Berbagai Platform Media Publik, “Memang Sedang Tidak Baik-baik Saja”
IMNEWS.ID – BEBERAPA berita penting yang beredar di berbagai media “mainstream” dan sosmed dalam 1-2 bulan terakhir, seakan merupakan aksi dan reaksi yang gayung-bersambut dan terus terjadi. Gayung-bersambut antara aksi-reaksi yang terjadi, seperti sebuah peristiwa kausalitas yang tanpa ada kendalinya, walau di tengah-tengahnya ada hukum yang berlaku.
Hukum yang berlaku itu, adalah produk hukum tertinggi yang dihasilkan lambaga Mahkamah Agung (MA) RI berupa putusan final sebagai hasil proses peradilan terakhir, baik peninjauan kembali (PK) dan kasasi serta proses hukum di lembaga peradilan di bawahnya. Dan semua peristiwa hukum itu bersumber dari SK Kemendagri No.430-2933 tahun 2017 yang “salah alamat”.
SK Kemendagri yang datang ke “alamat yang salah” (wrong addrees) dan melalui “mekanisme” yang salah (wrong mechanism), adalah upaya “legalisasi” dari peristiwa “insiden mirip operasi militer 2017”. Itulah sumber “bencana” bagi lembaga Kraton Mataram Surakarta beserta masyarakat adat di dalamnya, setelah beberapa “bencana” terjadi yang diawali peristiwa suksesi 2024.

Sebab itu, ketika Sigit Nugroho Sudibyanto SH MH selaku “lawyer” GKR Wandansari Koes Moertiyah (Pengageng Sasana Wilapa dan Pangarsa LDA) dan KPH Edy Wirabhumi (Pimpinan Eksekutif LHKS/Pangarsa Punjer Pakasa) menggelar konferensi pers, Senin (19/5), perlu dilihat sebagai bagian dari rangkaian masalah yang kait-mengkait, dan telah terjadi pada waktu yang panjang.
Jadi, hal yang diungkapkan Sigit Nugroho maupun KPH Edy Wirabhumi dalam konferensi pers, jelas tidak berdiri sendiri atau lepas dari rangkaian peristiwa kait-mengkait yang terjadi sebelumnya. Maka perlu dilihat secara keseluruhan dan utuh sebagai peristiwa kausalitas, agar kalangan media dan publik secara luas, tidak terjebak pada makna sebagian peristiwa saja.
Cara pandang dan cara memahami keseluruhan permasalahan secara utuh, patut dilakukan untuk menghindari kesalahan persepsi yang bisa menghasilkan pandangan negatif atau menyimpang. Publikasi konten media yang tidak menyajikan rangkaian keseluruhan peristiwa secara utuh, jelas tak akan bisa mengedukasi positif publik, sebaliknya malah bisa menyesatkan.

Namun, iMNews.id yang mencermati perkembangan dan salah satu isu penting yang terungkap dalam konferensi pers, juga bisa memahami. Bahwa publik secara luas juga patut paham hal-hal yang berkait dengan UU Pers No 40/1999, yaitu tentang “hak jawab” yang harus ditulis (dipasang) sesuai materi beritanya (konten) saja, bukan menyangkut hal-hal yang tidak berkait.
Pemahaman tentang batasan-batasan pemberitaan dan penyajian karya jurnalistik ini, memang masih sangat minim dilakukan berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya kalangan media dan pemerintah. Maka, kedua pihak itu perlu aktif mengedukasi publik mengenai pentingnya peran dan tugas media, penyebarluasan kebijakan pemerintah dan pemahaman fungsi dan batasannya.
Dua hal penting yang terungkap dalam konferensi pers itu, menjadi bagian isi pertemuan antara lawyer dan para pimpinan Bebadan Kabinet 2004 Kraton Mataram Surakarta dengan kalangan media, siang itu. Acaranya adalah bagian terkini dari rangkaian pertemuan (konferensi pers) sebelumnya, yang terjadi akibat rangkaian keseluruhan peristiwa di kraton selama ini.

Bila dicermati secara keseluruhan, memang tidak semua peristiwa/kejadian di kraton menjadi menu sajian berbagai mainstream media publik. Tetapi, setelah peristiwa alih suksesi di tahun 2004 yang menjadi berita besar di media nasional dan asing, baru peristiwa “insiden mirip operasi militer 2017” di-blow-up media, padahal ada beberapa peristiwa antara 2004-2017.
Namun, dengan munculnya peristiwa “kerusuhan” di tahun 2017 itu, rupanya menjadi awal penting berbagai peristiwa berikut yang muncul dan terkesan “ramah media”. Ini sangat rasional, karena seiring dengan perkembangan teknologi informatika dan HP, yang memberi keleluasaan “nyaris liar” bagi tiap orang untuk merekam setiap peristiwa dan menyebarkan melalui medsos.
Berbagai peristiwa di kraton yang “ramah media”, masih bisa dirinci lagi sesuai konten dan pihak mana yang menjadi konten beritanya. Dan tentu saja, peristiwa yang “diinisiasi” atau “berlatarbelakang” kekuasaan, selalu “laris-manis” dan cepat menghiasi setiap media berbagai mainstream. Sedang peristiwa dari bukan “mitra” penguasa, sering “tak laku” di media.

Kini, semakin “meriah” keterbukaan informasi akibat jumlah media publik dan platform medsos makin banyak, hampir setiap peristiwa dari rangkaian persoalan di kraton begitu mudah dan cepat bergulir menjadi konten berita dan konten medsos. Terutama, berbagai persoalan berlatar-belakang konflik yang berkait dengan penguasa, karena “ini” yang dianggap “benar”.
Mungkin juga dalam asumsi demikian, maka konferensi pers yang digelar “lawyer” LDA Kraton Mataram Surakarta dan elemennya bernama Lembaga Hukum Kraton (Mataram) Surakarta, Senin (19/5) itu, dimaknai sebagai informasi untuk “ditindaklanjuti”. Soal tindak-lanjut itu tak memiliki nilai edukasi publik, sepertinya kurang menjadi pertimbangan penting bagi kalangan media.
Persoalan “pertimbangan” memang menjadi kontrol/kendali yang baik, khususnya bagi media publik. Tetapi faktanya hal itu sering terabaikan oleh beberapa gelintir media, karena beberapa faktor. Salah satunya, adalah situasi dan kondisi semua platform media publik yang berkembang di Tanah Air selama dekade terakhir ini, memang “sedang tidak baik-baik saja”. (Won Poerwono – bersambung/i1)