Para Peziarah, Juru-Kunci dan Pengurus Yayasan Lebih Meyakini Makam RM Kentol Kejuron

  • Post author:
  • Post published:April 18, 2025
  • Post category:Regional
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Para Peziarah, Juru-Kunci dan Pengurus Yayasan Lebih Meyakini Makam RM Kentol Kejuron
AKAN BERTAMBAH : Warga Pakasa Cabang Kudus yang kini baru didimonasi para santri yang jumlahnya seribuan dari 4 Majlis Taklim di bawah bimbingan KRRA Panembahan Didik Songonagoro, tidak lama lagi akan bertambah kekuatannya. Karena, warga trah Pangeran Puger akan bergabung ke Pakasa. (foto : iMNews.id/Dok)

Tahun 1992, Cungkup dan Makam Pangeran Puger Pernah Hancur Tertimpa Pohon Beringin

KUDUS, iMNews.id – Para peziarah yang masih memiliki darah keturunan RM Kentol Kejuron, rata-rata meyakini makam Pangeran Puger yang diziarahi rutin tiap bulan Ruwah dan khol tiap 17 Sura itu, adalah leluhur mereka yang bernama kecil itu. Begitu juga pengurus Yayasan Pamong Makam Pangeran Puger dan para juru-kunci, termasuk KRRA Panembahan Didik Singonagoro.

“Jadi, dari dialog saya dengan mbah Zaenal (juru-kunci 1-Mas Lurah Zaenal Arifin Hadi Puspoko) dan pak Yuli (Yuli setiawan-Ketua Yayasan), keduanya lebih meyakini makam Pangeran Puger itu sebagai makam RM Kentol Kejuron, salah seorang putra Panembahan Senapati. Para peziarah yang sempat bertemu keduanya, juga mengungkapkan keyakinan tentang itu”.

“Saya sendiri, setelah mendengar dan melihat data-data dokumen naskah, untuk sementara lebih condong meyakini Pangeran Puger yang dimakamkan di Desa Demaan, Kecamatan Kota ini adalah RM Kentol Kejuron. Itu juga berdasar keyakinan dua tokoh di atas dan laporan para peziarah yang mengaku masih trah keturunan Pangeran Puger,” ujar KRRA Panembahan Didik, siang tadi.

KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus yang ditetapkan sebagai juru-kunci II oleh Yayasan Pamong Makam Pangeran Puger, 10/4/2025, saat dimintai konfirmasi iMNews.id menegaskan, untuk sementara dirinya condong meyakini RM Kentol Kejuro sebagai Pangeran Puger yang dimakamkan di Desa Demaan itu.

YULI SETIAWAN : Yuli Setiawan (Ketua Yayasan Pamong Makam Pangeran Puger), saat menunjukkan surat-surat status posisi makam Pangeran Puger kepada Gusti Moeng di sela-sela acara ultah sewindu “Istana Mataram”, Minggu (13/4). KRRA Panembahan Didik Songonagoro yang mendampingi, lebih dulu memperkenalkan rombongannya.(foto : iMNews.id/Dok)

Menurutnya, seriring waktu berjalan dan data-data muncul kepermukaan, titik terang semakin jelas. Meskipun diakui khalayak umum masih sedikit meragukan soal jati diri Pangeran Puger yang makamnya di desa Demaan itu. Desa ini, diakui bersebelahan dengan Desa Singocandi, tempat tinggalnya yang masih satu kecamatan, yaitu Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus.

KRRA Panembahan Didik bahkan teringat di masa kecil hingga remaja, sering diajak kakeknya berziarah di makam Pangeran Puger itu. Kini baru diketahui, dari kakek canggahnya juga punya trah keturunan salah seorang putra Panembahan Senapati yang lahir dari istri Nyai Adisara itu. Meskipun, dia lebih dikenal sebagai generasi ke-14 trah darah-dalem Sunan Kudus.

“Kalau eyang-eyang saya trah Pangeran Puger dan Sunan Kudus dari garis Panembahan Palembang, kalau saya juga trah Sunan Kudus dari garis Panembahan Makaos. Makanya saya sering diajak kakek berziarah ke makam Demaan kalau datang bulan Ruwah. Banyak hal yang meyakinkan saya lebih condong Pangeran Puger adalah RM Kentol Kejuron, salah satunya nama Demaan”.

“Nama itu yang membedakan dengan Pangeran Puger lain. Karena menunjuk kata Demak yang berarti nama kota, tempat Pangeran Puger dipercaya menjadi Adipati di situ. Karena dianggap ingin mengambil-alih kekuasaan Raja, maka dihukum dengan dibuang ke Kudus hingga meninggal dan dimakamkan di desa Demaan. Di situ juga bersebelahan dengan makam RA Kuning,” jelasnya.

MAKAM RA KUNING : Juru-kunci 1 ML Zaenal Arifin Hadi Puspoko dan juru-kunci 2 KRRA Panembahan Didik Songonagoro, saat bertemua beberapa hari lalu di teras cungkup RA Kuning. Makam yang disebut sebagai istri Pangeran Puger itu, dianggap petunjuk yang menguatkan jati diri RM Kentol Kejuron yang bersemayam di makam itu. (foto : iMNews.id/Dok)

Ditambahkan, perkembangan setelah memimpin rombongan Pakasa Cabang Kudus bersama-sama para pamong makam Pangeran Puger bertemu Gusti Moeng dalam acara ultah sewindu “Istana Mataram” (iMNews.id, 13/4), KRRA Panembahan Didik mengaku terus melakukan dialog. Kamis siang (17/4) ML Zaenal Hadi Puspoko berkunjung ke rumahnya di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae.

