Kehadiran KGPH Puger dan GKR Timoer Ikut Menghangatkan Suasana di Bangsal Smarakata
SURAKARTA, iMNews.id – Sanggar Pasinaon Pambiwara Kraton Mataram Surakarta kembali menambah lulusan yang langsung atau tidak, akan menjadi akan memperkuat barisan para pelestari Budaya Jawa. Pada giliran berikutnya, 99 siswa lulusan Babaran 41 yang diwisuda itu, diharapkan akan memperkuat sanggar sebagai ujung tombak penjaga kelangsungan kraton.
Upacara wisuda yang digelar di Bangsal Smarakata, Sabtu malam Minggu (19/10) itu, termasuk sebagai peristiwa yang menggembirakan. Karena, KGPH Puger yang tak lain kaka kandung Gusti Moeng dan juga GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani yang sempat “menghilang” beberapa saat, malam itu hadir dan didaulat ikut mengalungkan samir kepada para wisudawan.
Upacara wisuda dibuka dengan sajian tembang koor panembrama oleh para siswa Babaran (angkatan) 41 yang lulus atau “purnawiyata”, sebagai suguhan yang khas sanggar milik Kraton Mataram Surakarta. Di dalam syair tembang juga terselip ungkapan doa dan harapan luhur ideal untuk kelangsungan kraton, sanggar, siswa dan masyarakat adat secara luas.
Simbol-simbol yang khas dari sanggar pasinaon, keagungan Budaya Jawa, komitmen pelestarian budaya dan kesadaran para siswa untuk selalu menjaga keindahan dan harmoni peradaban, terselip dalam syair panembrama yang diiringi karawitan secara live di Bangsal Smarakata. Tradisi seperti malam itu, langka dan sulit didapati di tempat lain di luar kraton.
Setelah panembrama yang disuguhkan para lulusan sambil memperlihatkan konfigurasi tulisan penanda angkatan lulusan, barulah KPH Raditya Lintang Sasangka selaku Pangarsa Sanggar Pasinaon Pambiwara memberi sambutan. Dalam Bahasa Jawa “krama inggil” sambutan diberikan, tetapi gelak-tawa masih bisa terjadi karena gurauan menggelitik banyak diselipkan.
Dalam sambutan, secara garis besar KPH Raditya menyebut bahwa 99 siswa yang diwisuda karena jumlah itulah yang memenuhi persyaratan aturan pendidikan sanggar. Jumlah total dari awal lebih banyak, misalnya di sanggar pusat di Surakarta yang tadinya ada 65 siswa, tetapi karena ada 10 yang tidak bisa memenuhi jumlah absen, jadi tidak bisa ikut diwisuda.
KPH Raditya kembali menyinggung soal diterimanya dana hibah dari Dinas Kebudayaan Pemkot Surakarta berupa AC, sound system dan laptop. Dia berharap, “pang-pang” atau cabang-cabang sanggar di luar Surakarta bisa melakukan pendekatan ke Pemkab-pemkab di daerah masing-masing, agar bisa bekerjasama dan mendapatkan dukungan serupa.
Setelah Pangarsa Sanggar Pasinaon Pambiwara, gantian KP Bowodiningrat selaku pamong sanggar melaporkan materi upacara wisuda, antara jumlah lulusan yang diwisuda. Dari jumlah 99 lulusan itu, terdiri dari pusat 55 orang dan 44 wisudawan dari cabang Semarang, Blitar dan Malang sedangkan “pang” Tulungagung tidak produktif karena sudah lama pasif atau vakum.
Atas laporan itu, dalam sambutan Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) selaku Pangarsa Yayasan Pawiyatan Kabudayan berharap, agar sanggar cabang Tulungagung diupayakan aktif kembali. Dia menyatakan terimakasih para lulusan yang sudah menjadi keluarga besar kraton, juga kepada berbagai pihak yang mendukung sanggar tetap eksis dan produktif.
Karena sudah diawali KPH Raditya yang memecah suasana tegang upacara wisuda dengan senda-guraunya, Gusti Moeng tidak tinggal diam. Dia menimpali dengan ungkapan yang menambah suasana segar dan cair, dengan menyarankan agar para siswa perempuan yang menguji KPH Raditya, dan saran inipun langsung disambut tawa gemuruh yang hadir khususnya para siswa.
Selesai sambutan dilanjutkan sajian pertunjukan drama ringan yang mengisahkan tujuan mereka belajar di Sanggar Pasinaon Pambiwara. Drama berbahasa Jawa itu, juga diselingi tembang atau vokalisasi kalimat dialog untuk membangun suasana apresiatif. Ini sekaligus menjadi simbol, bahwa sanggar pasinaon juga mengajar para siswa menguasai tembang Macapat.
Setelah itu barulah berlangsung upacara wisuda, yang bergiliran tiap 10 orang maju ke tengah ruang dengan “laku dhodhok”. Kali pertama kesempatan menyerahkan partisara tanda kelulusan diberikan kepada Gusti Moeng, sedangkan KPH Edy Wirabhumi mengikuti di belakangnya mengalungkan samir satu demi satu hingg habis dan diakhiri foto bersama.
Giliran membagikan partisara dan mengalungkan samir juga diberikan kepada KPH Raditya dan sang istri RAy Rahmalina, begitu juga beberapa sentana-dalem yang hadir. Tidak ketinggalan, dua bintang dari keluarga inti kraton yang sempat “menghilang” beberapa saat, malam itu tampak hadir dan didaulat menyerahkan partisara dan mengalungkan samir.
Kedua bitang itu adalah KGPH Puger, kakak kandung Gusti Moeng yang ikut terdampak oleh insiden 2017-2022. Dia baru belakangan mau hadir di beberapa kesempatan dan menambah suasana akrab keluarga besar kraton, malam itu. KGPH Puger sebelumnya pernah menjabat Pangageng Kusum Wandawa, Pengageng Sasana Pustaka dan Pengageng Museum-Pariwisata kraton.
Sedangkan GKR Timoer bersama “Trio Wek-wek” yang sempat “menghilang” beberapa saat, hnya muncul bersama adiknya GRAy Ratih di beberapa upacara. Sabtu malam Minggu (19/10) itu, dia muncul sendiri di Bangsal Smarakata dan ikut didaulat mengalungkan samir dan foto bersama. Kehadiran Pengageng Keputren dan Wakil Pengageng LDA itu menambah hangat suasana. (won-i1)