Mendapat Kunjungan Rombongan Pakasa Cabang Pati
KUDUS, iMNews.id – Pengurus Pakasa Cabang Kudus menggelar acara halal-bihalal bagi keluarga besar Pakasa cabang di kediaman KRRA Panembahan Didik Alap-alap Gilingwesi Singonagoro, Senin malam (7/4). Acara dalam rangkaian kegiatan inti “pengaosan” Majlis Taklim Lembah Pedangkungan, juga diisi rapat pengurus untuk menjaring usulan event pengisi program kerja.
Halal-bihalal yang digelar di majlis taklim yang berada di Desa Singocandi, Kecamatan Kota itu, dipimpin KRRA Panembahan Didik Singonagoro selaku Ketua Pakasa Cabang Kudus. Selain Lembah Pedangkungan, ada 3 majlis taklim di tempat lain yang juga miliknya. Semalam, acara itu dihadiri oleh 96 santri/warga cabang dan mendapat kunjungan pengurus Pakasa Cabang Pati.
“Jadi, Senin malam itu ada tiga keperluan yang bisa dirangkai sekaligus. ‘Kan jadwalnya para santri Majlis Pedangkungan untuk pengaosan. Lalu diisi juga halal-bihalal sekaligus rapat pengurus Pakasa cabang, untuk menjaring usulan event andalan bagi Pakasa Kudus. Karena terus-terang, Kudus belum punya event inti andalah seperti daerah-daerah lain”.
“Semalam itu, ada usulan untuk meneruskan pembicaraan soal event haul Pangeran Puger (Kraton Pajang). Karena, pengurus makam sempat berkomunikasi ke Kantor Pengageng Sasana Wilapa, tetapi disarankan berdialog dengan pengurus Pakasa Kudus. Kemarin ada utusan dari pengurus makam minta waktu bertemu saya. Tetapi, saya belum bisa,” ujar KRRA Panembahan Didik.

Lebih lanjut dijelaskan, selain usulan meneruskan pembicaraan dengan pengurus makam Pangeran Puger yang berada di wilayah Kecamatan Kota Kudus, juga ada usulan lain. Yaitu usulan dari Dr Purwadi (Ketua Lokantara Jogja) untuk berembug dengan pihak-pihak terkait, untuk mendirikan Yayasan Adipati Tirtakusuma (Bupati Kudus) yang juga kakek Sinuhun PB II.
Dua usulan itu akan segera ditindaklanjuti dengan pembahasan di kalangan pengurus cabang Kudus, untuk mencari prioritas salah satu yang bisa segera dibahas dan diurus tuntas. Karena, hingga kini diakui Pakasa Cabang Kudus belum memiliki event inti andalan yang berhubungan dengan leluhur Dinasti Mataram secara langsung, seperti halnya yang dimiliki Pakasa Pati.
Seperti diketahui, sejak belum terbentuk kepengurusan Pakasa Cabang Kudus hingga terbentuk dan kini berusia 3 tahunan, sudah ada beberapa event yang digelar dan mendapat perhatian warga Kabupaten Kudus pada umumnya. Yaitu, event “Mapag Wulan Siyam” yang rutin digelar sejak 3 tahun lalu dan “Kirab Terompet Kyai Glongsor” yang sudah berjalan 5 tahun.
Namun, kedua event yang sudah mendapat simpati khususnya warga Desa Rendeng dan wilayah Kecamatan Kota itu, diakui kurang tipis sekali sangkut-pautnya dengan eksistensi Kraton Mataram Surakarta. Maka, adanya dua usulan itu akan ditindaklanjuti hingga bisa mewujudkan dasar-dasar alasan kuat untuk dijadikan event inti andalan Pakasa Cabang Kudus.

