Sejumlah Cabang Pakasa yang Mati Total dan Mati “Separo”, Segera Direorganisasi
IMNEWS.ID – KALAU pada seri sebelumnya bahasan tertuju pada eksistensi organisasi Pakasa dari sisi kesejarahan dan sudut pandang dari luar, perlu kiranya mencermati profil dan perkembangannya dari sudut pandang internal. Dua sudut pandang terhadap dua sisi itu perlu dievaluasi, agar organisasi Pakasa menjadi sehat dan terarah menjalankan visi dan misinya.
Semangat yang lahir dari dua sisi dan sudut pandang itu, secara tidak langsung disinggung KPH Edy Wirabhumi selaku Pangarsa Punjer Pakasa, dalam sambutannya pada peringatan ultah sewindu “Istana Mataram” di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Minggu (13/4). Hal yang disinggung itu, bahkan untuk kali kedua setelah HUT Pakasa ke-93 tahun 2024 lali.
Sinyalamen pertama tentang perlunya “regenerasi” di kepengurusan Pakasa Punjer dan evaluasi sejumlah pengurus Pakasa cabang, bahkan sudah dilontarkan Pimpinan Eksekutif Lembaga Hukum Kraton (Mataram) Surakarta itu sejak HUT ke-92 pakasa tahun 2023. Kata kunci yang menjadi inti dari “penyegaran” organisasi Pakasa itu, adalah untuk “penguatan” organisasi.

“Penguatan” organisasi, jelas tertuju pada pengembangan dan penyehatan yang menjadi syarat daya tahan dan kelangsungan organisasi Pakasa, dari tingkat Punjer hingga pengurus cabang. Semangat yang dilontarkan KPH Edy Wirabhumi itu, paralel dengan hasil pengamatan iMNews.id soal profil dan perjalanan pengurus Pakasa cabang, dan kondisi di tingkat Punjer.
Penguatan organisasi yang dimaksud, tak hanya dimaknai dengan “peremajaan”, tetapi harus mengandung unsur penguatan sebagai strategi persiapan langkah jauh ke depan. Oleh sebab itu, kalau KPH Edy Wirabhumi sudah sejak dini menyebut nama KGPH Hangabehi untuk tampil ikut mengurus Pakasa, perlu dimaknai sebagai kebutuhan untuk memperkuat posisi di Punjer.
Memperkuat posisi kepemimpinan di kepengurusan Punjer yang ideal, adalah membantu KPH Edy Wirabhumi yang tetap memimpin Pangarsa Punjer (Ketua Umum Pusat), sementara KGPH Hangabehi tepat berada di posisi sebagai Pangarsa Padintenan (Ketua Harian). Bahkan, kepemimpinan Punjer diperlukan tenaga muda lainnya di posisi kelengkapan yang semakin memperkuat.

Dalam komposisi kepengurusan Punjer seperti itu, di satu sisi akan menjadi sangat ideal dan semakin kuat postur kepemimpinan di tingkat Punjer. Evaluasi dan reorganisasi seperti ini, jelas bisa menjawab tantangan yang dihadapi KPH Edy Wirabhumi, karena beban tanggungjawabnya memimpin Pakasa di satu sisi dan DPP MAKN di sisi lain yang semakin berat.
Sebagai ilustrasi, KPH Edy Wirabhumi yang dipercaya memimipin Ketua Umum DPP Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN) yang beranggotakan 50-an lembaga kraton/kesultanan/kedatuan se Nusantara sejak 2019, tantangan tugasnya semakin berat. Begitu pula tantangan tugas sebagai Pangarsa Pakasa Punjer yang kini semakin berkembang dan butuh “perhatian ekstra”.
Karena beban tugas, tanggung jawab dan tantangan itulah, maka wajar kalau KPH Edy sudah mengisyaratkan jauh-jauh hari perlunya ada figur tokoh yang bisa membantu meringankan beban tugas itu. Dan KGPH Hangabehi adalah satu-satunya nama yang paling tepat dan “strategis” untuk menjawab kebutuhan itu, karena posisi, kapasitas dan harapan ideal di masa depan.

Meski sudah beberapa kali melontarkan gagasan ideal melalui sambutan di event-event strategis itu, tetapi KPH Edy Wirabhumi belum menuangkan gagasannya dalam forum pertemuan khusus yang tepat untuk itu, yaitu semacam musyawarah atau kongres Pakasa. Demikian pula, belum ada penjelasan resmi yang diberikan kepada kalangan media, termasuk iMNews.id.
Saat menjawab pertanyaan media ini beberapa waktu lalu, KPH Edy hanya menyebutkan bahwa tata ulang, evaluasi dan reorganisasi Pakasa dari Punjer sampai tingkat cabang dilakukan sambil berjalan. Namun tidak dijelaskan secara lengkap, kebutuhan figur untuk penguatan pengurus dan rincian regenerasi yang dimaksud, terkait penyebutan nama KGPH Hangabehi.
“(Penataan ulang) secepatnya sambil jalan, Punjer dan cabang-cabang. Baik yang masih aktif maupun setengah aktif (mati-Red). Seperti Wonogiri, Sukoharjo, Kota Surakarta, Tegal/Slawi, Sidoarjo, Demak, Kediri dan sebagainya,” tandas KPH Edy Wirabhumi menjawab pertanyaan iMNews.id, beberaa waktu lalu. Tata-ulang bisa berupa evaluasi dan reorganisasi.

Bila mencermati penegasan KPH Edy soal tata-ulang di tingkat Punjer, sangat mungkin termasuk regenerasi dan menunjuk ke arah KGPH Hangabehi untuk tampil dalam posisi apapun, sesuai yang sudah disebut-sebut di beberapa kali kesempatan pertemuan. Dan langkah evaluasi serta reorganisasi bisa menyasar ke banyak pengurus cabang yang banyak “bermasalah”.
“Bermasalah” di sini bisa dimaknai banyak pengertian, mulai dari yang eksis aktif tetapi tidak bisa berkembang karena faktor kualitas kepemimpinan figur “pangarsa” (ketua) dan pengurus, yang mati “separo” atau vakum (mati total), dan yang aktif tetapi terbatas pada kelompok kecil yang geraknya hanya untuk “pencitraan” dan kepentingan pribadi atau kelompok.
Dengan memetakan pengurus Pakasa cabang berdasar beberapa indikator itu, kini hanya ada beberapa gelintir Pakasa dari lebih 40 pengurus cabang yang pernah dilantik dan ditetapkan. Beberapa gelintir cabang ini, bahkan bukan hanya tak memiliki stampel “bermasalah”, tetapi menjadi cabang Pakasa yang mampu menjadi “problem solver” ke dalam dan ke luar. (Won Poerwono – bersambung/i1)