Karena, Senjata Tradisional Produknya Dimuliakan Menjadi Pusaka atau “Piandel”
IMNEWS.ID – STUDI khusus penelitian untuk mengungkap jejak tempat/lokasi bengkel produksi atau kerajinan pembuatan berbagai jenis senjata tradisional dari bahan logam, mungkin saja sudah banyak dilakukan kalangan akademisi untuk kepentingan lembaga pendidikannya. Dan mungkin hasilnya juga sangat bervariasi, ketika dibahas dalam berbagai forum.
Studi penelitian secara khusus untuk menelusuri lokasi tempat yang diperkirakan menjadi bengkel produksi/pembuatan berbagai senjata tradisional di sini, tentu berdasarkan informasi sejarah yang ada sebelumnya. Setidaknya, eksistensi tokoh Ken Arok di zaman Kraton Singasari (abad 10-11) erat kaitannya dengan “rumah produksi” keris milik Empu Gandring.
Berdasar informasi sejarah zaman Empu Gandring yang membuat keris yang kemudian menjadi andalan tokoh Ken Arok, terungkap latar belakang sejarah kehidupan peradaban lembaga kekuasaan (negara/kerajaan) secara utuh. Dari data empiris yang menunjukkan bahwa keberadaan pusat kekuasaan pasti punya atau dekat lokasi besalen, bisa dijadikan pedoman lebih lanjut.
Yaitu pedoman tentang lokasi pusat kekuasaan dalam terminologi zaman Mataram, mulai dari Raja ke-1 Panembahan Senapati hingga zaman Sultan Agung (Raja ke-3), Mataram Kartasura dan terakhir Mataram Islam Surakarta Hadiningrat. Dalam sejarah perjalanan Dinasti Mataram itu, pusat-pusat kekuasaannya sampai di tingkat kabupaten, selalu dekat dengan besalen.
Besalen yang dimaksud, tidak hanya memproduksi senjata tradisional yang hanya berupa keris, tetapi juga tombak, pedang, kudi dan sebagainya dalam berbagai ukuran, ragam pamor, ragam bilah dan jenis peruntukannya. Untuk layanan ukuran, ragam, jenis dan pamor saja, besalen yang ada selama sejarah Mataram, pasti mendapat pesanan berlebih terutama dalam jumlah.
Apalagi, ada besalen yang juga memproduksi alat-alat pertanian selain senjata tradisional. Atau pada perjalanan kemudian, sudah ada spesialisasi besalen yang khusus memproduksi senjata tradisional. Dan secara terpisah ada besalen atau “rumah produksi” atau kegiatan kerajinan yang menghasilkan alat-alat pertanian, yang kemudian dikenal dengan nama “pande besi”.
Alat-alat pertanian yang diproduksi “pande besi”, misalnya cangkul, bendho dan arit, berkembang memproduksi peralatan rumah tangga seperti pisau dapur, pangot, erok-erok, sothil dan sebagainya. Karena besalen memproduksi senjata yang “dimuliakan” menjadi pusaka, “bahkan piandel”, maka inilah yang mungkin menjadi alasan pemisahan dengan “pande besi”.
Dalam perjalanan sejarah, besalen tidak hanya memproduksi senjata tradisional, tetapi juga instrumen musik yang rata-rata dari bahan baku logam, atau metalurgi yang sedikit berbeda dengan jenis bahan senjata. Dan proguk instrumen musik asli peradaban dan Budaya Jawa yang disebut gamelan inilah, yang telah ikut mengangkat peradaban Jawa dikenal luas di dunia.
Karena, besalen juga ada yang secara khusus memproduksi gamelan, maka pusat-pusat kekuasaan setidaknya sepanjang sejarah Mataram, juga sangat dekat dengan besalen gamelan. Terlebih, gamelan di sepanjang zaman Mataram, rata-rata digunakan untuk peralatan baku upacara adat. Maka, gamelan rata-rata dimiliki di pusat-puat kekuasaan yaitu di Ibu Kota kerajaan.
Setelah Ibu Kota “negara (kerajaan), barulah gamelan dimiliki tiap-tiap “Kadipaten” atau “Kabupaten Manca”, untuk gelar upacara adat level kecil yang boleh dilakukan pejabat Bupati yang rata-rata bergelar Adipati. Tetapi, melihat kebutuhan senjata tradisional atau pusaka, tampaknya lebih urgen atau wajib dimiliki para Adipati/Bupati dibanding gamelan. (Won Poerwono – bersambung/i1)