Masalah Warga di Desa Kuthuk dan Karangrowo Bisa Makin Sensitif dan Jauh dari Pakasa
KUDUS, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Kudus tidak berharap banyak pada pengurus (yayasan) makam Pangeran Puger di Desa Demaan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Karena, animo masyarakat adat setempat menjadi abdi-dalem di Kraton Mataram Surakarta sangat kecil. Bahkan, terkesan ada oknum yang terkesan menghalang-halangi, tetapi pihak pimpinan yayasan “tidak berani” mengambil tindakan.
Lain lagi dengan antusias masyarakat adat di Desa Kuthuk dan Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan yang berbatasan dengan Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Semula, kehadiran pengurus Pakasa Cabang Kudus mendukung event ritual haul (khol) tokoh leluhur setempat, diharapkan menjadi jalan bergabungnya warga setempat menjadi anggota Pakasa Kudus. Tetapi, ada hal di luar dugaan yang bisa merusak prosesnya.
“Jadi, dalam persoalan yang berbeda, proses pendekatan dalam upaya pengembangan organisasi Pakasa Kudus,
sepertinya sulit diharapkan. Yang di makam Pangeran Puger situasinya seperti itu, sedangkan di dua desa di Kecamatan Undaan, ada faktor pengaruh dari luar yang berpotensi merusak prosesnya. Dalam pandangan kami, dari keduanya sulit diajak bergabung ke Pakasa Cabang Kudus,” jelas KRRA Panembahan Didik.

Ketua Pakasa Kudus yang bernama lengkap KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro itu, ketika diwawancarai iMNews.id hingga Rabu (17/9) siang tadi menegaskan, perkembangan proses pendekatan yang dilakukan terhadap masyarakat adat di dua kecamatan itu, tidak seperti yang diharapkan. Masing-masing ada persoalan di lingkungan internal dan eksternal, yang menjadi faktor mempersulit prosesnya.
Dia mengaku kurang bersemangat melanjutkan proses pendekatan dengan warga pengutus/yayasan makam Pangeran Puger, padahal sudah ada sekitar 5 orang yang bersedia ikut bergabung dengan Pakasa cabang untuk “suwita” di Kraton Mataram Surakarta. Namun, kesediaan menjadi abdi-dalem itu hanya datang dari kalangan pengurus makam, bukan unsur pimpinan baik pengurus maupun Yayasan Makam Pangeran Puger.
Disebutkan, kesediaan menjadi abdi-dalem dari kalangan pengurus itu terkesan tidak disetujui oleh seorang pengurus senior di situ yang merasa lebih lama “punya kekancingan” dari kraton untuk tugas sebagai juru-kunci. Pengurus senior inilah yang dianggap pengurus yayasan bermasalah karena “diduga” tidak mau menyerahkan SK Tetepan aset kraton untuk lahan makam kepada pengurus yayasan.

“Kalau saya mencermati dalam dialog yang terjadi dalam beberapa kali rapat pengurus makam, terkesan ada persoalan internal. Yaitu, ada seorang berpengaruh di dalam pengurus makam yang membawa surat dari kraton, tetapi tidak mau menyerahkan kepada pengurus yayasan. Latar-belakang penyebabnya apa belum begitu jelas, tetapi perkiraan saya karena yang menyimpan merasa sudah mengeluarkan uang banyak”.
“Kemungkinan saja, uang yang dikeluarkan untuk biaya SK Tetepan itu banyak. Apalagi, sampai minta tolong orang (Pakasa) untuk mengurus. Saya bisa memaklumi, untuk mondar-mandir ke Kudus dan Kraton, pasti membutuhkan biaya. Apalagi tidak cukup sekali. Masalah itu tidak pernah dijelaskan secara terbuka, tetapi terkesan menghalangi urusan lain, padahal seharusnya dijelaskan secara terbuka”.
“Kalau pihak yang merasa membawa surat bersedia menjelaskan proses dan biaya mengurus surat itu dalam forum rapat, bisa dirembug caranya mengganti/mengembalikan. Sayapun juga bersedia mengganti. Dan surat itu, seharusnya diserahkan untuk disimpan pengurus yayasan. Karena yang berhak menyimpan yayasan sebagai pengelola. Bukan malah jadi alat untuk menyandera urusan lain,”ujar KRRA Panembahan Didik Singonagoro.

Hal terakhir yang disinggung KRRA Didik Singonagoro, diduga kuat memang menjadi penyebab “menyandera” keinginan beberapa warga pengurus makam untuk menjadi abdi-dalem. Di tempat terpisah, ML Zaenal Arifin Hadi Puspoko (Juru-Kunci 1 Makam Pangeran Puger) yang sebelumnya dimintai tanggapan, tidak terus terang mengaku menyimpan SK Tetepan dimaksud, tetapi mengaku sudah mengeluarkan membiayai banyak keperluan itu.
Penjelasan singkat Juru-Kunci 1 makam Pangeran Puger itu, tidak menjelaskan pertanyaan apakah dirinya yang menghambat keinginan beberapa pengurus makam lain, menjadi abdi-dalem kraton. Di waktu dan tempat terpisah, Yuli Setiawan (Ketua Yayasan Makam Pangeran Puger) yang dimintai konfirmasi iMNews.id, dengan singkat mengakui kalangan warga pengurus makam kurang berminat menjadi abdi-dalem kraton.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai alasan yang melatarbelakangi kurangnya minat menjadi abdi-dalem, Yuli Setiawan tidak bersedia menjawab. Dia juga tidak menjelaskan apakah dirinya berminat atau tidak untuk “suwita” di kraton. Menyikapi fakta-fakta ini, KRRA Panembahan Didik agak menyayangkan pihak pengurus yayasan yang “lemah” dalam beberapa hal, di antaranya sumber masalah internal pengurus.

Mengenai animo masyarakat adat dua desa di Kecamatan Undaan, KRRA Panembahan Didik Singonagoro menilai sebenarnya beberapa tokoh setempat punya minat untuk bergabung. Tetapi, pihaknya tidak ingin dianggap “merebut” pengaruh dari tokoh eks Pakasa di Sukolilo yang lebih dulu “mendekati” dan mendukung kegiatan warga Desa Kuthuk dan Desa Karangrowo. Tokoh itu, kini sudah menyatakan keluar dari Pakasa Cabang pati.
Karena tokoh eks Pakasa di Kecamatan Sukolilo (Pati) sudah menyatakan bergabung dengan organisasi lain di luar kelembagaan Kraton Mataram Surakarta, diakui KRRA Panembahan Didik membuatnya selangkah mundur. Karena garis organisasinya semakin jelas beda, dia memperkirakan semakin bertambah sensitif kalau Pakasa Cabang Kudus melakukan pendekatan, walaupun untuk pengembangan organisasi, dua desa itu sah “direkrut”.
“Saya mendapat informasi, ada 30-an warga dari dua desa itu yang mendapat kekancingan gelar dari kraton. Di antara sejumlah kekancingan itu, ada yang memanfaatkan ‘informasi salah’, lalu dianggap sebagai kebenaran dan aturan baku dalam proses permohonan kekancingan. Yang saya maksud ‘kalau rajin sowan ke kraton’, tetapi yang dimanfaatkan hanya angkanya saja. Ya sudah, rusak,” ungkap KRRA Panembahan Didik. (won-i1)
