Maleman Sekaten 2025 Dibuka, Alun-alun Lor Tak Digunakan Sesuai Kesepakatan

  • Post author:
  • Post published:August 11, 2025
  • Post category:Budaya
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Maleman Sekaten 2025 Dibuka, Alun-alun Lor Tak Digunakan Sesuai Kesepakatan
WAHANA MAINAN : Beberapa jenis wahana mainan dari grup jasa peserta "Maleman Sekaten 2025", sudah ramai dimanfaatkan publik saat pembukaan, Minggu (10/8) semalam. Beberapa jenis wahana yang beroperasi di halaman kompleks Pendapa Pagelaran, tampak menarik karena warna-warni sinar lampunya. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Bisa Tampung 250-an Stan Aneka Produk dan Jasa, Termasuk Grup Wahana Permainan

SURAKARTA, iMNews.id – Keramaian pasar malam atau “Maleman Sekaten 2025” secara resmi dibuka GKR Wandansari Koes Moertiyah (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA), Minggu malam (10/8). Upacara pembukaan sederhana digelar di “topengan” Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, ditandai dengan donga wilujengan dan potong untaian melati oleh Gusti Moeng dan KGPH Madu Kusumonagoro.

Upacara pembukaan yang dimulai pukul 20.00 WIB berlangsung singkat, tak lebih dari 60 menit. Disaksikan sekitar 100 kerabat sentana dan abdi-dalem pimpinan dan jajaran Bebadan kabinet 2004, upacara diisi donga wilujengan oleh abdi-dalem juru-suranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan sambutan tunggal Gusti Moeng (GKR Wandansari Koes Moertiyah-Red).

Berkait “donga wilujengan” yang khas kraton, dilanjutkan dengan “pagas tumpeng” (potong tumpeng) yang dilakukan Gusti Moeng. Potongan nasi tumpeng lalu diberikan kepada salah seorang perwakilan peserta stan (pedagang). Puncak upacara pembukaan “Maleman Sekaten 2025”, semalam, diwujudkan dengan potong untaian melati bersama oleh Gusti Moeng dan kakak kandungnya, KGPH Madu.

Selain KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Pakasa Punjer), KGPH Madu Kusumonagoro bersama keluarga kecilnya, semalam menjadi satu-satunya perwakilan putra/putri-dalem Sinuhun PB XII. Karena, KGPH Puger dan GKR Ayu Koes Indriyah semalam tidak kelihatan. Para wayah-dalem Sinuhun PB XII terutama KGPH Hangabehi, semalam tidak tampak, tetapi beberapa adiknya justru kelihatan.

DONGA WILUJENGAN : Donga wilujengan pembukaan “Maleman Sekaten 2025” di topengan Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (10/8) semalam, dipimpin abdi-dalem juru-suranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro dan dihadiri para pejabat jajaran Bebadan Kabinet 2004 dan utusan berbagai lembaga dari luar kraton. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Beberapa adik KGPH Hangabehi yang tampak itu adalah KPH Bimo Djoyo Adilogo (Bupati Juru-Kunci Astana Pajimatan Imogiri), KRMH Boby Suryo Manikmoyo, KRMH Suryo Kusumo Wibowo dan BRAy Arum Kusumo Pradapa. Dari lembaga pemerintah, TNI dan Polri semalam diwakili utusan beberapa orang misalnya Forkompimcam Pasarkliwon, Kelurahan Baluwarti, Satpol PP dan kalangan peserta stan.

Salam sambutan singkatnya, Gusti Moeng menandaskan bahwa Kraton Mataram Surakarta ingin tetap konsisten menghormati kesepakatan yang telah dibuat dengan pemerintah, sebelum revitalisasi dimulai. Yaitu tidak akan menggunakan ruang Alun-alun Lor yang sudah selesai direnovasi, beberapa waktu lalu, untuk ajang keramaian pasar malam atau “Maleman Sekaten 2025” ini.

“Kami ingin menghormati kesepakatan itu. Jadi, kami tidak menggunakan Alun-alun Lor sebagai ajang pasar malam Sekaten 2025 ini. Agar lapangan rumput di atas alun-alun tidak rusak. Yang kami gunakan hanya kompleks Pendapa Pagelaran dan depan kagungan-dalem Masjid Agung,” ujar Gusti Moeng saat memberi sambutan tunggal dan ditandaskan lagi saat wawancara dengan para wartawan, semalam.

Dari Ika Puspowinahyu selaku koordinator pengelola “Maleman Sekaten 2025”, disebutkan bahwa stan peserta pasar malam yang dikelolanya hanya yang ada di kompleks Pendapa Pagelaran dan ruang di kanan-kiri depan Masjid Agung Kraton Mataram Surakarta. Mereka itu terdiri 70 stan sandang-fashion, 69 stan makanan-minuman, 40 stan dagangan khas (jenang-gerabah), 105 stan PKL plus grup jasa wahana.

POTONG SANGSANGAN : Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) dan KGPH Madu Kusumonagoro (kakak kandungnya), bersama-sama memotong “sangsangan” (untaian) melati tanda resmi “Maleman Sekaten 2025” dibuka, dalam upacara yang digelar di “topengan” Pendapa Pagelaran, Minggu (10/8) semalam. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Jumlah peserta stan secara keseluruhan, memang belum termasuk para pedagang yang akan menempari halaman Masjid Agung yang sudah berada di luar ororitas Koordinator “Maleman Sekaten 2025” dari kraton selaku penyelenggara. Juga tidak disebutkan siapa yang berwenang mengelola atau melarang jika di sisi sepanjang jalan lingkar Alun-alun Lor juga dimanfaatkan para pedagang dan jasa untuk “berjualan”.

