Ingin Melanjutkan Kursus Paes di Kraton, Masih Dipertimbangkan Faktor Jarak
KUDUS, iMNews.id – Kursus busana adat “dodotan” bagi pengantin wanita dan pria (upacara kebesaran) yang digelar pengurus Pakasa Cabang Kudus, berakhir dalam dua kali pertemuan di kantor Sekreteriat Pakasa cabang setempat, Senin (22/9) dan Senin (29/9). Empat warga cabang sebagai peserta kursus yang mendapat “diklat” secara khusus oleh Ratna Kartikasari (Nana), dinyatakan sudah mahir dalam praktik.
RT Sugeng Haryana Jati Hadipuro, Nyi Ng Dyah Kurnia Wijayanti Adiningtyas (Ketua Putri Narpa Cabang Kudus), Nyi L Nita Ayu Anggraini dan KMT Indah Kumalaningtyas (istri Ketua Pakasa Cabang Kudus), adalah empat warga Pakasa yang ditunjuk menjadi peserta kursus kilat. Mereka mendapat “diklat” secara khusus dan langsung praktik di pertemuan pertama, yang dituntaskan hingga selesai pada pertemuan kedua.

“Yang menjadi modelnya bergantian, berarti ada 8 orang. Agar banyak yang tadinya melihat praktik kursus, kemudian merasakan dan mencermati saat berdandan di bawah arahan instruktur (guru pelatih). Ternyata, 4 orang peserta sudah cukup bisa memahami urutan praktiknya. Dua kali pertemuan ternyata cukup. Kemahiran akan didapat ketika sering praktik tata-busana nanti,” ujar KRRA Panembahan Didik Singonagoro.
Ketua Pakasa Cabang Kudus yang bernama lengkap KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro itu, saat dimintai konfirmasi iMNews.id siang tadi menambahkan, soal kemahiran “mendandani” (menata-busana) nanti sangat tergantung seringnya pengetahuan ketrampilan itu dipraktikkan. Sekalipun sudah mahir tetapi kalau tidak pernah praktik atau tidak terbiasa, pengetahuannya bisa hilang karena lupa.

“Dari kalangan Pakasa cabang kelihatannya ada yang ingin belajar tata-busana untuk berbagai keperluan dari Kraton Mataram Surakarta. Pakasa Kudus sebenarnya ingin melanjutkan belajar khusus untuk rias atau paes pengantin gaya Surakarta langsung di sanggar yang ada di kraton. Agar bisa mendapat tambahan pengetahuan langsung dari Gusti Moeng atau Gusti Ayu atau para dwija sanggar lainnya”.
“Tapi sekali lagi, karena jarak tempuh antara Kudus ke kraton yang lumayan jauh, waktunya habis di jalan. Apalagi, yang akan kursus kebanyakan wanita yang sudah menjadi ibu rumah-tangga. Ini perlu pemikiran serius. Karena, kalau pilihannya hanya “lajo” dari Kudus ke kraton, pasti akan meninggalkan kewajiban di rumah sampai 10 jam. Ini yang jadi pemikiran kami,” ujar KRRA Panembahan Didik Singonagoro.

Selain waktunya habis dalam perjalanan, hampir semua anggota Pakasa Cabang Kudus termasuk ibu-ibu rumah tangga itu, adalah karyawan perusahaan yang hanya libur pada hari Minggu. Untuk bisa mengikuti kursus di Sanggar Paes Tata-Busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta di kraton, selain hari Minggu harus mengajukan izin tidak masuk. Akan ada situasi yang sulit kalau terlalu sering mengajukan izin ke perusahaan.
Diakui, ketika ketrampilan mengenakan “kampuh” untuk busana adat “dodotan” atau materi lain didapat dengan mengundang guru pelatih secara khusus, ada perbedaan jauh dengan ketika belajar selama program pendidikan khusus digelar di kraton, yaitu tuntas selama 6 bulan. Karena, pengetahuan yang didapat pasti tidak akan lengkap yang hanya diberikan oleh seorang saja yang menguasai 1-2 pengetahuan.

Hal demikian, secara tersirat juga dibenarkan KP Budayaningrat, salah seorang “dwija” pada Sanggar Pasinaon Pambiwara. Menurutnya, banyak pengetahuan yang diajarkan di sanggarnya, sangat diperlukan bagi kalangan siswa yang belajar di Sanggar Paes Tata-busana Pengantin Jawa gagrag Surakarta. Karena, pengetahuan tata rias dan tata-busana pengantin gaya Surakarta, bukan hanya untuk keperluan pengantin.
“Misalnya, kalau dalam pengetahuan ketrampilan mengenakan ‘kampuh’ diajarkan untuk busana ‘dodotan’, untuk keperluan apa? Pengantin, busana upacara kebesaran atau yang lain?. Karena, jenis ‘kampuhnya’ ada beberapa. Ketika jadi dodotan-pun, namanya juga beda-beda. Ada dodot Gerbong Kandhem, Ngumbar-Kunca dan dodot Sampir-Kunca yang bisa berbeda-beda jenis kampuh yang dibutuhkan,” ujar KP Budayaningrat. (won-i1)