Ada Transaksi Senilai Rp 1,5 M, Event Bisa Akses “Dana Indonesiana”
SURAKARTA, iMNews.id – Event “Jambore Nasional Keris 2025” resmi ditutup Menteri Kebudayaan Fadli Zon, di akhir pidato sambutannya di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Kamis sore (26/6). Panitia menyebutkan, selama 4 hari bursa digelar terjadi transaksi senilai Rp 1,5 M, namun tidak disebutkan jumlah bilah keris atau jenis lain yang terjual, begitu juga ciri-cirinya.
Dalam upacara penutupan yang berlangsung sekitar 30 menit itu, Dayu Handoko selaku panitia penyelenggara menyebutkan bahwa event jambore keris nasional itu adalah kali pertama bisa digelar. Dan tempat yang digunakannyapun, di likungan Kraton (Mataram) Surakarta yang dinilainya punya legitimasi kuat, tepat dan menjadi peristiwa yang mengukir sejarah bersama.
Ketua Komunitas Pataka Bumi Lawu yang sedang mempersiapkan “besalen” di wilayah Karanganyar itu, lebih lanjut menyebutkan bahwa event jambore harus terus berlanjut. Karena, setelah keris diakui Unesco sebagai warisan tangible dunia, aktivitas edukasi dan peroduksi keris harus terus terjadi, khususnya di kalangan generasi muda, dan keris-keris baru harus selalu lahir.
“Kami berharap, kegiatan seperti ini bisa mengakses Dana Indonesiana. Agar kegiatan pelestarian budaya dan produktivitas serta edukasinya bisa terus berlanjut untuk ketahanan budaya bangsa. Kami berencana, menggelar event jambore rutin tiap tahun dan berganti-ganti tempat. Dengan jambore dan segala kegiatan di dalamnya, kami berharap lahir para empu buda dan perajin baru,” ujar Dayu.

Menanggapi laporan panitia penyelenggara, Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam sambutannya menyatakan sangat mendukung masukan dan usulan itu. Dia menyatakan akan mengupayakan membuka pintu ke Dana Indonesiana, agar bisa membantu penyelenggaraan event-event jambore keris. Bahkan, akan diupayakan komunitas yang “berjuang” di bidang kebudayaan semakin banyak mendapat bantuan Dana Indonesiana.
“Keris kini tetap bisa menjadi alat perjuangan kebudayaan. Maka, tak hanya nilai-nilai isoterisnya yang bermanfaat, tetapi juga nilai eksoterisnya. Apalagi, sekarang ada ISI (Surakarta), satu-satnya perguruan tinggi yang punya prodi keris. Dan, itu perlu ada. Saya senang mendengar ada 16 empu keris wanita yang punya pengelaman akademis di ISI Surakarta,” ujar Fadli Zon.
Menteri berharap, dengan berbagai potensi untuk perjuangan dan pengembangan yang sudah ada, upaya pelestarian keris atau tosan aji akan bisa terwujud dan berlanjut. Selain ada potensi akademisi, praktisi dan kolektor, juga ada potensi edukasi yang lengkap antara lain ketersediaan literasi tentang perkerisan. Potensi itu yang akan menjaga dan mengembangkan eko-sistem keris.
“Literasi perkerisan sudah lengkap, yang lama dan kontemporer ada semua. Bukunya Haryono Haryo Guritno itu bagus. Saya juga pernah menulis buku tentang keris bersama teman. Ensikoopedi keris juga sudah ada. Keris Minangkabau, keris Lombok dan potensi yang lain perlu didorong tumbuh berkembang. Eko-sistem seperti itu yang akan melahirkan generasi muda empu dan perajin,” tunjuk Fadli Zon.

