Sekitar 30 Cabang Pakasa “Bermasalah” dan “Tidak Sehat”, Mendesak Perlu “Diatasi”
IMNEWS.ID – MENGIDENTIFIKASI segala permasalahan yang dihadapi Pakasa cabang kemudian memetakan potensi dan profil masing-masing, memang sangat urgen, penting dan mendesak. Sebab, identifikasi dan pemetaan itu menjadi modal dan bisa memandu langkah-langkah perbaikan dan penyehatan organisasi, agar bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Di sisi lain, tantangan yang dihadapi Pakasa sendiri dan dalam fungsi-fungsi lain berkait kelangsungan kraton, pelestarian Budaya Jawa dan ikut menjaga ketahanan budaya bangsa, juga semakin berat. Jadi, perlu figur pangarsa atau komposisi potensi pengurus Pakasa cabang yang punya jiwa kepemimpinan baik, dan segala persyaratan ideal lainnya.
Setidaknya seorang pangarsa harus punya pengalaman berorganisasi, atau pernah memimpin organisasi, agar bisa mengelola dan mengembangkan organisasi dengan baik. Karena itu semua menjadi modal untuk menjalankan berbagai programnya, di antaranya tugas dan fungsi utama Pakasa sebagai tangan panjang dan daya dukung legitimatif Kraton Mataram Surakarta.

Karena bila tidak punya modal dasar itu, organisasi Pakasa jelas tidak akan berkembang ideal. Yang ideal mencakup terwujudnya struktur kepengurusan dari cabang sampai anak cabang, lengkap di setiap kecamatan. Berikut, jumlah anggota terus bertambah untuk mendukung semua program kerja, minimal pelestarian Budaya Jawa untuk mewarnai lingkungan daerahnya.
Dalam pengamatan iMNews.id, memang baru sekitar separo dari lebih 40 pengurus cabang Pakasa yang terbentuk di Provinsi Jatim dan Jateng, yang menjalankan organisasi cabang dalam setengah dekade terakhir atau lima tahunan. Tetapi, kurun waktu 5 tahunan itu bisa digunakan untuk mengukuran dan mengevaluasi perkembangan dan arah/irama jalan pakasa cabang.
Terwujudnya pengurus Pakasa sampai di tingkat anak-cabang, setidaknya bisa memberi dinamika yang sehat, yaitu ada kontrol pelaksanaan pengelolaan organisasi atau batas minimal aspek demokratisasi. Pengalaman berorganisasi dan memimpin organisasi sangat perlu, agar “yang dipimpin” tidak direpotkan “mengasuh” pimpinannya seperti yang terjadi di cabang Pati.

Punya pengalaman berorganisasi dan memimpin organisasi, penting sekali bagi Pakasa cabang, terutama karena butuh kecakapan seorang pemimpin menggali segala potensi untuk kelancaran roda porganisasi. Karena faktanya ada pimpinan cabang yang justru menjadi “beban” dan “tekanan” cabang tetangganya untuk kepentingan pribadinya, karena alasan “merasa berjasa”.
Pakasa memang bukan partai politik, yang karenanya tak perlu memberi penegasan pada keterlibatannya pada posisi apapun untuk meraih tujuan politik praktis dan pragmatis. Oleh sebab itu pula, cara-cara berorganisasi dan iklimnya tidak perlu meniru partai politik dan ormasi lain yang penuh intrik dan sentimen, karena Pakasa organisasi berlandaskan Budaya Jawa.
Pakasa adalah organisasi yang punya tujuan utama melestarikan Budaya Jawa, memancarkan nilai-nilai Budaya Jawa ke lingkungan terdekat hingga masyarakat secara luas. Karena Budaya Jawa bersumber dari Kraton Mataram Surakarta, maka sudah sewajarnya tiap insan Pakasa punya tugas dan kewajiban secara mandiri dan bersama-sama menjaga kelangsungan kraton.

Pakasa Cabang Pati yang punya spesifikasi permasalahan tersebut di atas, pada intinya adalah Pakasa yang sedang “bermasalah” tetapi tidak bisa mengatasi masalahnya secara mandiri. Ragam “bermasalah” yang disandang cabang Pakasa, banyak sekali, tak hanya sejumlah yang disebut KPH Edy Wirabhumi (Pangarsa Punjer-iMNews,1/5), mendesak ditata-ulang.
Dalam catatan iMNews.id, termasuk yang disebut KPH Edy Wirabhumi dan KRT Darpo Arwantodipuro sebagai pencatat cabang secara administratif, jumlah Pakasa cabang yang masuk kategori “bermasalah” dan “tidak sehat” kategori ringan sampai berat ada lebih dari 20 cabang di antara 43 pengurus cabang yang pernah resmi lahir dan ditetapkan Punjer.
Bila cabang Pati “bermasalah” dan “tidak sehat” dalam kategori sedang, cabang Demak, Sidoarjo, Blitar, Blora, Semarang, Wonigiri, Sragen, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Grobogan, Banjarnegara dan Magetan serta beberapa lagi yang tidak terdeteksi, masuk kategori sedang hingga berat. Hanya 10-an Pakasa cabang yang sehat karena sudah teruji dan bentukan baru.

Dari sekitar 10 cabang yang masuk kategori sehat dan sudah teruji adalah Pakasa Cabang Ponorogo, Pakasa Trenggalek, cabang Ngawi, Nganjuk, Magelang, Jepara dan Kudus. Sedangkan Pakasa Cabang Klaten dan Kabupaten Tegal/Slawi, termasuk “bermasalah” dan “tidak sehat” dengan catatan, karena persoalannya sangat beda dengan beberapa yang sampai “lost contact”.
Madiun Kota dan Kabupaten Madiun serta Malang Raya adalah tiga pengurus cabang baru yang ditunggu sepak-terjangnya, terutama pengembangan organisasinya. Sementara itu, ada beberapa daerah di wilayah eks Karesidenan Banyumas seperti Kebumen dan Cilacap, sudah terbentuk pengurusnya tetapi juga “lost contact”, entah kemana?.
Kota Tegal dan Kota Surakarta, posisinya sama-sama belum pernah punya pengurus Pakasa cabang. Warga Pakasa Kota Tegal pernah bergabung ke cabang Kabupaten Tegal, tetapi vakum karena ketuanya meninggal (KRAT Subagyo alm), warga Pakasa Kota Surakarta masuk ke berbagai elemen di kraton yang tak ada hubungannya dengan Pakasa. Kondisi ini, mendesak perlu diatasi. (Won Poerwono – bersambung/i1)