Event HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN Menjadi Catatan Sejarah, Eksperimen yang Berisiko (seri 1 – bersambung)

  • Post author:
  • Post published:December 17, 2024
  • Post category:Regional
  • Reading time:11 mins read
You are currently viewing Event HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN Menjadi Catatan Sejarah, Eksperimen yang Berisiko (seri 1 – bersambung)
CUKUP LAMA : Untuk hanya lewat di panggung kehormatan di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa saja, KRA Panembahan Didik Gilingwesi Hadinagoro (Ketua cabang) dan rombongan kontingen Pakasa Cabang Kudus harus masih menunggu lama. Karena, cabang ini tidak membawa kesenian khasnya, Sabtu (14/12) itu. (foto : iMNews.id/Dok)

Peristiwa Pertama Bagi Kraton Mataram Surakarta, Pakasa dan Kalangan Anggota DPP MAKN

IMNEWS.ID – TAHUN 2004 menjadi tahun bersejarah bagi Kraton Mataram Surakarta, organisasi Pakasa dan kalangan anggota DPP Majlis Adat Kraton Nusantara (MAKN). Karena, tanggal 13-15 Desember yang baru saja lewat, ketiga elemen itu bertemu dalam sebuah peristiwa, yaitu event puncak peringatan HUT ke-93 Pakasa dan event Festival Seni Budaya Kraton Nusantara (FSBKN).

Otoritas Kraton Mataram Surakarta menjadi dominan dalam peristiwa bersejarah itu, karena menjadi tuan rumah penyelenggara dan pelaksana event HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN 2024 itu. Jadi, peristiwa itu adalah gabungan dua event dari dua elemen yang sebelumnya digelar secara terpisah, oleh elemen terpisah dan dengan segala daya dukung yang berbeda dan terpisah.

Pertemuan dua event dari dua elemen berbeda yang masing-masing punya cirikhas daya dukung yang berbeda, tertuang dalam beberapa kegiatan acara. Dimulai dengan kirab budaya yang digelar Sabtu (14/12), lebih dari 20 cabang Pakasa mengerahkan warganya untuk berpartisipasi, baik yang berupa dukungan barisan berseragam Jawi-jangkep, maupun kostum kesenian khasnya.

Kraton Mataram Surakarta memang menjadi pusat otoritas yang mendominasi gelar event gabungan itu, 13-15 Desember itu. Karena, di satu sisi kraton memiliki organisasi daya dukung legitimatif yang berisi para “kawula” (rakyat-Red) yang disebut Pakasa. Di sisi lain, kraton adalah anggota MAKN yang sedang mendapat “giliran” menggelar event FSBKN tahun 2024.

Kraton Mataram Surakarta menjadi anggota DPP MAKN baru sekitar 5 tahun karena organisasi itu baru lahir sekitar tahun 2018. Tetapi bila ditarik ke belakang eksistensi para anggotanya yang berjumlah 58 lembaga kerajaan itu, kraton dan 57 anggota lainnya sudah berserikat dalam wadah Forum Komunikasi dan Informasi Kraton Nusantara (FKIKN) sejak tahun 1994.

Jadi, elemen MAKN sebagai organisasi berwajah lain karena berbadan hukum dari FKIKN, adalah elemen yang baru ada sekitar 30-an tahun. FKIKN dipimpin GKR Wandansari Koes Moertiyah selaku Sektretaris Jenderal (Sekjen), yang bersekretariat di Kraton Surakarta, tetapi DPP MAKN berkedudukan di “Ibu Kota” negara dan dipimpin KPH Edy Wirabhumi selaku Ketua Umum.

HARUS PARKIR : Karena pengawasan durasi tampil longgar, rombongan kontingen peserta kirab HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN harus mencari tempat “parkir” untuk istirahat. Ini akibat barisan di depannya berhenti menunggu peserta yang tampil molor di depan panggung kehormatan di halaman Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu (14/12) itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Sementara itu, organisasi Pakasa adalah elemen Kraton Mataram Surakarta yang dilahirkan Sinuhun PB X (1893-1939) pada 29 November 1931. Melalui dinamika yang serba tidak enak, sudah dilalui Pakasa, sebelum dan sejak 1945, hingga vakum lama antara 1960-1990-an. Pakasa “bangkit” menjelang tahun 2000-an dan sejak tahun 2004 di bawah pimpinan KPH Edy Wirabhumi.

Dalam perjalanan kemudian, sebagai elemen terpisah FKIKN memiliki agenda kegiatan/event sendiri yang disebut Festival Kraton Nusantara (FKN) yang sempat berjalan iring-iringan atau silih-berganti dengan kegiatan FSBKN DPP MAKN. Sementara, Pakasa yang semakin banyak memiliki cabang, mulai bergairah menggelar event HUT sejak peringatan ke-90 di tahun 2021.

Antara elemen FKIKN dan MAKN di satu sisi dan elemen Pakasa di sisi lain, sama sekali tidak pernah “berkenalan”. Tetapi, tiba-tiba keduanya “diperkenalkan” di event FSBKN dan HUT ke-93 tahun 2024. Padahal, Pakasa sekarang adalah “new” Pakasa yang “bangkit” sejak 2004 dengan wajah baru, karena dilahirkan kembali setelah melalui proses transformasi yang panjang.

Dengan gambaran cirikhas latar belakang masing-masing, kedua elemen itu “diperkenalkan” dalam satu event gabungan, yaitu puncak peringatan HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN 2024. Jadi, dua event besar dari dua elemen yang besar pula, dipertemukan atau digabung ke dalam satu event atau peristiwa bersejarah itu, di lingkungan Kraton Mataram Surakarta, 13-15 Desember.

