“Kabar Perdamaian” Disambut Baik Kalangan Kampus dari Jogja
SURAKARTA, iMNews.id – Kabar “perdamaian” dari Kraton Mataram Surakarta juga ditanggapi positif kalangan kampus, di antaranya dari Universitas Respati Jogja yang berharap bahwa “perdamaian” yang terjadi datang dari ketulusan semua pihak yang terlibat. Perdamaian tersebut diharapkan akan memberi yang terbaik bagi Kraton Mataram Surakarta, masyarakat Surakarta dan warga peradaban secara luas.
“Kami berharap perdamaian ini akan menjadikan Kota Surakarta sebagai Kota Budaya yang lebih ‘keren’. Kalau begitu, keinginan saya untuk ikut menyaksikan tari Bedaya Ketawang bakal terkabul. Kira-kira boleh enggak ya kalau saya mau ikut sowan saat ada upacara tingalan jumenengan? karena saya penasaran, mau lihat tari Bedaya Ketawang yang dikabarkan sangat sakral itu,” harap tandas Drs Pandapotan Rambe selaku dosen Ilmu Komunikasi Universitas Respati, Jogja, yang dihubungi iMNews.id, kemarin.
Ketua Senat Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi di universitas yang sama ini, adalah alumnus Fisip UNS angkatan 1980-an yang pernah mendapat gelar kekerabatan Kangjeng Raden Tumenggung (KRT) pada awal tahun 2000-an, karena dulu ada kerjasama antara kampus Universitas Respati dengan kraton yang difasilitasi Gusti Moeng. Sejak mendapatkan gelar itu, Drs Potan panggilan akrab pria kelahiran “Tanah Batak” ini, punya keinginan menyaksikan tari Bedaya Ketawang yang hingga kini belum terwujud.
Belum terwujudnya “KRT Drs Potan” menyaksikan tari Bedaya Ketawang yang hanya digelar saat berlangsung upacara adat tingalan jumenengan atau ulang tahun tahta raja, karena sehabis ada kerjasama itu belakangan (2017) mendapat kabar kraton ditutup. Namun, cita-citanya mungkin bakal terwujud karena Gusti Moeng kini sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk menggelar upacara adat “tingalan jumenengan” dan “njumenengaken” tari Bedaya Ketawang yang diagendakan berlangsung tanggal 16 Februari, bulan depan.
Perasaan gembira dan sukacita, tak hanya dirasakan semua yang setia berada di sekitar Gusti Moeng dan juga Sinuhun PB XIII yang menjadi isi kabar gembira tercapainya “perdamaian” di antara kedua tokoh kakak kandung (Sinuhun) dan adik kandung (Gusti Moeng) yang seibu, yaitu KRAy Pradapaningrum. Perasaan seperti itu ternyata juga dirasakan seorang pemuda asal Kecamatan Wedi, Klaten, bernama Hamid Al Ichsan yang baru saja menjadi warga generasi muda Pakasa Anak Cabang Wedi, Cabang Kabupaten Klaten, setelah dirinya membuktikan sendiri bisa mengikuti kegiatan seni budaya dan tugur serta tahlil di dalam kraton.
“Saya sangat senang dan bangga pak, saya bisa menyaksikan event pentas seni Hari Jadi 91 Tahun Pakasa. Kemudian diizinkan ikut tugur, bahkan ikut tahlilan di dalam kraton. Dengan kabar perdamaian itu, mudah-mudahan Kraton Surakarta Hadiningrat akan kembali kuncara. Kraton sebagai pusat budaya Jawa yang sudah dibuka kembali, akan semakin mantab sebagai pusat peradaban Jawa. Sebagai kawula muda, saya berharap kraton bisa kembali berjaya meneruskan Dinasti Mataram Islam,” harap mahasiswa STIE Pariwisata API yang kini mandiri, yang dihubungi iMNews.id secara terpisah, tadi siang.
Rasa sukacita, gembira dan bangga serta penuh pengharapan, kini masih dirasakan Ketua Pakasa Cabang Banjarnegara, KRAT Eko Budi Tirtonagoro atas kabar baik “perdamaian” yang datang dari Kraton Mataram Surakarta tempatnya suwita sebagai abdidalem Pakasa. Namun, di sela-sela kabar gembira itu ada sesuatu yang dirasakan agak mengganjal yang bikin geram, karena pernyataan seorang “pangeran muda” yang muncul di berbagai paltform medsos dan media mainstream menyertai kabar baik itu, isinya tidak menambah sejuk angin perdamaian yang sedang berhembus, melainkan terkesan menusuk perasaan warga Pakasa dianggap “melecehkan” LDA.
“Saya terus terang merasa tersakiti adanya pernyataan yang menganggap Lembaga Dewan Adat (LDA) sama dengan LSM, dianggap kecil, tidak berarti dan tidak ada hubungannya dengan kraton. Pernyataan itu melukai kami warga Pakasa. Karena Pakasa adalah elemen dan bagian dari LDA. Sedangkan LDA adalah lembaga yang berbadan hukum resmi dan sah, sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Saya jadi ragu, apakah pangeran ini sudah paham tentang LDA dan kedudukan hukum kelembagaannya?. Jangan-jangan tidak paham. Tapi kok berani berkomentar seperti itu di depan publik? Itu bahaya. Maaf kalau tanggapan saya terlalu keras,” jelas KRAT Eko yang terpaksa berkomentar, tetapi meminta maaf karena mungkin dirasa agak keras saat dihubungi ImNews.id, semalam. (Won-i1)