Nanti Malam, Bangsal Smarakata dan Semua Kantong Kesenian, Gelar Tari Peringati HTD ke-19
SURAKARTA, iMNews.id – Kegiatan “mbeksa” (menari-Red) merupakan kemampuan yang wajib dimiliki bagi tiap putra-dalem dan wayah-dalem seorang Raja Paku Buwana yang jumeneng-nata di Kraton Mataram Surakarta. Kewajiban memiliki ketrampilan dan kebiasaan menari rutin pada jadwal tertentu yang diwajibkan kraton, telah menyatu dalam kehidupan tian kerabat di kraton.
“Jadi, para putra/putri-dalem, bahkan wayah-dalem, wajib bisa mbeksa. Kegiatan ‘kagunan beksa’ (seni tari) di kraton yang sudah rutin dijadwalkan secara terpisah antara utra dan putri itu, sudah menyatu dalam kehidupan tiap insan kerabat di kraton. Karena, ada tarian yang menjadi bagian upacara adat, misalnya Bedhaya Ketawang,” ujar KPH Raditya Lintang Sasangka.

Tindhih abdi-dalem karawitan dari Kantor Mandra Budaya Kraton Mataram Surakarta itu, menegaskan hal tersebut dalam talkshow pengantar Konser Klenengan malem Selasa Legi (28/4) di Bangsal Smarakata. Talkshow yang dipandu KP Budayaningrat (dwija Sanggar Pasinaon Pambiwara) disiarkan RRI Surakarta dan live streaming channel LDA, untuk menyambut HTD ke-19, 2025.
Konser “klenengan” yang digelar rutin tiap malam weton pasaran hari kelahiran Sinuhun PB XII itu, semalam hanya ditonton sekitar 100 orang. Mereka adalah kalangan terbatas, yaitu dari kerabat dan beberapa mahasiswa, yang duduk memanfaatkan sejumlah kursi yang tersedia di depan Bangsal Smarakata dan duduk lesehan di atas lantai di belakang Kori Kamandungan.

Konser “klenengan” yang sudah rutin dilakukan kraton sejak lama, menurut KPH Raditya Lintang Sasangka (Ketua Sanggar Pasinaon Pambiwara) maupun KP Budayaningrat, mulanya untuk menyajikan gendhing-gendhing karya para empu kraton. Konser dalam format “klenengan” untuk “wungon” di hari weton kelahiran Raja, lalu diisi tarian tanpa kostum untuk “ancer-ancer”.
Tetapi, lanjut keduanya, karena gendhing-gendhing yang disajikan bukan hanya gehdning-gendhing lepas misalnya konser karawitan/klenengan, maka dimanfaatkan pula oleh kalangan putra/putri-dalem, wayah-dalem dan abdi-dalem pelatih untuk “mengisi” unsut gerak tarinya. Kegiatan mengisi gerakan tari itu lalu menjadi kesempatan yang baik untuk berlatih beksa.

Semalam, ada tujuh sajian gendhing dan empat di antaranya adalah gendhing iringan tari, tetapi hanya diisi tiga repertoar tari. Empat gendhing iringan tari itu adalah Sindenan (tari) Srimpi Bondan karya Sinuhun PB IX, tidak diisi gerakan tari, dan Gendhing Wireng Gatutkaca-Antasena, Gendhing Sancaya-KusumaWicitra dan Gendhing taman Soka diisi gerakan tari.
karena, konser “klenengan” itu diisi gerakan tari, maka pertunjukan seni di Bangsal Smarakata, semalam, tepat sekali menjadi acara pemeriah menyambut Hari Tari Dunia (HTD) yang puncaknya berlangsung dalam 12 jam, Selasa (29/4) sehari ini. Ada sejumlah kantong kesenian yang bersama-sama menggelar tari, yaitu Kampus ISI, TBS, Taman Balembang dan Bangsal Smarakata.

Semalam, tampil KPH Raditya Lintang Sasangka dan RM Bambang Mbuko Nugroho menyajikan “pethilan” tari Gatutkasa-Antasena. Kemudian tari Wireng Sancaya-Kusuma Wicitra disuguhkan oleh “juru beksa” (penari) KPP Suryobroto dan RM Nindyo Hartawan. Dan gendhing Wireng Taman Soka, diisi lima “juru beksa” dan 4 di antaranya wayah-dalem Sinuhun PB XII, termasuk KGPH Hangabehi.
Selain Gusti Behi, ada KPH Bimo Joyo Adilogo (Bupati Juru Kunci Astana Pajimatan Imogiri), KRMH Suryo Manikmoyo dan BRM Cici Suryotriyono. Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) dan keluarga hadir menyaksikan, karena tugasnya menampilkan tim penari kraton di acara puncak HTD di kampus ISI, Kentingan, setelah tampil di Bangsal Smarakata, nanti malam. (won-i1)