Gusti Moeng Didampingi Pangeran Mangkubumi Nyadran di Kartasura

  • Post author:
  • Post published:April 4, 2021
  • Post category:Regional
  • Reading time:4 mins read

Dukung Komunitas yang Ingin Angkat Petilasan Keraton

SOLO, iMNews.id – Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Mataram Surakarta Gusti Moeng, didampingi calon putra mahkota KGPH atau Pangeran Mangkubumi, mengikuti acara ”Sadranan Keraton Kartasura” yang berlangsung di dalam kompleks makam di bekas pusat Keraton Mataram Kartasura, Minggu (4/4). Pangeran Mangkubumi diperkenalkan kepada komunitas yang menjadi elemen-elemen LDA, sekaligus belajar memahami kegiatan-kegiatan dalam rangka pelestarian budaya Jawa dan berbagai ritual adat yang berkait dengan perjalanan Keraton Mataram Surakarta.

Di acara yang digelar berbagai elemen warga sekitar eks Keraton Kartasura itu, menurut Bagus Sigit Setiawan selaku Ketua Panitia Penyelenggaranya, merupakan puncak dari rangkaian acara yang diadakan sejak tanggal 28 Maret. Acara awal berupa bersih-bersih lingkungan eks Keraton Kartasura itu, sama halnya dengan ritual nyadran atau Ruwahan yang selalu diadakan warga etnik Jawa untuk menyambut datangnya bulan Pasa atau Ramadhan.

Di puncak acara itu, diwarna dengan prosesi kirab nasi tumpeng menuju tempat upacara, yang dipersembahkan masing-masing elemen warga setempat. Mereka yang membawa nasi tumpeng dalam ancak yang mereka gotong beramai-ramai itu, antara lain dari komunitas seni, perkumpulan olahraga pencak-silat, Komunitas Untung Surapati, Gaspol, MWCNU Kartasura, IPPNU, Banser Ansor, Pemuda Pancasila, abdidalem Pasipamarta dan sebagainya.

”Kegiatan nyadran ini sudah berjalan sudah lama ada. Tetapi dikreasi dalam sebuah atraksi budaya yang lumayan besar, baru kali ini. Mudah-mudahan, ke depan makin tertata baik dan menarik. Karena, kami semua berharap kegiatan ini menjadi event seni budaya yang menjadi satu kesatuan dengan objek wisata spiritual/religi di eks Keraton Kartasura,” pinta Bagus Sigit, menjawab pertanyaan iMNews.id, tadi siang.

BERSENDA-GURAU
BERSENDA-GURAU : Gusti Moeng selaku Ketua LDA, sempat bersenda-gurau saat berpamitan pada calon putra mahkota Pangeran (KGPH) Mangkubumi, untuk mendahului setelah memberikan sambutan pada pembukaan event ”Sadranan Keraton Kartasura”, di kompleks makam eks keraton itu, tadi pagi. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Event ”Sadranan Keraton Kartasura” yang dikreasi kalangan penyelenggaranya itu, berupa sebuah panggung yang ditempatkan di dalam kompleks makam. Kompleks pemakaman terbatas yang kini sudah ditutup itu, dikelilingi tembok tebal dan tinggi eks bangunan benteng dan pusat pemerintahan Keraton Mataram Kartasura (1703-1742).

Di panggung itu, disajikan berbagai kesenian di antaranya musik religi, berbagai kesenian Jawa dan kenduri doa wilujengan. Gusti Moeng selaku Ketua LDA yang mendapat kesempatan pertama memberi sambutan menyatakan, pihaknya sangat mendukung kegiatan tersebut. Ia berharap, agar situs cagar budaya bekas Keraton Kartasura itu hanya dipandang sebagai makam dan hanya dilewati saja oleh warga peradaban.

”Kemudian ada inisiatif dari warga setempat untuk minta izin dan bekerjasama dengan LDA Keraton Mataram Surakarta, untuk menggarap makam yang bisa dijadikan destinasi wisata. Di dalamnya ada kegiatan-kegiatan seni budaya yang mengisi acara sebagai destinasi wisata. Kami sangat mendukung dan berpesan, agar kaidah-kaidah etika dan tatakrama selalu dijaga, karena tempat itu adalah bekas keraton bagian dari perjalanan peradaban Jawa”.

”Apalagi, di situ ada makam cikal-bakal warga Kartasura yaitu eyang Sedah Mirah yang sangat dihormati masyarakat adat Keraton Mataram Surakarta, karena pandangan-pandangannya yang ikut mewarnai kebijakan politik sejak itu,” tunjuk Pengageng Sasana Wilapa Keraton Mataram Surakarta yang bernama lengkap GKR Wandansari Koes Moertiyah itu.

Menjawab pertanyaan sejumlah wartawan ketika hendak meninggalkan tempat, Gusti Moeng menyatakan bahwa banyak situs peninggalan sejarah yang ada kaitannya dengan Dinasti Mataram khususnya Keraton Mataram Surakarta, rata-rata rusak berat dan tidak terurus. Terkesan sekali, negara abai terhadap tugas dan kewajibannya seperti yang sudah tertuang dalam UUD 45, yang antara lain harus merawat dan melestarikan nilai-nilai budaya yang menjadi ciri khas bangsa dan NKRI. (won)