Dari ukuran bobot event masing-masing elemen, gabungan evenet itu adalah perwujudan gagasan dan praktik kerja yang luar biasa pula dilakukan oleh tim panitia yang menjalankannya. Gagasan, perwujudan dan kerja pelaksanaan yang mungkin baru kali pertama dialami Kraton Mataram Surakarta dengan semua elemennya, Pakasa secara secara khusus dan elemen MAKN/FKIKN.

Gagasan itu memang luar biasa dan ideal sekali, dan bisa terlaksana dengan sukses, aman dan lancar yang diiringi dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Di sisi lain atau dari sudut pandang lain, perwujudan gagasan itu bisa disebut sabagai sebuah eksperimen yang sangat berisiko, karena pasti ada salah satu elemen yang teriris/terpotong semangatnya.

SAMBIL MENGGIGIT : Pemain barongan Dhadhak-Merak yang hanya berdiri terlalu lama sambil menyangga kepala macam dengan gigitannya, justru membuat para “pembarong” dari Pakasa Cabang Ngawi ini merasa cepat lelah dibanding langsung beraksi berguling-guling. (foto : iMNews.id/Dok)

Hingga kini memang belum banyak tereksplorasi bagaimana “perjuangan” kalangan Pakasa cabang dalam mempersiapkan hingga mengirim kontingennya ke event itu, bisa tampil dan kembali ke daerah masing-masing. Tetapi secara umum bisa dilukiskan, bahwa rata-rata kontingen Pakasa adalah ekspresi kemampuan level rakyat yang berbeda dengan level elitis anggota MAKN.

Pengerahan warga oleh masing-masing pengurus Pakasa cabang, jumlahnya sangat bervariasi tergantung kemampuan masing-masing cabang. Soal kemampuan masing-masing cabang, juga menentukan kehadiran dan jumlah kekuatan kontingen yang hadir. Karena jarak jangkau dari tempat asalnya sangat bervariasi, mulai yang hanya 15-an KM, 50-an KM bahkan sampai ratusan KM.

Jarak jangkau yang juga bisa menentukan kondisi kebugaran yang menjadi bagian dari kemampuan masing-masing kontingen Pakasa cabang, juga sangat berbeda-beda. Dari pengamatan iMNews.id, dari lebih 40-an cabang Pakasa kurang dari separo yang memiliki kemampuan bisa mengerahkan kekuatan kontingen dalam jumlah banyak dan mampu tampil bugar lebih dari sehari.

Dalam pandangan iMNews.id, ada 4 cabang Pakasa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, yang indikatornya bisa dilihat dari penampilan di beberapa event HUT Pakasa dan dari beberapa faktor lain. Pakasa Cabang Ponorogo, Pakasa Jepara, Pakasa  Kudus dan Pakasa Cabang Ngawi adalah sabang-cabang yang masuk kategori mampu, walau jaraknya ratusan KM dari Surakarta.

Empat cabang ini punya spesifikasi yang berbeda, tetapi punya faktor figur kepemimpinan yang kuat dan faktor manajerial kepengurusan dan warga cabang yang juga kuat. Ke-empat cabang ini mampu mengerahkan massa dalam jumlah besar. Kecuali Pakasa Cabang Kudus yang memiliki spesifikasi kuat di bidang lain, karena pengerahan massa terkendala hari kerja.

Dalam kirab budaya HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN kemarin, tiga Pakasa cabang itu terkesan seakan-akan ingin “melampiaskan semangatnya” yang menyala-nyala. Karena, ketiganya mengerahkan kekuatan rata-rata di atas 200 orang, yang disertai elemen kesenian andalannya, yaitu Reog massal, tari Jathilan, wayang kulit, personel Panaragan di luar busana adat Jawa.

JARAN EBLEK : Kontingen Pakasa Cabang Banjarnegara yang berisi 20 orang, masih sempat menampilkan kesenian tradisional khas daerahnya, Jaran Eblek di panggung kesenian yang disediakan panitia HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, Sabtu-Minggu (14-15/12). (foto : iMNews.id/Dok)

Pakasa Cabang Kudus sebenarnya hanya mengerahkan 48 personel kontingennya, karena terkendala hari kerja bila di luar Minggu. Tetapi, tanggungjawab yang diterimanya terasa berlebihan bila ditimbang dengan Pakasa Cabang Boyolali yang tercatat membawa 90 orang, atau Pakasa Cabang Sragen, Cabang Pati dan Cabang Grobogan yang membawa antara 70-90 personel.

Yang sudah terungkap di atas baru beberapa cabang Pakasa, terutama dari sisi kemampuannya mengerahkan massa. Tetapi belum tereksplorasi bagaimana proses “perjuangannya”, membiayai secara mandiri kontingennya, sejak persiapan dan tiba di lingkingan pusat kegiatan HUT ke-93 Pakasa dan FSBKN, lalu tampil dan kembali pulang ke daerah masing-masing.

Walau tergolong Pakasa “mampu”, tetapi perjuangan tiga cabang Pakasa itu harus menyimpan “power” yang sudah dikumpulkan, tetapi tak bisa dilampiaskan dan ditumpahkan habis dalam event itu. Karena, pengaturan durasi tampil terkesan lepas dari perhatian panitia, sehingga sisa waktu kirab dari pukul 15.00 WIB, tak cukup bisa menampilkan 30-an peserta dengan baik. (Won Poerwono – bersambung/i1)