Walau tak ada penjelasan dalam sambutan maupun wawancara dengan para wartawan, beberapa lokasi di sepanjang jalan lingkar Alun-alun Lor itu, berpotensi menjadi lahan “berdagang” siapa saja yang ingin mendapatkan rezeki dari keramaian Sekaten. Karena, di tahun 2024 bahkan tahun-tahun sebelum ada pandemi Corona, pasar malam Sekaten selalu melubar sampai ke jalan lingkar alun-alun dan Masjid Agung.

Media iMNews.id yang mengikuti ‘Maleman Sekaten 2024″ beserta ritual Garebeg Mulud-nya, mencatat ada kesepakatan yang tegas antara berbagai pihak yang “mengurus” segala aspek di peristiwa budaya itu. Termasuk bagaimana menangani jika ada yang nekat berdagang di sepanjang jalan lingkar yang sudah disepakati menjadi jalur bersih atau larangan bagi aktivitas berdagang untuk Sekaten.

Namun, iMNews.id juga mencatat, kalangan panitia sudah memperlihatkan konsistensinya untuk memgang komitmen menjaga aturan main yang disepakati, yang ketika itu Alun-alun Lor sedang dalam proses pengerjaan renovasi. Termasuk, di Alun-alun Kidul yang merupakan bagian dari satu paket bantuan renovasi dari APBN itu, tetapi di Sekaten tahun 2025 ini tidak termasuk otoritas Bebadan Kabinet 2004.

DIALOG DENGAN PEDAGANG : Gusti Moeng sempat berdialog dengan para pedagang peserta stan sandang dan fashion di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, seusai event “Maleman Sekaten 2025” dibuka resmi, Minggu (10/8) semalam. Ia bersama para kerabat berkeliling di sejumlah stan dan berdialog. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Mulai “Maleman Sekaten 2025” dan berbagai acara yang berkait khususnya prosesi hajad-dalem Gunungan Garebeg Mulud tahun ini, menjadi babak baru dalam sejarah Kraton Mataram Surakarta dan kegiatan rirual Sekaten Garebeg Mulud yang digelar. Karena paradigma fungsi Alun-alun Lor khususnya, sudah berubah, kini tidak lagi sebagai daya dukung penuh ritual peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW itu.

Perubahan fungsi akibat paradigma berubah menjadi objek keindahan taman dan sarana olah raga ringan publik secara luas, daya tampung untuk keperluan seluruh peserta keramaian pasar malam jelas menyusut. Karena, jumlah 300-an stan plus zona grup jasa wahana permainan yang kini tertampung, hanya sekiar 30 persen dari daya tampung Alun-alun Lor “plus”, yang mencapai ribuan stan sebelum 2020.

Keramaian pasar malam Sekaten Garebeg Mulud 2025 yang dibuka Minggu malam (10/8), akan berakhir pada 7 September mendatang. Selain keramaian pendukung ritual Sekaten yang terdiri dari “ungeling gangsa Sekaten” hingga prosesi hajad-dalem Gunungan Garebeg Mulud, 12 Mulud Tahun Dal 1959 atau Jumat 5 September, ada ritual Adang Tahun Dal menggunakan “dandang” Kiai Dhudha.

Untuk ritual adang yang akan digelar pisowanan di dapur khusus kraton yang bernama “Pawon Gandarasan”, sudah didahului beberapa tatacara yang menjadi tahapannya. Di antaranya “donga wilujengan Dhukutan” (iMNews.id, 6/8) dan mengumpulkan berbagai mahan untuk membuat tungku dan bahan bakar “adang” (menanak nasi), yang harus diambil dari sejumlah tempat yang punya kaitan spritual dengan kraton.

LAYANI WAWANCARA : Gusti Moeng melayani wawancara dengan beberapa wartawan seusai membuka resmi event “Maleman Sekaten 2025” di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (10/8) semalam. Dia menegaskan komitmennya tidak menggunakan Alun-alun Lor sebagai ajang pasar malam, agar tidak rusak. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Tak hanya berkait secara spiritual, tetapi beberapa jenis materi untuk ritual Adang tahun Dal diambil dari beberapa lokasi yang berkait secara historis dengan Kraton Nataram Surakarta. Misalnya air diambil dari lebih 5 lokasi misalnya “umbul Cokrotulung dan Pengging”, tanah dari lebih 5 lokasi misalnya Masjid Demak (Kadilangu) dan sekitar makam Ki Ageng Sela di Grobogan.

Air dan tanah dari berbagai lokasi makam para tokoh leluhur Dinasti Mataram itu, nanti akan diolah dan diaduk menjadi adonan untuk membuat tungku atau “keren” yang dipakain untuk menumpangkan dandang Kiai Dhudha. Sedangkan “rencekan” atau serpihan kayu dan ranting yang diperoleh dari berbagai lokasi yang di antaranya dari lingkungan Masjid Demak dan sekitar makam Ki Ageng Sela (Kabupaten Grobogan). (won-i1)