
KP MN Gendut : “Salah Besar!. Sinuhun PB II Tidak Ngungsi”.
PONOROGO, iMNews.id – Putra Mahkota KGPH Hangabehi, Selasa (22/2) kemarin memimpin rombongan “Tour de Ruwah” Kraton Mataram Surakarta, menjalankan ritual nyadran di tiga lokasi makam leluhur Dinasti Mataram yang ada di Kabupaten Ponorogo. Agenda ke-4 nyadran diikuti 30-an anggota rombongan dari Surakarta, tetapi disambut 100-an warga Pakasa Cabang.
Tiga lokasi makam yang diziarahi diawali dari makam Bathara Katong, Bupati Ponorogo ke-1 pada zaman Kraton Demak (abad 15) di Astana Pajimatan Katong, Desa Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo (Jatim). Tiba di lokasi sekitar pukul 1.00 WIB, segera ditata barisan kecil untuk melakukan prosesi dari tempat transit menuju makam yang hanya 50-an meter.
Beberapa abdi-dalem garap yang dibantu anggota Putri Narpa Wandawa, berada belakang membawa uba-rampe ritual nyadran. Di barisan paling depan, KGPH Hangabehi yang didampingi KP MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Pakasa Cabang Ponorogo). Di belakangnya rombongan dari kraton dan pengurus Pakasa Ponorogo, termasuk istri KP MN Gendut yang menjabat Ketua Putri Narpa.

Di barisan paling belakang, banyak warga Pakasa Cabang Ponorogo dari berbagai pengurus Anak cabang (Ancab) di sejumlah kecamatan. Di tambah yang sudah siap menunggu di makam sebagai among-tamu, ada 100-an warga yang dikerahkan untuk menyambut kedatangan putra mahkota KGPH Hangabehi dan rombongan yang untuk kali pertama memimpin rombongan ritual nyadran.
KGPH Hangabehi dengan mobil terpisah dari rombongan para sentana-dalem dan sentana garap jajaran Bebadan Kabinet 2004 yang menggunakan minibus berisi 20-an orang. Satu mobil dengan putra mahkota itu, adalah KPH Bimo Djoyo Adilogo (Bupati Astana Pajimatan Imogiri), KRMH Suryo Manikmoyo dan BRM Suryo Mulyo Saputro yang ikut mendampingi nyadran hingga selesai.
Aktivitas “Tour de Ruwah” ritual nyadran ke Kabupaten Ponorogo kali kemarin terkesan agak berbeda dari biasanya. Karena, warga Pakasa cabang dan masyarakat setempat sudah terbiasa dengan kehadiran Gusti Moeng yang identik kegiatan “tetirah” atau ziarah di berbagai lokasi makam leluhur Dinasti Mataram, khususnya Ponorogo yang punya kesan “istimewa” bagi kraton.

Namun, Gusti Moeng tidak bisa hadir karena harus menerima tamu di kraton, Selasa (12/2). Oleh sebab itu, yang mendapat tugas menjadi utusan-dalem untuk mewakili memimpin rombongan nyadran, adalah putra mahkota KGPH Hangabehi. Walau baru kali pertama memimpin rombongan ke Ponorogo, tetapi dirinya tampak tidak canggung, karena punya pengalaman ziarah di Pati.
KGPH Hangabehi tampak bersemangat dan sudah terbiasa melakukan upacara adat nyadran, bahkan ketika harus membiasakan diri memimpin rombongan pengiringnya dari kraton. Ia tidak canggung untuk melakukan doa, tabur bunga dan berdialog dengan pengurus Pakasa cabang menjadi tuan rumah. Bahkan, banyak di antara mereka yang bergiliran minta berfoto bersama di makam.
Di kompleks makam Bathara Katong, ada belasan pusara yang harus disadran yaitu dua zona makam pemimpin Kabupaten Ponorogo dari zaman Kraton Demak hingga zaman Kraton Mataram. Zona Bupati Ponorogo ke-1 hingga ke-5, dan zona Bupati ke-6 hingga ke-13, di antaranya ada Bupati RT Surabrata yang misungsung sepasang mahesa bule dan hingga kini masih dirawat baik di kraton.

Pukul 12.30 WIB, nyadran di makam adik ipar Adipati Sri Makurung Handayaningrat (Bupati Pengging) itu selesai, rombongan KGPH Hangabehi diantar menuju makam Eyang Djayengrana yang ada di Desa Pulung, Kecamatan Pulung Merdika. Setelah menempuh perjalanan 16 KM, rombongan dari kraton yang dikawal para pengurus Pakasa cabang di di lokasi makam kedua pukul 13.00 WIB.
Di makam Eyang Djayengrana yang juga cucu Sinuhun PB I itu, jumlah yang menyambut dan yang ikut ziarah bertambah banyak. Rombongan pengurus dan warga Pakasa Cabang Ngawi yang dipimpin ketuanya, KRT Suyono Sastroredjo, ikut bergabung juga, bahkan sejak dari makam Bathara Katong. M Husen Azis juru-kunci makam Ki Ageng Butuh (Plupuh, Sragen)pun ikut hadir.
Kalau di makam Bathara Katong, doa dan tahlil dipimpin MNg Sunardi Reksopuspoko, di makam Eyang Djayengrana doa dan tahlil dipimpin RT Agus Wiyono Reksobudoyo. Di makam ini, KP MN Gendut sempat menambahkan memberi sambutan singkat, bahwa Sinuhun PB II ditegaskan tidak pernah melarikan diri atau mengungsi karena Kraton Kartasura “dibedah” atau dikudeta musuh.

“Sinuhun PB II kok disebut-sebut melarikan diri atau ngungsi, ya ngisin-isini. Itu merendahkan seorang pemimpin di Jawa. Tidak ada ceritanya seorang pemimpin yang harus bertanggung jawab terhadap seluruh warga (negara Mataram) dan bangsanya (Jawa), kok melarikan diri. Kok dibuat seolah-olah seperti pengecut. Tidak seperti itu. Itu salah besar. Fitnah”.
“Yang benar, saat Sinuhun sedang niti priksa produksi pertanian di Ponorogo, kraton jadi kosong dan dimanfaatkan untuk direbut. Itu pasti karena ada laporan telik sandi (mata-mata). Di Ponorogo dulu adalah lumbung pangan hasil pertanian. Sinuhun di Ponorogo lebih 5 tahun, jauh sebelum ada kudeta. Untuk menyusun berbagai rencana,” ujar tandas KP MN Gendut.
Dari makam Eyang Djayengrana, KGPH Hangabehi dikawal menuju makam Kyai Ageng Muhammad Besari di Desa Tegalsari. Guru spiritual Sinuhun PB II sejak Ibu Kota Kraton Mataram Islam masih di Kartasura itu, juga jadi “besan”nya. Di tempat itu, KGPH Hangabehi menugasi dua abdi-dalem juru kunci untuk nyekar di petilasan Sunan Kumbul di Desa Sawo, Kecamatan Sawo. (Won-i1)