Di Bangsal Smarakata Belajar “Mbeksa”, di Bangsal Marcukunda Diskusi Sejarah “Hukum”
SURAKARTA, iMNews.id – Kraton Mataram Surakarta kedatangan dua rombongan “pengunjung” dari dua latarbelakang berbeda, di luar kunjungan wisatawan reguler, pada waktu yang hampir bersamaan, antara pukul 11.00 – 15.00 WIB, Sabtu (11/11) siang tadi. Rombongan yang satu sebanyak kurang lebih 20 orang peserta paket tour heritage yang berakhir dengan belajar “mbeksa” (menari) di Bangsal Smarakata. Rombongan satunya sebanyak 90-an orang, adalah para mahasiswa Fakultas Hukum dari sejumlah universitas yang sedang mengikuti “Pekan Hukum Nasional” di Surakarta, dan dijamu dengan diskusi “sejarah Hukum” oleh Dr Purwadi.
Datangnya berbagai jenis kunjungan yang semakin meningkat frekuensi dan kualitasnya sejak Januari 2023 itu, dipandang Dr Purwadi sebagai sebuah perhatian, penghargaan sekaligus ketertarikan publik secara luas yang ingin menyaksikan secara langsung kondisi Kraton Mataram Surakarta. Karena, kraton semakin banyak diberitakan di berbagai platform media, baik dalam suasana dan kesan yang baik-baik saja, maupun kesan dan posisi yang sebaliknya yang penuh tudingan negatif dan stigma buruk.

“Pemberitaan atau publikasi melalui berbagai platform media yang semakin meningkat frekuensi dan volumenya akhir-akhir ini, itu masih bisa dipandang positif sebagai bentuk perhatian publik secara luas. Pelan-pelan, anggapan negatif dari tendensi negatif beberapa publikasi dan pemberitaan itu bisa dikikis dengan cara diskusi seperti ini. Maka, kunjungan mahasiswa seperti ini penting sekali. Karena bisa mengeksplorasi sisi historis dan kultural kraton. Dari forum seperti ini, para mahasiswa calon pemimpin bangsa ini akan tahu sendiri kebenaran berita itu dan kondisi riil kraton yang sebenarnya,” jelas Dr Purwadi.
Peneliti sejarah dari Lokantara Pusat di Jogja yang sekaligus sebagai ketua lembaga itu, sempat berbincang dengan iMNews.id saat berada di lobi Kori kamandungan, menunggu hujan reda yang turun sangat lebat sejak sekitar pukul 13.00 WIB. Hujan deras yang turun sampai lebih sejam itu, sempat menunda dimulainya diskusi “Sejarah Hukum” yang digelar kraton untuk menjamu kunjungan 90-an mahasiswa Fakultas Hukum dari sejumlah universitas negeri yang sedang mengikuti event “Pekan Hukum Nasional” di UNS Surakarta dan dipusatkan di kampus Kentingan, Jebres.

Diskusi dan tanya-jawab “Sejarah Hukum” yang digelar kraton, baru dimulai sekitar pukul 14.00 WIB dan terpaksa “meminjam” tempat di Bangsal Marcukunda yang siang tadi juga diterjang tampias hujan karena tiupan angin kencang dan bocor atap di beberapa titik, sehingga tempat duduk lesehan beralaskan karpet itu banyak yang basah. Selain Dr Purwadi selaku pembicara tunggal dengan membagikan makalah berjudul “Sistem Hukum Kraton Jawa” melalui grup WA para mahasiswa, acara “jamuan ilmiah” itu juga dibuka dengan sambutan putra mahkota KGPH Hangabehi dan sambutan Pengageng Keputren GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani.
Melalui makalah itu, Dr Purwadi bertutur tentang sejarah ilmu hukum yang banyak bersumber dari hukum adat yang pernah dilahirkan dari 200 tahun pemerintahan “negara” Mataram Surakarta, sejak 1745 hingga 1945. Menurut dosen sebuah universitas dari Jogja itu, kalangan mahasiswa khususnya dari fakultas hukum semakin banyak mencari tahu ke Kraton Mataram Surakarta itu tepat. Sebab, banyak sekali persoalan hukum yang berasal dari hukum adat yang bersumber dari kraton, misalnya istilah “pidana”, “perdata” dari kata “pradata” dan Bangsal Marcukunda yang dijadikan tempat diskusi, dulunya adalah “Panti Pidana”.

“Anda semua saat ini berada di bangunan yang dulunya merupakan tempat untuk mengadili para pelanggar hukum. Kraton sudah memisahkan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan Panti Pidana ini adalah bagian dari proses hukum untuk mengadili siapa saja yang diduga bersalah/melanggar hukum adat. Tetapi, setelah memasuki era NKRI, pelaksanaan hukum adat tidak sampai sejauh itu. Mudah-mudahan, dengan banyak berkunjung ke sini, akan bisa belajar banyak tentang berbagai hal yang sumbernya dari kraton dan masih bermanfaat dalam kehidupan sekarang,” ujar Gusti Timoer dalam sambutannya.
Dalam makalah yang disampaikan lewat grup WA, banyak disebut berbagai jenis hukum melalui contoh-contoh karya penulisan para tokoh di Kraton Mataram Surakarta, misalnya karya Sinuhun PB III yang menulis “Serat Cebolek” yang isinya antara lain agar paham dan patuh hukum “berbahasa”. Juga “Serat Wulangreh” karya Sinuhun PB IV, misalnya menuntun agar manusia tidak bersikap “Adigang”, tidak “Adigung” dan tidak “Adiguna”. Karya Sinuhun PB V yaitu “Serat Centhini”, juga menunjukkan tata-nilai dan aturan hukum dalam masak-memasak atau kuliner, begitu juga karya bidang “hukum” Sinuhun-sinuhun berikutnya.

Pemandangan di Bangsal Smarakata, saat hujan turun deras kegiatan berlatih menari yang dipimpin instruktur Nurmalina (istri KPH Raditya Lintang Sasangka) dan BRA Arum cukup menarik dan membuat berkesan sekitar 20 orang peserta paket tour heritage di kraton. Para peserta dari berbagai tempat asal itu mula-mula diajak berkeliling dari pintu masuk Gladag, Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, museum, kawasan halaman Pendapa Sasana Sewaka dan perpustakaan Sasana Pustaka dan disela makan siang. Sehabis itu, mereka belajar dasar-dasar tari “Sancaya” dan praktik bersama menirukan instrukturnya.
Paket tour heritage yang “dijual” sekali dalam sebulan dan sudah berjalan tiga kali itu, cukup menarik, karena para pengunjung bisa mengenakan busana adat, lengkap dengan samir dan mengenakan “sampur” saat semuanya ikut belajar “mbeksa”. Dan pemandangan yang sangat menarik siang itu, adalah tampilnya sejumlah generasi muda yang bertugas “menjamu” rombongan tamu masing-masing. Di situ tampak RAy Arum (istri KGPH Hangabehi), GKR Timoer, KGPH Hangabehi, KRMH Suryo Manikmoyo, KRMH Suryo Kusumo Wibowo dan sejumlah pendukung seperti Nurmalina dan Dr Purwadi. (won-i1).