“Kan, kami ini organisasi Pakasa cabang yang pusatnya di Kraton Mataram Surakarta sebagai punjer. Jadi, saya lebih mengutamakan untuk menjadi event inti andalan Pakasa Kudus, alasan-alasan yang berkaitan dengan Kraton Mataram Surakarta. Misalnya, karena ada makam Pangeran Puger dan makam Adipati Tirtakusuma mertua Sinuhun Amangkurat Jawi itu”.
“Pangaeran Puger, ‘kan jelas tokoh leluhur langsung Dinasti Mataram, karena tokoh dari Kraton Pajang. Sedangkan Adipati Tirtakusuma, mertua Sinuhun Amangkurat Jawi atau kakek Sinuhun PB II. Ini sangat jelas sekali kaitannya, antara Kudus dengan Kraton Mataram Kartasura dan Surakarta. Tapi, kami belum tahu bagaimana kelanjutannya,” ujar KRRA Panembahan Didik.
Dari kedua usulan itu, meski punya alasan yang kuat status keterkaitannya antara masyarakat Kudus dengan Dinasti Mataram, tetapi sekarang ini masih dini atau awal sekali. Diperlukan waktu panjang untuk berdialog dengan pihak-pihak yang berkepntingan, misalnya pengurus makam Pangeran Puger. Tetapi jika sudah sepakat, Pakasa Kudus akan mendukung penuh.
Dia berharap, mudah-mudahan kalangan pengurus makam bisa melihat peluang ke depan untuk ikut “memuliakan” nama besar Pangeran Puger, leluhur Dinasti Mataram dan Kraton Mataram Surakarta. Karena, peluang itu bisa menjadi sarana untuk mengeratkan tali silaturahmi di antara masyarakat adat untuk pelestarian Budaya Jawa yang bersumber dari kraton.

Soal makam Bupati Kudus Adipati Tirtakusuma pada era Kraton Mataram Islam berIbu Kota di Kartasura, memang harus dimulai dari “nol” besar kalau harus membentuk badan hukum yayasan terlebih dulu. Karena, semua makam trah Sunan Kudus, sudah dikuasai/dikelola yayasan trah Sunan Kudus dan lokasi makam, bila benar, juga jadi satu dengan makam Sunan Kudus.
“Padahal, saya ini juga trah darah-dalem Sunan Kudus dari Panembahan Makaos. Saya generasi ke-14. Saya juga punya darah keturunan Kyai Glongsor, yang asalnya juga dari Sunan Kudus. Tetapi, saya tidak tau alasannya, saya tidak lagi menjadi bagian dari para pengurus makam ketika membentuk yayasan. Tetapi di luar yayasan, saya masih diakui sebagai trah,” ujarnya.
Pada bagian lain, KRRA Panembahan Didik Singonagoro sangat menyayangkan ada komentar yang sangat merendahkan martabat pihak lain yang disebar lewat facebook, tetapi dibahas heboh di WA grup Pakasa. Karena, isi komentar dari salah seorang warga organisasi “KH” itu, bersumber dari sempitnya pengetahuan yang bersangkutan dan tidak paham soal organisasi di kraton.
Ketua Pakasa Cabang Kudus itu mengajak menyelesaikan soal beda tafsir tentang Pakasa dengan “berdiskusi” langsung bertatap muka, tidak “eyel-eyelan” di medsos. Tetapi di sisi lain referensi sejarah sudah menjelaskan, bahwa Pakasa yang didirikan Sinuhun PB X adalah milik lembaga Kraton Mataram Surakarta seperti makna kata “kagungan-dalem”.

KRRA Panembahan Didik Singonagoro itu juga sependapat dengan penjelasan, bahwa organisasi pakasa bukan milik pribadi siapapun, apakah itu pribadi Gusti Moeng, KPH Edy Wirabhumi atau yang lain. Karena milik lembaga (kagungan-dalem), maka elemen organisasi apapun harus mengikuti tata nilai aturan yang diberlakukan lembaga, bukan aturan seseorang (Sinuhun).
Kalau organisasi “tunduk” pada seseorang, akan selesai atau tamat riwayatnya jika pribadi perseorangan itu (Sinuhun) sudah wafat. Terminologinya sama dengan rakyat secara pribadi dan yang berada dalam organisasi. Mereka tidak menjadi milik pribadi presiden, wakil presiden, gubernur atau pejabat siapapun, tetapi milik lembaga bangsa dan NKRI. (won-i1)