Berbagai Komentar dan Pandangan, Juga Kesan, Pesan dan Harapan untuk Pakasa ke Depan
IMNEWS.ID – DALAM peringatan HUT ke-93 Pakasa yang digelar sangat sederhana dalam wujud donga wilujengan Bangsal Smarakata, tepat pada 29 November, Jumat Kliwon lalu (iMNews.id, 29/11), menjawab pertanyaan iMNews.id, Gusti Moeng kembali menandaskan soalnya pentingnya eksistensi Pakasa. Bahkan ditegaskan, bahwa kraton sangat butuh Pakasa ke depan.
Pernyataan tandas dan jelas seperti ini, diungkapkan lebih satu kali dalam berbagai kesempatan khususnya di tahun 2024 ini. Pernyataan itu tentu dilandasi oleh sebuah kebutuhan riil, yang lahir dari perkembangan situasi dan kondisi masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta dalam 1-2 dekade terakhir, karena ada fakta kehilangan daya dukung legitimatif.
Daya dukung legitimatif dari masyarakat adat Kraton Mataram Surakarta terhadap pelestarian Budaya Jawa dan jaminan kelangsungan kraton, memang sudah hilang dari strata adat kraton akibat berbagai sebab, internal dan eksternal, langsung atau tidak. Seiring perubahan zaman terutama sejak 1945, Pakasa pelan-pelan bergeser posisi dalam strata adat kraton.
Kalau sinyalemen GKR Wandansari Koes Moertiyah (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) mengenai harapannya terhadap Pakasa ke depan dicermati lebih lanjut, mungkin belum sepenuhnya bisa dipahami kalangan warga Pakasa cabang. Tetapi, bisa saja karena kalangan Pakasa cabang lebih mengedepankan unsur estetika dan etika, dalam proses demokratisasi di kraton.
Dari salah satu sudut pandangnya, Dr Purwadi bisa menerima sinyalemen Gusti Moeng itu sebagai sebuah kebutuhan dan kewajaran. Tetapi, ada dua hal yang perlu diperhatikan ketika Pakasa didorong untuk menjadi daya dukung utama legitimatif bagi masyarakat adat kraton, yaitu masalah sifatnya yang rentan intervensi politis dan fungsi strategisnya.
“Yang jelas, Pakasa gampang dibawa untuk keperluan politis, misalnya dukung-mendukung dalam kontestasi Pemilu. Tetapi sebaliknya, bisa saja dari Pakasa muncul calon-calon pemimpin yang memiliki kelengkapan kapasitas di banding figur di luar Pakasa. Tetapi, Pakasa yang perlu edukasi bidangnya yang digeluti secara mendasar, mutlak perlu,” ujar Dr Purwadi.
Karena berada di antara kalangan warga Pakasa cabang belum sepenuhnya bisa mepahami di satu sisi, dan mereka lebih mengedepankan unsur estetika dan etika dalam menyikapi sinyalemen Gusti Moeng di sisi lain, maka wajar hampir semua komentar, pandangan, kesan, pesan dan harapan yang disampaikan kalangan pengurus Pakasa, rata-rata normatif dan datar.
Misalnya yang diungkapkan KRT Bagiyono Rumeksonagoro (Ketua Pakasa Cabang Magelang), pengurus cabang berharap Pakasa Punjer diberi kekuatan lahir batin, agar bisa melanjutkan cita-cita pendiri Pakasa dan menjaga kelangsungan Kraton Mataram Surakarta.`Cabang Magelang juga disebutkan baru akan menggelar wilijengan peringatan HUT ke-93, 24 Desember.
Sementara itu, Pakasa Cabang Bhumi Wengker Pacitan yang dipimpin KRAT Heru Arif Pianto Widyonagoro yang menggelar peringatan HUT tepat pada 29 November lalu, sesanti “Saraya, Setya, Rumeksa Budaya”, diharapkan Pakasa semakin “kuncara, ngrembaka” dan “hanjayeng bawana”. Pada satu sisi itu, harapan seperti itu selalu dikumandangkan Pakasa Cabang Ponorogo.
Pakasa Cabang Malang Raya yang dipimpin KRA M Nuh Rekso Pradononagoro dalam pandangannya menyebut, Pakasa adalah agen pelestari Budaya Jawa yang bersumber dari Kraton Mataram Surakarta, yang harus menjadi tanggung-jawab semua warga, bukan hanya pengurus. Menurutnya, pelestarian sebaiknya fokus mempertahankan hal positif yang lama dan melengkapi dengan hal baru.
