Penuh Makna, Tapi tak Banyak yang Bisa Menjelaskan Kepada Publik
IMNEWS.ID – MEMANG banyak faktor yang menyebabkan, segala macam seluk-beluk tentang lembaga kraton dan perjalanan sejarahnya, tak banyak dikenal, diketahui dan dipahami publik khusus di republik ini. Semakin berganti generasi zaman, rasanya semakin jauh pengetahuan dan referensi publik tentang masa lalu sebelum NKRI yang sudah eksis berabad-abad itu.
Literasi yang bisa memberi informasi sampai level pemahaman sebenarnya sudah banyak, dan sangat bervariasi sajiannya, dari berbagai sisi kupasan menurut sudut-pandangnya. Variasi keragaman informasi tentang sejarah itu, juga dilengkapi dengan sajian dari sudut pandang kepentingan kekuasaan, yang “sengaja merubah” karena punya maksud tertentu.
Namun, itu semua lambat-laun juga semakin tak punya makna bagi generasi baru yang selalu tumbuh dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman. Kini, pada zaman generasi milenial ini, informasi tentang lembaga kraton dan perjalanan sejarahnya sebelum ada republik, tak banyak menjadi bahan diskusi, pembahasan dan pemahaman, karena bukan termasuk konsumsi zaman ini.
Informasi mengenai lembaga kraton dengan segala kekayaan produk budaya dan peradabannya, juga perjalanan masa lalunya, sudah bukan menjadi “trending topic” perbincangan masyarakat bangsa ini pada umumnya. Hanya sesekali saja muncul sebuah ekspresi melalui media mainstream IG, FB atau lainnya (medsos), yang sifatnya spontan dan sekadar sebagai informasi.

Kemunculannya bukan dirancang secara khusus untuk berbagai tujuan positif dan ideal, misalnya membangun memori kolektif publik, yang disertai pertimbangan strategis. Padahal, kekayaan sejarah kelembagaan kraton, produk budaya, peradaban dan perjalanan sejarahnya, sudah terbukti bermanfaat bagi publik secara luas, yang perlu terus disosialisasikan secara konstruktif.
Kini, ketika lembaga Kraton mataram Surakarta misalnya, sudah “terbelenggu” oleh berbagai keterbatasannya, misalnya untuk mengaktifkan pusat informasi publik, tugas untuk memberi informasi hingga level pemahaman seakan menjadi langka. Pasifnya fungsi-fungsi tugas itu sampai melewati beberapa generasi, jelas semakin menjauhkan kraton dan kekayaannya dengan publik.
Di kraton kini memiliki Sanggar Pasinaon Pambiwara, tetapi bukan untuk tujuan mengaktifkan salah satu fungsi dan makna “pambiwaranya”. Melainkan masih terbatas pada tugas dan fungsi edukasi di bidang Budaya Jawa, sejarah dan ketrampilan praktis berpidato atau memberi sambutan dalam Bahasa Jawa (krama inggil), tata-busana dan yang berkait penampilannya.
Karena ada beberapa keterbatasan di bidang itu, bidang sosialisasi dan transfer informasi yang kini semakin menjadi penting dan strategis bagi eksistensi dan membangun citra kelembagaan, menjadi sangat lemah. Bidang atau departemen penting yang seharusnya menjadi ujung tombak eksistensi dan citra kebesaran/kekayaan lembaga, semakin jauh tertinggal.

Karena tugas-tugas di bidang informasi yang menyangkut promosi dan marketing tidak berfungsi dengan baik, maka ada banyak aset penting yang semakin lama semakin tidak dikenal publik, karena semakin jauh dari memori publik. Seiring dengan itu, para abdi-dalem yang ahli di bidang penguasaan pengetahuan aset, ketika semakin berkurang karena usia, jelas berpengaruh.
Karena tidak ada regenerasi di kalangan abdi-dalem yang menguasai bidang pengetahuan aset sekaligus menguasai bidang mengelola informasi, ini jelas semakin menjauhkan kraton dari memori publik. Pada situasi dan kondisi zaman seperti sekarang ini, adalah warga zaman dalam jumlah terbatas yang hanya mengenal kraton dan aset budayanya secara terbatas pula.
Keterbatasan fungsi dan tugas eksternal di bidang informasi (sosialisasi), jelas akibat kraton sudah tidak banyak memiliki petugas yang bisa menjelaskan banyak hal tentang kraton, sejarah dan aset-asetnya. Selain terbatas jumlah SDM (personil), penguasaan bidang pengetahuan aset juga terbatas dan ketrampilan untuk menyampaikan informasi juga terbatas.
Kraton memang punya lembaga museum dan perpustakaan yang seharusnya bisa difungsikan menjadi pusat informasi, komunikasi dan sosialisasi bahkan promosi dan marketing. Tetapi, karena mengalami mis-leading dan mis-managerial hebat selama 5 tahun lebih (2017-2022), jadi nyaris melumpuhkan fungsi-fungsi penting dan strategis yang menyangkut eksistensi kraton.

Karena situasi dan kondisi umum seperti itu, maka jelas tak banyak kekayaan seni budaya dan sejarah kraton yang bisa dijelaskan kepada publik. Jumlah SDM yang terbatas, maka tak banyak yang bisa menjelaskan semua aset2 dan sejarahnya. Museum kraton memang punya 12 “guide” (juru penerang), tetapi jelas tak bisa mewakili semua fungsi tugas strategis itu.
Dengan melihat peta ketersediaan tenaga (abdi-dalem) sesuai bidang yang diperlukan, kebutuhan informasi publik tentang berbagai hal di atas, tampak semakin sulit terpenuhi secara ideal. Oleh sebab itu, realitas pemahaman publik terhadap eksistensi kelembagaan kraton, aset-aset seni-budaya dan perjalanan sejarahnya, juga menjadi sangat jauh dan awam.
Situasi dan kondisi seperti ini menjadi “warning” bagi peradaban secara luas, khususnya kelembagaan kraton. Karena, negara sudah merasa tidak punya kewajiban untuk memberi informasi dalam soal-soal itu, dalam bentuk (edukasi) apapun dan dalam level apapun. Satu-satunya transfer informasi melalui pendidikan formal, tetapi sudah sulit diwujudkan secara ideal.
Sulitnya terwujud secara ideal, sangat mungkin karena melihat pengalaman di masa rezim pemerintahan Orde Lama, apalagi pada masa rezim Orde Baru. Sangat banyak praktik menyimpang dalam penyajian isi materi informasi untuk keperluan edukasi, terutama yang menyangkut masa lalu sebelum republik, apalagi soal eksistensi dan kejayaan Kraton Mataram Surakarta.

Karena situasi dan kondisinya seperti itu, maka tidak jarang tampak kekaguman publik terhadap citra visual aset prajurit Kraton Mataram Surakarta yang tampil dengan busana kebesaran upacaranya. Mereka yang kagum itu, karena punya sisi apresiasi terhadap keindahan dan spesifikasi di bidang aba-aba dan perintah yang menggunakan kekayaan Bahasa Jawa.
Mereka yang kagum sebelum memahami makna filosofi dan berbagai makna fungsional eksistensi 8 Bregada Prajurit kraton, sudah jauh lebih baik. Dibanding banyak lagi dari warga peradaban zaman ini, yang sama sekali tidak punya respek terhadap kehadiran prajurit kraton, karena mereka tidak pernah mendapat informasi, tak penah diberi edukasi dan jadi awam sekali. (Won Poerwono – bersambung/i1)