Pakasa Cabang Jepara Semalam Menggelar Wilujengan, Dijelaskan Makna “Saraya, Setya, Rumeksa”

  • Post author:
  • Post published:December 1, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:9 mins read
You are currently viewing Pakasa Cabang Jepara Semalam Menggelar Wilujengan, Dijelaskan Makna “Saraya, Setya, Rumeksa”
TUMPENG GUNUNGAN : Nasi tumpeng yang menjadi simbol donga wilujengan Pakasa Cabang Jepara dalam memperingati HUT ke-93 Pakasa di sekretariatnya, Padepokan Joglo Hadipuran Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Sabtu malam Minggi (30/11), begitu indah sebagai ekspresi imajinasi kearifan lokal. (foto : iMNews.id/Dok)

Perlihatkan Tumpeng Simbol Khas Budaya Jawa, Dalam Ekspresi Permohonan Keselamatan

JEPARA, iMNews – Pengurus organisasi Pakasa Cabang Jepara giliran menggelar peringatan HUT ke-93 Pakasa di sekretariat cabang yang juga kediaman KP Bambang S Adiningirat (Ketua Cabang Jepara), Sabtu malam Minggu (30/11). Dalam kesempatan berkumpul 50-an warga dan pengurus Pakasa, dijelaskan makna sesanti/semboyan yang masih asli, “Saraya, Setya, Rumeksa”.

Tak hanya itu, peringatan HUT yang berlangsung di Pendopo Joglo Hadipuran sekaligus sekretariat dan kediaman Ketua Pakasa cabang di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan itu, diteruskan dengan rapat. KP Bambang S Adiningrat yang memimpin rapat, sekaligus memantabkan rencana kehadiran Jepara pada puncak peringatan HUT Pakasa di Surakarta, 13-15 Desember.

“Setelah umbul donga wilujengan peringatan HUT ke-93 Pakasa, kami lanjutkan dengan rapat pengurus membahas persiapan dan pemantaban rencana Pakasa Cabang Jepara mengirim kontingen. Jepara akan mengirim kontingen berkekuatan sekitar 250 orang, terdiri dari beberapa komponen. Baik yang untuk keperluan kirab maupun pentas,” ujar KP S Bambang menjelaskan.
Dihubungi iMNews.id, semalam, KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara) lebih lanjut menjelaskan, tahap peringatan HUT ke-93 Pakasa sudah dilakukan keluarga besar cabang Jepara, lancar dan sukses. Acara yang digelar di kediamannya, Sabtu malam Minggu (30/11) itu, diisi umbul donga wilujengan dan tahlil yang dipimpin abdi-dalem Kanca-Kaji.

JELASKAN MAKNA : Logo simbol organisasi Pakasa versi lama yang belum diaktualisasi, sesantinya masih “Saraya, Setya, Rumeksa”. KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Jepara), di acara peringatan HUT ke-93 Pakasa Sabtu malam (30/11), menjelaskan redefinisi sesanti baru yang ada tambahan kata “Budaya” di belakang “Rumeksa”. (foto : iMNews.id/Dok)

Logo Pakasa yang terbuat dari hasil kerajinan kayu yang menjadi potensi menonjol “Kota Ukir” itu, selain desain memang belum tertulis kalimat sesanti yang sudah “diaktualkan” sesuai “Pakasa Reborn”, berbunyi “Saraya, Setya, Rumeksa Budaya”. Tetapi, dalam penjelasan KP Bambang S di depan warganya, kata “Rumeksa” menunjuk pada “Budaya Jawa”.

Selain atmosfer dan cirikhas simbolik serta ikonik yang mewarnai donga wilujengan peringatan HUT ke-93 Pakasa di cabang Jepara, adalah “tumpeng” berisi nasi dan lauk-pauknya yang di ujung tengah ditancapkan lombok merah, lurus ke atas. Karena, semua ekspresi manusianya dalam Budaya Jawa rata-rata secara sibolis dan bisa dijelaskan kesatuan maknanya.

Nasi tumpeng yang lancip ke atas, tentu menjadi simbol sikap transendental manusia yang harus selalu ingat pada Allah SWT sebagai sumber segalanya. Kalau tumpeng yang dikepung para peserta kenduri atau menjadi “ambengan” ekspresinya tasyakuran, itu berarti semua sedang menyampaikan rasa syukur dan memohon keselamatan atau kawilujengan dariNya.