“Kami berdoa, agar semua cabang Pakasa semakin solid, guyub-rukun bergandengan tangan dan tumbuh berkembang bersama,” pinta KRAT Sony Joko Purnomo (Sekretaris Pakasa Malang Raya) secara terpisah. Sementara, KRT Suyono Sastroredjo (Ketua Harian Pakasa Cabang Ngawi) melengkapi semua harapan, kesan, pesan, pandangan dan komentar dengan penegasannya.
“Pakasa adalah salah satu penopang terpenting eksistensi Kraton Mataram Surakarta. Maka, kraton akan kembali kuncara dan hanjayeng bawana, kalau Pakasa tumbuh besar dan berkembang pesat. Tidak hanya di wilayah Pulau Jawa saja, tetapi meluas ke seluruh Nusantara. Karena, riwayat kraton sudah dikenal dunia sejak lama,” tandas KRT Suyono secara terpisah.
Dengan segala plus dan minusnya, menurut KP Bambang S Adiningrat (Ketua Pakasa Cabang Jepara) guyub-rukun untuk bekerja bersama adalah mutlak diperlukan bersama. Dan, Pilkada serentak yang sudah lewat dan ikut dilakukan bersama semua warga Pakasa cabang, harus disadari ada waktunya sendiri yang harus ditinggalkan ketika ada tugas penting menunggu di Pakasa.
“Saya berharap, adanya Pilkada bisa membuat pilihan pribadi kita berbeda-beda. Tetapi itu sudah lewat, mari kita bersama bersatu kembali untuk menjalankan tugas dan misi kita, melestarikan Budaya Jawa. Kami berharap, ke depan masing-masing Pakasa memiliki cirikhas spesifik sebagai identitasnya, misalnya Pakasa Ponorogo”.
“Kami berharap Pakasa Jepara dan cabang-cabang lain bisa meneladani upaya branding identitas khas masing-masing. Agar ketika ada parepatan yang tidak wajib mengenakan busana Jawi jangkep, bisa mengenakan busana khas daerah masing-masing. Selain itu, kelompok usaha bersama (KUB) bisa dibentuk di masing-masing cabang, dan bisa dipamerkan,” ujar KP Bambang S.
“Kami berharap Budaya Jawa lestari, maju dan berkembang karena ada Pakasa. Wajib merangkul semua elemen budaya dengan cara yang berbudaya, perlu menjadi perhatian penting. Kini, Pakasa harus ikut menciptakan lapangan kerja, agar bisa menopang eksistensi dan perkembangan organisasi Pakasa,” harap KP MN Gendut Wreksodiningrat (Ketua Pakasa Ponorogo).
Harapan besar Pakasa bisa eksis, lestari dan “ngrembaka” seperti harapan Sinuhun PB X, itu juga menjadi harapan kami, keluarga besar Pakasa Cabang Kudus. Tumbuh dan berkembang tidak hanya dalam wilayahnya (Jawa), tetapi bisa menyebar luas ke seluruh Nusantara. Agar menambah kewibawaan dan bisa mengangkat nama Kraton Mataram Surakarta.
“Kraton Mataram Surakarta agar bertambah menjadi ‘teguh’ (kuat), ‘timbul’ (menonjol eksis), ‘guna’ (bermanfaat) dan ‘sekti’ (disegani/dihormati). Kami berharap Mataram Surakarta bisa kembali menjadi kraton yang punya ciri-ciri seperti itu. Walau hanya di bidang pelestarian Budaya Jawa, tetapi bisa menciptakan kepemimpinan berciri-ciri seperti itu”.
Untuk bisa mewujudkan semua doa dan harapan serta sesuai pandangan dan pemikiran-pemikiran positif berbagai pihak khususnya keluarga besar Pakasa sendiri, memang sangat diperlukan beberapa instrumen yang bisa bekerja efektif dan efisien untuk keperluan itu. Setidaknya, ada elemen-elemen di Lembaga Dewan Adat yang bisa bersinergi ikut mewujudkan.
Oleh sebab itu, instrumen edukasi untuk menyeleksi agar semua yang peduli dan cinta/sutresna pelestarian Budaya Jawa yang tertampung dalam wadah Pakasa, sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan Pakasa. Instrumen edukasi yang menghasilkan kualitas, sangat diperlukan karena Pakasa dipercaya menjadi agen pelestari dan legitimasi.
Edukasi sebagai seleksi untuk mencapai kualitas terbaik mutlak harus ada dan dijalankan dengan baik, agar Pakasa yang tumbuh dan berkembang di zaman peradaban kini dan ke depan, menjadi Pakasa yang selalu memperlihatkan cirikhas kepribadiannya, selalu ramah dan luwes menyaring perubahan untuk bertahan dan mampu menjawab tantangan perubahan zaman. (Won Poerwono – habis)