yang senada untuk segera mengakhiri ‘’kemelut’’ yang terjadi di keraton sejak 2017.
‘’Memang benar, jadi pemerintah (Pemkot) sangat berharap agar segera terwujud upaya menuntaskan pandemi Corona dengan menaati segala aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Bersamaan dengan itu, pemulihan ekonomi terutama di tingkat menengah ke bawah (UKM), harus segera dilakukan bersama-sama, bergotong-royong, bahu-membahu antara pemerintah dengan masyarakat, dalam hal ini keraton. Untuk itu, melalui momentum malam ini, mudah-mudahan akan menjadi awal yang baik (keluarga besar keraton) untuk bersatu kembali dan bekerjasama dengan pemerintah. Karena, kebangkitan dan pemulihan ekonomi di Kota Surakarta, tidak bisa tanpa keraton yang selama ini menjadi destinasi wisata, sebagai salah satu unggulan dalam menopang ekonomi kota,’’ tegas Wakil Wali Kota Teguh Prakosa, baik saat menyampaikan isi pidato Wali Kota Gibran Rakabuming yang diwakilinya, maupun ungkapan secara spontan saat mendapat kesempatan memberi sambutan pembukaan ‘’Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa’’, di Pendapa Pagelaran Sasanasumewa, Selasa malam (30/11).
Pernyataan spontan maupun kalimat sambutan yang dibacakan itu, seakan gayung-bersambut atau ‘’pantun-berjawab’’ dengan laporan Ketua Pakasa Pusat, KPH Edy Wirabhumi yang tampil sebelumnya. Menurutnya, suasana batin yang selama ini dirasakan (pihak LDA dan para pendukungnya), tentu ada batasnya, sehingga sudah semakin tidak nyaman.
Oleh karena itu, lanjut KPH Edy, pihaknya sudah lama menunggu ajakan pihak lain (Keluarga besar keraton) untuk menjalin dialog dan berkomunikasi serta melangkah ke arah bersatunya kembali keluarga besar keraton. Sebagai representasi Lembaga Dewan Adat (LDA) yang dipimpin Gusti Moeng sebagai ketuanya, wadah seluruh trah darahdalem dan para kerabat serta berbagai elemen yang ada di bawahnya itu, berharap melalui momentum peringatan 90 tahun Pakasa itu menjadi titik awal untuk mewujudkan suasana yang ideal bagi seluruh keluarga besar keraton itu, karena semangat untuk berkejasama bangkit dan pulih dari pandemi, sudah ditunggu-tunggu pemerintah dan publik secara luas.
‘’Suasana batin kami sudah sampai batasnya. Karena sudah tidak nyaman. Untuk itu kami sudah menunggu kesempatan untuk bersatunya kembali secara utuh, mengingat ada tugas, tanggungjawab dan kewajiban bersama dengan pemerintah yang sudah ditunggu. Momentum peringatan 90 tahun Pakasa ini, mudah-mudahan menjadi jalan untuk mewujudkan harapan ideal seluruh keluarga besar keraton,’’ pinta KPH Edy.
Sepertinya, Wakil Wali Kota Teguh Prakosa memang menunggu-nunggu datangnya momentum untuk bisa bertemu dan berbicara dari hati ke hati seperti yang terjadi pada pembukaan ‘’Pekan Seni dan Ekraf 90 Tahun Pakasa’’ malam itu. Maka, di luar teks sambutan Wali Kota, ia banyak berkisah tentang sebagaian perjalana hidup dalam beberapa dekade sebelumnya, karena merasa dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan Kelurahan Baluwarti, yang menjadi satu kelurahan dengan bangunan induk dan inti Keraton Mataram Surakarta.
‘’Khusus tentang yang diungkapkan (KPH Edy Wirabhumi) tadi, saya juga ikut merasakan. Karena saya lahir dan besar di lingkungan ini. Kalau malam, sering tugur di dekat patung Gupala (teras Kori Kamandungan). Tapi, kok satpamnya galak-galak. Maka saya pindah ke depan museum (Musem Art Gallery-Red). Intinya, kami sangat berharap keluarga besar keraton kembali rukun dan bersatu kembali. Sebagai destinasi wisata andalan Kota
Surakarta, sangat penting artinya. Maka, kalau (Gusti Moeng dan para pendukung) mundur selangkah agar bisa terwujud harapan itu tadi, saya kira itu yang kita harapkan semua. Mundur bukan berarti kalah lo… Karena, itinya kita harus menghormati satu sama lain. Tapi, kalau yang dihormati tidak mau, ya……..,’’ ungkap Wawali yang tidak meneruskan kalimatnya, tetapi langsung disambut gelak-tawa semua yang hadir, karena terkesan sudah memahami apa yang dimaksud Wawali.
Dalam laporannya KPH Edy menyebutkan, terselenggaranya pentas dan pameran mulai tanggal 30 November hingga 5 Desember itu, karena gotong-royong warga Pakasa dari sejumlah cabang di berbagai daerah (Jateng dan Jatim) dan kalangan kerabat. Ada yang menyumbang panggung, sound system, makanan dan yang ikut pameran ekonomi kreatif (Ekraf) di stan yang disediakan, adalah dibiayai sendiri, termasuk 27 grup reog yang akan tampil nanti, datang dan dibiayai sendiri.
‘’Saya juga mau nyumbang Rp 5 juta. . Tapi ini uang pribadi lo. Karena, yang bisa siap di tangan, ya hanya sebanyak itu. Kalau lewat anggaran (APBD), prosesnya panjang, tidak bisa dadakan. Kalau Rp 1 milyar, jelas saya tidak punya. Kalau saya nyumbang sebesar itu, pasti buntutnya panjang. Karena pasti dipertanyakan (asal-usulnya),’’ ketus Wawali dengan gaya kelakarnya dan disambut tepuk-tangan semua yang hadir.
Pada pembukaan malam itu, disajikan beberapa suguhan tari Eko Prawiro ciptaan KRT Maridi Tondonagoro dari Pakasa Cabang Surakarta, tari Bedaya Duradasih (PB IV) sajian Sanggar Beksa Keraton Surakarta asuhan Gusti Moeng, geguritan dan teater monolog dari Pakasa Cabang Semarang dan diakhiri pentas pakeliran padat oleh Ki Joko Sartono dari Pakasa Anak Cabang Pengging (Boyolali). Sebelumnya, tepat pada tanggal kelahiran Pakasa 90 tahun lalu, yaitu 29 November kemarin, Gusti Moeng menggelar kenduri wilujengan di depan Bangsal Pangrawit, Pendapa Pagelaran, yang diikuti para sentana dan abdidalem. (won)