Gusti Moeng Mengakui Keunggulan Almarhumah Sang Kakak
SOLO, iMNews.id – Sampai lewat dari upacara pemakamannya, sampai tadi siang ucapan bela-sungkawa dari berbagai pihak masih berdatangan dan diucapkan langsung maupun tidak kepada Gusti Moeng selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA), maupun kepada sejumlah tokoh kerabat di lingkungan LDA Keraton Mataram Surakarta. Di antara yang menyampaikan ucapan itu, adalah vokalis grup band D’Masiv Rian Ekki Pratama (34) yang mengajak rombongannya menemui Gusti Moeng di kantornya, kawasan Kamandungan, Baluwarti, tadi siang.
Rian D’Masiv yang bersama rombongan produser film, tadi siang diterima Gusti Moeng dan suami, KPH Edy Wirabhumi di kantor eks Badan Pengelola (BP) yang letaknya di depan pintu masuk utama (Kori Kamandungan) kawasan kedaton Keraton Mataram Surakarta itu. Selain mengucapkan bela-sungkawa secara langsung, rombongan meneruskan pembicaraan yang sudah diagendakan sebelum ada kabar duka meninggalnya GKR Retno Dumilah atau Gusti Retno (iMNews.id, 28/5) dan dimakamkan di Astana Pajimatan Imogiri, Kamis (27/5).
”Iya, sebelumnya kami sudah janji mau datang kemarin (Rabu, 27/5) untuk melanjutkan agenda pembicaraan soal bikin karya film. Tetapi malam sebelumnya malah menerima kabar duka meninggalnya Gusti Retno. Maka, pertemuan kami undur hari ini (tadi siang-Red), sekaligus untuk mengucapkan dukacita secara langsung kepada Gusti Moeng. Kesempatan ini, sekalian dimanfaatkan teman-teman untuk menyampaikan bela-sungkawa,” ujar Rian menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi siang.
Meski belum mengetahui secara panjang-lebar tentang sosok almarhumah, Rian mengaku sangat kaget mendengar kabar duka tersebut. Karena, dalam pertemuan yang baru beberapa kali, dirinya merasa sudah akrab dengan almarhumah, terutama saat bersama-sama terlibat gerakan kerjabhakti resik-resik lingkungan Keraton Mataram Surakarta, yang berlangsung selama beberapa minggu sebelum bulan puasa.
Ucapan duka juga datang dari KRT Hendri Rosyad Wrekso Puspito yang melayat langsung di lokasi persemayaman, Pendapa Sasanamulya. Kepada iMNews.id di tempat terpisah tadi pagi, dia merasa kehilangan dan menyampaikan duka mendalam baik kepada Gusti Moeng, KPH Edy Wirabhumi maupun KGPH Puger yang dijumpainya saat jenazah Gusti Retno hendak diberangkatkan menuju Astana Pajimatan Imogiri, Kamis siang sekitar pukul 11.00 WIB.
”Saya ikut merasa terpukul dan sedih. Karena, beberapa pepunden di keraton mendahului kita menghadap Sang Khalik, Allah SWT. Saya hanya bisa mendoakan dan menyampaikan agar Gusti Moeng dan keluarga besar LDA diberi kesabaran dan kekuatan. Mengingat, seakan bertubi-tubi kehilangan para tokoh yang telah bersama-sama berjuang untuk tetap tegaknya adat, pelestarian budaya dan keraton. Saya juga berdoa, agar Sinuhun PB XIII diberi kesehatan, agar bisa menjalankan tugas dan kewajiban sesuai kedudukannya sebagai kepala keluarga,” pinta KRT Hendri.

Selain datang melayat dalam beberapa gelombang rombongan, warga Pakasa Cabang Ponorogo (Jatim) juga merasa terpukul dan sangat kehilangan dengan meninggalnya sosok GKR Retno Dumilah SH MKn yang bernama kecil GRAy Isbandiyah itu. Karena, warga Pakasa Cabang Gebang Tinatar itu punya ikatan kekeluargaan dan kekerabatan yang luar biasa dengan sejumlah tokoh, terutama saudara sekandung Gusti Moeng yang sangat sering bersilaturahmi dan mengunjungi Pakasa cabang ”Istimewa” di Kabupaten Ponorogo itu.