Sementara itu, Gusti Moeng selaku Pengageng Sasana Wilapa/pangarsa LDA dalam sambutannya menyatakan, jambore keris harus berlanjut dan diharapkan di tahun-tahun mendatang lahir empu-empu baru, apalagi generasi muda. Di bagian lain diungkapkan riwayat tentang keris sebagai pusaka yang dimiliki kraton, khususnya yang sering dibawa Sinuhun PB XII ke manapun pergi.
Sementara itu, KGPH Hangabehi yang sempat berbincang dengan iMNews.id di luar forum, dengan singkat menyatakan kraton akan selalu terbuka dan mendukung upaya pelestarian budaya keris. Sebagai produk tosan-aji dengan makna yang sudah berbeda dari masa lalu, keris harus tetap ada dan lahir yang baru, begitu pula para empu dan besalen/perajin pembuatnya.
“Produk keris tidak boleh berhenti. Harus terus berlanjut. Dengan pedoman karya-karya lama, ciptakan pamor-pamor dan inovasi baru. Jangan sampai kita terjebak hanya menerima atau menilai keris lama saja. Karena, produk sekarangpun, nanti 75 tahun lagi akan menjadi keris kuno,” ujar KGPH Hangabehi.
Selesai sambutan dari para tokoh penting yang hadir dan event jambore ditutup resmi menteri, berlanjut dengan penyerahan hadiah kepada para pemenang lomba. Di antaranya diserahkan Fadli Zon kepada Abra asal Jogja, juara 1 keris “yasan enggal” kontemporer, yang mendapat hadiah berupa trofi dan uang Rp 5 juta. Pemenang lomba keris karya baru itu, masih berusia 30-an tahun.

Di antara para penerima hadiah, ada Pande Made Subrata, juara 2 karya ekspos. Pegiat seni keris dan konten YouTube yang dikenal dengan nama Beli Mangmong itu, juga punya “besalen” keris khas Bali di Kabupaten Tabanan, Bali. Dia yang banyak menginspirasi para empu muda dan besalen baru, termasuk Andi Tenri Polo Jiwa (Panre Jiwa) asal Kedatuan (Kerajaan) Luwu, Kabupaten Luwu Timur.
“Saya merasa masih terlalu muda disebut Empu, karena belum banyak pengalaman. Saya sendiri bekerja membuat keris di bengkel (besalen). Karena semua saya kerjakan sendiri, maka memang agak repot untuk membagi waktu. Saya ikut kegiatan jambore ini, di rumah (bengkel), berhenti. Tidak ada kegiatan. Saya berharap jambore bisa berlangsung di Luwu (Sulsel),” ujar “Daeng” Adni Tenri.
Disebutkan, kegiatan produksi pembuatan keris hingga saat ini masih berlangsung di tiga kabupaten yang masing-masing punya kerajaan atau kedatuan. Yaitu Kedatuan Bone, Kedatuan Gowa dan Kedatuan Luwu yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan (Sultan). Tetapi, kegiatan produksi keris di tiga wilayah bersejarah itu masih tertutup bagi orang luar, yang disebutnya sulit berkembang.
Menurutnya, kegiatan pelestarian budaya khususnya produk keris khususnya di tiga wilayah yang masih produktif itu dinilai kurang mendapat perhatian pemerintah, baik tingkat kabupaten maupun provinsi. Padahal, seharusnya para perajian yang secara nyata menjalankan kewajiban pelestarian budaya dipelihara atau dibiayai negara, demi keberlangsungan budaya keris.

“Saya datang ke sini ini, harus keluar biaya sendiri. Begitu pula kalau kami studi banding ke Bali. Padahal, saya membawa nama besar Kedatuan Luwu dan Kabupaten Luwu Timur, juga nama Sulawesi Selatan. Keuntungan dari kehadiran saya di berbagai forum seperti ini, bukan untuk pribadi. Karena, semua yang saya dapat di sini, bisa saya praktikkan di daerah asal”.
“Dan menurut saya, setelah berdialog dengan berbagai kalangan praktisi dan akademisi keris, pembaharuan keris harus terus dilakukan, agar tidak habis. Kebudayaan harus disikapi bijak oleh teknologi, begitu pula sebaliknya. Agar kita tidak salah jalan dan kehilangan identitas. Kami ke sini bukan untuk mencari juara. Tetapi mendapatkan wawasan yang berguna untuk kemajuan daerah kami,” ujar Daeng Andi Tenri. (won-i1)