Kalau ekspresinya ada lombok merah ditancapkan di ujung paling atas tumpeng lurus ke atas, itu bermakna sebagai ekspresi “tokal-bala” atau permohonan keselamatan agar semua diberi keselamatan, jauh dari segala aral atau “kalis ing sambekala”. Sedangkan, berbagai jenis sayur-mayur hasil bumi yang mengeliling tumpeng, menjadi satu-kesatuan makna utuh.

RAPAT PEMANTAPAN : Selain menjelaskan makna sesanti Pakasa pada acara donga wilujengan Pakasa, Sabtu malam (30/11), KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) juga menjelaskan soal persiapan dan pemantaban rencana mengirim kontingen pada puncak acara peringatan HUT ke-93 Pakasa di Surakarta, 13-15 Desember. (foto : iMNews.id/Dok)

Mengenai makna “tumpeng” beserta uba-rampenya seperti “ingkung” dan simbol “tolak-balanya”, pernah dijelaskan seniman dalang “spesialis ruwat”, Ki Joko Laksitono warga Desa Bendosari, Sawit, Boyolali kepada iMNews.id, beberapa waktu lalu. Menurutnya, semua yang menyangkut adat tradisi “wong Jawa” dalam kehidupan spiritualnya bisa dijelaskan secara rasional.

“Jadi, tidak ada yang musyrik dan syirik dari semua kegiatan wong Jawa dalam menjalankan kehidupan spiritual kebatinannya. Karena semuanya terarah kepada Tuhan YME, Allah SWT. Tetapi tidak setiap orang bisa menjelaskan dan tidak setiap bagian ritual bisa dijelaskan. Nalar ‘cupet’ manusia sekarang lalu menyebut musyrik dan syirik,” tandasnya.

Dalang yang pernah mendapat gelar dari Kraton Mataram Surakarta itu juga menjelaskan, nasi tumpeng untuk donga wilujengan yang dikepung sebagai “ambengan” dalam kenduri, bahkan sudah diabadikan para Empu penatah wayang, dalam wujud “Kayon” atau “Gunungan”. Salah satu “Gunungan” itu, ada jenis “alas-alasan” yang melukiskan kekayaan alam tanah Jawa.

Oleh sebab itu, katanya, “wong Jawa” mewujudkan ungkapan syukurnya atas kemurahan Allah SWT, dalam bentuk nasi tumpeng komplet dengan sayur-mayur hijau yang melingkarinya, lauk ingkung dan perlengkapan lain sesuai peruntukannya. Dedaunan sayur-mayur yang hijau itu, lambang kesuburan alam tanah Jawa dan Nusantara yang disebut alas-alasan dalam “Kayon”.

SUASANA AMBENGAN : Suasana saat kenduri mengepung tumpeng wilujengan atau “ambengan” yang diserta doa dan tahlil yang dipimpin para abdi-dalem Kanca-Kaji pada ritual peringatan HUT ke-93 Pakasa, yang digelar Pengurus Pakasa Cabang Jepara di sekretariat cabangnya Padepokan Joglo Hadipuran, Desa Sukodono, Sabtu malam (30/11). (foto : iMNews.id/Dok)

Mengacu pada kerangka yang dijelaskan Ki Joko Laksitono itu, sebenarnya hampir semua warga Pakasa cabang yang menggelar  peringatan HUT ke-93 Pakasa ini dengan sajian nasi tumpeng. Tetapi, sangat bervariasi tampilan simbol Budaya Jawa itu sesuai daya tangkap imajinasinya, seperti yang ditampilkan Pakasa Pati, Pakasa Jepara, Pakasa Kudus dan Pakasa Ponorogo.

Pakasa Cabang Jepara, sudah selesai mengekspresikan peringatan HUT Sabtu malam Minggu (30/11), dan bersiap ke Surakarta dengan rombongan berkekuatan 250-an orang. Karena, Pakasa Nguntara Praja ini akan menurunkan Prajurit Korsik Sura Praja untuk mendukung kirab Festival Budaya Kraton Nusantara, menyajikan tari Bambangan-Cakil dan mementaskan wayang kulit. (won-i1)