”Kami warga Pakasa Gebang Tinatar, merasa sangat kehilangan sekaligus prihatin, atas meninggalnya GKR Retno Dumilah. Semoga meninggalnya khusnul khotimah,” pinta KRA MN Gendut Wreksodiningrat selaku Ketua Pakasa Cabang Gebang Tinatar Kabupaten Ponorogo, dalam surelnya yang dikirim kepada iMNews.id tadi pagi.
Dalam kesempatan itu juga disebutkan, rombongan warga Pakasa yang datang sejak Rabu malam (26/5), Kamis pagi dan siang (27/5), terdiri dari keluarga trah keturunan Sinuhun PB VI yang juga dia pimpin selaku Ketua 1. Kemudian juga pengurus paguyuban trah yang lain seperti KRT Suro Agul-agul, Hj Siti Robani selaku Ketua Putri Narpawandawa Cabang Ponorogo, MNg Sunardi selaku jurukunci makam eyang Batara Katong dan KRT Prayit Kusumarjo (pimpinan kelompok Macapat).
Sementara itu, Gusti Moeng selaku Ketua LDA sehabis menerima rombongan Rian D’Masiv menyatakan, kepergian kakak kandung yang sangat dekat dengannya itu sungguh mengagetkan. Karena paginya masih bercanda dengan sang adik yaitu GKR Ayu Koes Indriyah, yang baru saja pulang dari Jakarta, kemudian bersama-sama menikmati peristiwa gerhana bulan total di sebuah warung makan di objek wisata Tawangmangu, mulai pukul 17.00-an WIB.

Sebagai adik kandung, Gusti Moeng merasa paling dekat karena banyak waktunya diluangkan untuk selalu bersama-sama, untuk berbagai keperluan, terutama dalam barisan perjuangan untuk menegakkan paugeran adat dan penyelamatan keraton dari kehancuran, meski hanya bisa dilakukan di luar keraton sejak insiden April 2017. Lima bersaudara yang semuanya perempuan yang lahir dari garwa ampildalem KRAy Pradapaningrum, ditambah sulung Sinuhun PB XIII yang bernama GKR Timoer Rumbai Kusumodewayani, merupakan barusan enam pendekar wanita atau Srikandi tangguh yang selama ini berjuang menghadapi ”ontran-ontran” suksesi 2004 dan insiden 2017.
”Maka saya benar-benar terpukul, dengan meninggalnya mbak Is (panggilan akrab GKR Retno Dumilah-Red). Apalagi, saat sakratul maut berada dalam dekapan saya sampai di RS Dr Moewardi Solo, untuk mendapat perawatan jenazah. Yang bikin tidak percaya, waktunya singkat sekali, dan keluhannya badan terasa lemas, perutnya sakit. Itu saja. Tapi, sebenarnya saya sudah menangkap tanda-tandanya dalam beberapa hari sebelum meninggal. Rata-rata, kami punya ketajaman spiritual di bidang itu. Termasuk mbakyu almarhumah itu. Malah dia punya kekuatan indigo,” ujar Gusti Moeng.
Bertubi-tubi ditinggal saudara dekat dan orang-orang dekat yang selama ini berada sebarisan dalam perjuangan, Gusti Moeng mengaku memang merasa terpukul. Namun dirinya tetap harus tegar, sadar dan waspada, sehingga bisa berbuat banyak di saat orang-orang memerlukan arahan dan keputusannya, terutama dalam soal adat yang berlaku dalam merawat jenazah, upacara persiapan, pemakaman dan informasi tentang segala aturan adat untuk pemakaman di makam khusus keluarga raja-raja Mataram Surakarta di Astana Pajimatan Imogiri.
Meski sejumlah tokoh dekat sudah tumbang satu persatu, semangat Gusti Moeng dan LDA yang dipimpinnya dinyatakan tidak kendor atau putus asa. Tetapi sebaliknya, dukacita yang datang mendera bertubi-tubi dan seakan silih berganti, membuatnya makin terasah ketajaman spiritualnya, makin teruji mentalnya dan makin gigih berjuang untuk menuju cita-cita kembali berwibawanya keraton, kembalinya harkat dan martabat keraton dan demi lestarinya Keraton Mataram Surakarta. (won)