Setelah dua juru-kunci Pangeran Puger berbicang berdua seharian di rumah Gondangmanis, gantian KRRA Panembahan Didik Singonagoro berkunjung ke tempat juru-kunci 1. Kedatangan juru-kunci 2 bersama tiga pendampingnya yaitu, KRT Joko (Kasubag Kepegawaian PN Pati), Mayor CBA KRT Agus (Dandenma Korem PMK Jogja) dan RT Masrukin itu diterima di cungkup makam.

“Kedatangan saya ke cungkup makam, sebenarnya ingin bergabung dengan pertemuan rutin di situ tiap malam Jumat. Di situ berkumpul masyarakat adat yang masih trah Pangeran Puger. Saya ingin bersilaturahmi dengan semua warga dan berdialog serta mendengarkan apa saja yang dibahas, karena saya sudah dipercaya jadi juru-kunci 2. Tapi kok sudah bubar”.

“Jadi, saat saya datang sekitar pukul 20.00 WIB, pertemuan sudah bubar. Padahal saya ingin sekali berkenalan dengan semua. Untuk sosialisasi soal Pakasa, dan tatacara mendapatkan kekancingan. Termasuk 4 juru-kunci yang namanya tertulis dalam SK penetapan saya yang diterbitkan yayasan. Mosok dengan sesama juru-kunci saya belum kenal,” ucap KRRA Panembahan.

KEMBALI BERDIALOG : KRRA Panembahan Didik Songonagoro (Ketua Pakasa Cabang Kudus) selaku juru-kunci 2 bersama tiga teman/santrinya, kembali berdialog dengan ML Zaenal Hadi Puspoko (juru-kunci 1) di depan cungkup makam. Pertemuan warga trah Pangeran Puger sudah “dibubarkan” ketika dirinya datang. (foto : iMNews.id/Dok)

Dijelaskan, berkait dengan sosialisasi tentang organisasi Pakasa cabang, adalah sangat perlu sebagai kebutuhan mendasar. Karena, warga yang diharapkan menjadi anggota Pakasa, harus memahami dengan jelas dan baik soal organisasi, tugas dan kewajiban pelestarian Budaya Jawa, juga tatacara yang diperlukan untuk itu, misalnya soal bagaimana berbusana adat yang pantas.

Menurutnya, melalui proses bergabung menjadi juru-kunci makam Pangeran Puger, menjadi terbuka sarana untuk pengembangan Pakasa Cabang Kudus. Karena misi Pakasa di bidang pelestarian Budaya Jawa, harus diawali dengan mengenal simbol-simbol cirikhasnya, berbusana adat dengan baik dan berperilaku sebagaimana layaknya wong Jawa atau insan yang berbudaya Jawa.

Karena sudah memahami simbol-simbol cirikhasnya, menjalankan Budaya Jawa dalam kehidupan di lingkungan terkecil hingga terbesar, maka pasti terbuka akses untuk mendapatkan pengakuan simbolik ideal yaitu gelar kekerabatan. Dalam posisi seperti itu, di sisi lain warga trah Pangeran Puger sudah menjadi warga Pakasa Cabang Kudus dan abdi-dalem kraton.

“Kalau sudah menjadi abdi-dalem Kraton Mataram Surakarta sekaligus anggota Pakasa Cabang Kudus, ya harus patuh pada AD/ART Pakasa. Setidaknya ya harus lebih baik dibanding warga yang bukan anggota Pakasa. Bertutur-kata, berperilaku dan berbusana adat lebih baik dari sebelumnya. Sowan ke kraton, sedikitnya sekali dalam setahun,” ujar KRRA Panembahan Didik.

GAPURA MAKAM : Gapura makam Pangeran Puger di Desa Demaan, Kecamatan Kota, tampak ada kesan berarsitektur lama tetapi bahan dan ukurannya terkesan baru. Bagian ini tidak disebut sebagai bangunan baru bersama cungkup makam yang direnovasi di tahun 1992, yang hancur tertimpa pohon beringin besar yang roboh saat itu. (foto : iMNews.id/Dok)

Pada hal lain juga disebutkan, bahwa cungkup makam yang kini tampak masih kokoh, adalah bangunan cungkup yang sudah direnovasi setelah hancur bersama sebagian besar isinya pada tahun 1992. Juru-kunci 1 dan pengurus yayasan mengisahkan, di tahun itu pohon beringin besar di makam tumbang oleh lisus, menghancurkan bangunan cungkup utama dan makam sekitarnya.

“Batu nisan (maijan) berukuran besar dari batu, disebutkan tertimbun tanah dan bangunan yang hancur. Mungkin sudah hancur juga. Karena musiban tahun 1992 itu, nisan diganti kayu. Dinding pusara diganti keramik. Lantainya juga ditutup keramik semua seperti yang tampak. Dari sisi cagar budaya gimana, saya belum bisa bicara,” ujar KRRA Panembahan Didik Singonagoro. (won-i1)