Juga Prihatinkan Agenda yang Pernah Dijanjikan Presiden Belum Ada yang Terwujud
SURAKARTA, iMNews.id – Wafatnya Raja Ida Tjokorda Denpasar IX, Bali, Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan SH, membuat organisas Forum Komunikasi dan Informasi Kraton se-Nusantara (FKIKN), sudah tidak ada lagi tokoh adat yang ditempatkan sebagai “sesepuh” di antara para raja/sultan/datu/pelingsir anggota FKIKN. Satu persatu, tokoh-tokoh yang pernah mengalami peristiwa ikut mendirikan “republik ini” (NKRI) pada 17 Agustus 1945, sudah habis dan rata-rata tinggal generasi kedua dan generasi penerusnya lagi yang sangat mungkin tak mengenal jerih-payah para leluhurnya dalam peristiwa lahirnya NKRI itu saja.
“Oleh sebab itu, saya selaku Sekjen (Sekretaris Jenderal) FKIKN merasa sangat kehilangan atas wafat beliau. Raja-raja sepuh lainnya sudah habis, karena mendahului wafat dalam 30-an tahun sejak FKIKN dibentuk di Kota Surakarta tahun 1990-an silam. Sinuhun PB XII sebagai ‘sesepuh’ yang karena perannya saat lahirnya NKRI, lalu menunjuk Kraton Surakarta sebagai kedudukan kantor Sekjen FKIKN, tahun 2004 wafat. Sebelum dan sesuah itu, banyak tokoh-tokoh yang mengalami pristiwa di tahun 1945, wafat satu persatu. Terakhir Raja Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan SH ini,” tandas Gusti Moeng, menjawab pertanyaan iMNews.id.
Gusti Moeng selaku Sekjen FKIKN yang sudah agak lama bermitra akrab dengan almarhum dan kalangan raja lain anggota FKIKN, saat dihubungi siang tadi sedikit berkisah tentang peran almarhum di forum-forum pertemuan rutin anggota FKIKN, yang sedikitnya berlangsung sekali dalam setahun sebelu ada pandemi Corona. Karena, dalam forum-forum pertemuan itu selalu dibahas situasi dan kondisi negara serta arah perjalanan bangsa ini. Kemudian juga menginventarisasi situasi perkembangan terakhir kalangan anggota FKIKN, yang sampai tahun 2019 terdaftar ada 50 anggota berupa kraton/kesultanan/kedatuan dan pelingsir adat.
Dari forum musyawarah agung yang melibatkan Dewan Pakar FKIKN, banyak pertimbangan dan usulan yang dikumpulkan lalu direkomendasikan kepada pemerintah, yang diharapkan bisa menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan nasional di bidang apa saja, terutama ketahanan budaya nasional, ekonomi dan sebagainya. Karena, lanjut Gusti Moeng, kraton-kraton yang tersebar di Nusantara punya potensi itu semua, khususnya seni budaya. Jika diberdayakan dalam sektor industri pariwisata, bisa membantu pemasukan devisa negara, sekaligus peningkatan kesejahteraan warga di lingkungan kraton.
“Para sesepuh, termasuk almarhum Raja Ida Tjokorda Denpasar IX, Bali itu, pernah memberi rekomendasi kepada Presiden Jokowi di periode pertama pemerintahannya. Almarhum pula merupakan satu di antara anggota musyawarah agung raja-raja anggota FKIKN yang menyayangkan, tak satupun dari rekomendasi itu hingga kini diwujudkan. Padahal, maaf, periode kedua presiden tinggal satu tahun. Jadi, kami semua anggota FKIKN, khususnya para sesepuh dan lebih khusus lagi almarhum Raja Ida Tjokorda Denpasar IX, Bali itu bertanya-tanya, mengapa kok begini? Karena mereka semua sudah banyak berkorban saat berdirinya NKRI,” tunjuknya.
Menurut Gusti Moeng, FKIKN kini tak hanya prihatin dengan arah perkembangan bangsa serta situasi dan kondisi negara yang jauh dari harapan para anggota FKIKN yang telah banyak andil dalam mendirikan NKRI. Bahkan lebih prihatin lagi, karena banyak oknum-oknum pejabat atau lembaga pemerintah yang jutru mendukung lahirnya organisasi-organisasi lembaga kraton yang tak jelas asal-usulnya, yang justru berpotensi memecah-belah, merusak citra kraton, mengadu-domba di antara keluarga dan membuat kraton-kraton yang sudah ada jadi tercerai-berai.
“Kesan yang muncul akibat dukungan oknum-oknum pejabat itu, di mana-mana muncul seakan-akan ada matahari kembar yang saling bersaing, karena ada salah satu yang didukung oknum pejabat. Dan kalau ada keluarga kraton yang eksis dan kuat, seolah-olah merasa menjadi pesaing pemerintah di daerah. Ini sangat disayangkan. Karena, sebelum ada pemerintah NKRI sampai di daerah-daerah (kabupaten/kota), Mataram Surakarta sudah lebih ada selama 200 tahun (1745-1945). Kini tinggal mengurus seni budaya saja agar lestari. Kita hanya ingin eksis sebagai pusat budaya. Walaupun UUD kita mengamanatkan lebih dari itu,” paparnya.
Ditambahkan, terlahir sebagai keluarga besar dari masyarakat seperti Kraton Mataram Surakarta, begitu juga sejumlah kraton/kesultanan/kedatuan dan pelingsir adat yang tersisa dan berhimpun di FKIKN dan MAKN, sejak lahir sudah mendapat beban tugas dan kewajiban harus bekerja memelihara dan melestarikan seni budaya yang bersumber dari kraton. Kini, masyarakat adat dituntut agar bisa eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (NKRI), tetapi nyawanya tetap berada pada seni budaya yang hingga kini masih dipelihara di kraton-kraton se-Nusantara. (won-i1)