Merasakan Sentuhan Seni Budaya Jawa yang Telah Lama Ditinggal
JEPARA, iMNews.id – Selama tiga hari berturut-turut yaitu Jumat, Sabtu dan Minggu (16-18/6), pengurus dan warga Pakasa Cabang (Kabupaten) Jepara mengerahkan seluruh tenaganya untuk “menggenjot” promosi destinasi wisata tradisi di tiga desa yang ada di Kecamatan Tahunan. Dengan variasi inti ritual tradisi yang berbeda di Desa Semat dan Desa Sukodono (Kecamatan Tahunan) dan Desa Pecangaan Wetan (Kecamatan Kalinyamatan), Pakasa cabang menginisiasi prosesi ritualnya dengan kirab budaya yang dilakukan di masing-masing wilayah desa, yang kelak bisa dikembangkan menjadi objek wisata andalan dan perlu mendapatkan dukungan Pemkab setempat.
“Pada intinya, kami mengajak para pamong desa dan tokoh masyarakat di masing-masing desa, untuk membangkitkan kembali potensi ritual tradisi yang ada. Karena informasi yang kami dapatkan, hampir di semua desa di Kabupaten Jepara, punya ritual tradisi yang berhubungan dengan para leluhur pada masa lalu, di antaranya leluhur Dinasti Mataram. Di satu sisi, kami ingin mengajak masyarakat mengenal kembali adat tradisi dan seni budaya Jawa yang telah lama ditinggalkan. Di sisi lain, aktivitas yang akan terbentuk, bisa meningkatkan kegiatan perekonomian, salah satunya bisa datang dari sektor pariwisata,” tandas KRA Bambang.

Menjawab pertanyaan iMNews.id saat dimintai konfirmasi hingga padi tadi, Ketua pakasa Cabang Jepara yang bernama lengkap Bambang Setiawan Adiningrat menyatakan, apa yang selama ini dilakukan pengurus dan warga Pakasa di bawah kepemimpinannya di sejumlah desa yang tersebar di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Jepara, tidak lepas dari tugas dan kewajiban pengurus Pakasa cabang sebagai tangan panjang Pakasa Punjer di Kraton Mataram Surakarta. Tugas utama cabang, adalah mengembangkan organisasi, tetapi tugas penting lain adalah mengajak masyarakat untuk kembali mencintai seni budaya Jawa yang bersumber dari kraton.
Seperti yang sudah dijalani selama tiga tahun sejak Pakasa Cabang Jepara terbentuk di tahun 2020, tugas sebagai pimpinan Pakasa dan kewajiban seorang abdi-dalem yang harus memenuhi apa yang menjadi “gawa-gawene” serta “labuh-labet” terhadap kraton dan upaya pelestariannya, memang berat. Tetapi, karena semangat yang berlandasakan dua hal itu, ditambah harapan ideal untuk ketahanan budaya bangsa serta berbagai bidang yang menyertainya, bebannya tak dirasakan sendiri karena bisa berbagi dengan elemen dan komponen masyarakat lain di kabupaten yang sama-sama memiliki komitmen untuk memperkuat ketahan budayanya.

“Setelah kami mengawali dengan ritual ‘Lurup Selambu’ (ganti selambu-Red) makam Eyang Sentono dalam dua tahun berturut-turut (2021-2022), tahun ini kami agak fokus upaya mengangkat cirikhas kuliner Desa Sukodono, yaitu mengenalkan kembali tradisi membuat apem ‘jumbo’ di bulan-bulan yang sering disebut bulan tradisi ‘Rasulan’. Kemarin, di lapangan ‘mewah’ Desa Sukodono, kami menginisiasi warga dan pamong desa untuk menggelar bazar UMKM dengan maskot apem jumbo,” jelas KRA Bambang selaku pemilik/pimpinan Sanggar Seni Loka Budaya yang juga pengusaha mebel sekaligus pengurus Asmindo Jateng itu.
Namun sebelum “menggenjot” UMKM kuliner “apem jumbo” di Desa Sukodono tempat Padepokan Joglo Hadipuran miliknya berada, agenda berbagai kegiatan Pakasa Cabang Jepara yang sudah disusun dalam dua bulan, Mei-Juni itu, lebih dulu “menggnjot” potensi destinasi wisata Desa Semat, Jumat (16/6). Seluruh kekuatan personel Bregada Prajurit Nguntara Praja dan Korsik Prajurit Untara Praja dikerahkan di acara ritual Sedekah Bumi dan Sedekah laut Desa Semat yang memiliki pantai itu, sesudah acara jamasan tombak Karawelang yang diinisiasi pengurus Pakasa cabang di balai desa setempat.

Setelah jamasan tombak dan keris, Jumat (16/6), hari itu diakhiri kegiatan berbagai lomba yang pesertanya ibu-ibu PKK Desa Semat. Pasukan Bregada Nguntara Praja dan Korsik Prajurit Sura Praja baru dikerahkan hari kedua, Sabtu (17/6) siang, untuk memimpin kirab budaya dari Balai Desa Semat menuju pantai yang dekat dengan dermaga kecil yang biasanya digunakan para nelayan melaut. Perjalanan kirab yang berakhir di dermaga dan diterima Petinggi Desa atau Kepala Desa Semat, Ali Suwarna, diserahkan uba-rampe ritual Sedekah Laut untuk kemudian dilarung atau dilabuh dari tepi pantai Semat.
Sabtu 17 Juni itu, Pakasa Cabang Jepara tak hanya sibuk di desa tetangga, Desa Semat, melainkan juga sibuk mendukung gelar bazar UMKM warga dan pamong Desa Sukodono, yang dihadiri Forkopimcam dan kepala desa setempat. Kegiatan yang bertajuk “Festival Suguh Apem” ke-2 di tahun ini, diawali dengan demo “kothekan lesung” dilanjutkan pentas tari dari Sanggar Krida Budaya desa setempat, pimpinan Ny Henik dan Ny Dara dan disusul konser karawitan campursari dari Sanggar Seni Loka Budaya.

KRA Bambang yang juga ketua Lokantara (Lembaga Olah Kajian Nusantara-Red) Cabang Jateng itu, mengenakan kostum khas “warok reog Ponorogo” saat diminta memberi sambutan pada “Festival Suguh Apem” yang digelar di lapangan Desa Sukodono, yang dilengkapi gedung olah raga yang dibangun dari sumbangan para perajin mebel ukir terkenal itu. Minggu (18/6) pagi hingga siang, pengurus Pakasa cabang mendukung penuh kirab budaya “Sedekah Bumi” yang dinisiasi bersama pamong Desa Pecangaan Wetan, malamnya hadir di Desa Semat yang sedang menggelar pentas wayang kulit dengan dalang Ki Wahyu Sasangka asal Tuban (Jatim).
“Kirab yang didukung Pakasa cabang di Desa Pecangaan Wetan, ada hal unik kami temukan dibanding desa-desa lain. Gunungan atau ‘kothokan’ yang diarak dalam kirab, isinya tahu dan tempe. Karena, rata-rata warga desanya punya mata pencaharian sebagai perajin tahu dan tempe. Petinggi Desa (Kades) Pecangaan Wetan, Bayu Wijaya bersama istri juga hadir menyambut barisan kirab. Ini sangat membanggakan, karena warga desa sangat antusias tumpah-ruah di jalan yang dilalui kirab. Khusus soal wayangan, Ki Wahyu Sasangka sudah beberapa kali kami hadirkan, untuk menyambung kembali silaturahmi antara Jepara dan Tuban,” tambah KRA Bambang. (won-i1)