Sekaten 2024 Event Ritual “Fenomenal” di Ujung “Berakhirnya Ontran-ontran”

  • Post author:
  • Post published:September 3, 2024
  • Post category:Budaya
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Sekaten 2024 Event Ritual “Fenomenal” di Ujung “Berakhirnya Ontran-ontran”
PINTU UTAMA : Pintu masuk kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa menjadi pintu masuk utama ke arena "Maleman Sekaten Garebeg Mulud" 2024. Karena, hampir semua kegiatan pengisi keramaian pasar malam mulai 25 Agustus hingga 23 September nanti, dipusatkan di tempat itu. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Para Pedagang “Gerabah” yang Tetap Setia Hadir, Walau Hasilnya tak Bisa Diandalkan

SURAKARTA, iMNews.id – Upacara adat Sekaten Garebeg Mulud 2024 adalah tradisi menyambut hari besar Maulud Nabi Muhammad SAW kedua yang bisa “diurus” setelah peristiwa “insiden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton” 17 Desember 2022. Lolos dari masa pandemi Corona dan pihak yang “tak becus mengurus”, Sekaten tahun ini menjadi fenomenal karena berada pada masa transisi.

Masa transisi menjelang berakhirnya finalisasi pekerjaan proyek revitalisasi Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul, juga transisi dimulainya pekerjaan proyek revitalisasi kagungan-dalem Masjid Agung. Keduanya menjadikan “Maleman Sekaten” 2024 yang dibuka resmi Gusti Moeng, Minggu malam (25/8) fenomenal di ujung berakhirnya “ontran-ontran” 2017.

Akibat berbagai hambatan yang membuat pelaksanaan Sekaten Garebeg Mulud 2024 ini menjadi darurat, Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa menjadi satu-satunya tempat yang menampung dan memusatkan semua kegiatan pemeriah ritual religinya. Karena daya tampungnya terbatas, berbagai kegiatan pengisi pasar-malam terpaksa menumpang di berbagai ruang di sekitarnya.

GERABAH DAN PLASTIK : Aneka jenis mainan anak dari produk “gerabah” dan plastik, disajikan bersama-sama oleh Sunardi (55) asal Mayong, Kabupaten Jepara yang menempati stan di bagian utara seng yang menutup proyek revitalisasi Alun-alun Lor. Di sepanjang pagar seng itu, banyak stan aneka mainan dibuka di situ. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Selain ruang parkir di sayap kanan depan Masjid Agung, para pedagang aneka produk khas Sekaten juga diberi ruang di kanan-kiri jalan lingkar alun-alun bagian barat. Tetapi banyak juga yang memamnfaatkan ruang-ruang kosong lain di sekitarnya. Khusus untuk ruang parkir di atas lantai Pasar Klewer bagian timur, hanya untuk wahana mainan ringan yang diizinkan.

Dengan keterbatasan tempat di masa transisi itu, saat upacara pembukaan disebutkan Ika Puspowinahyu selaku pengelola stan Maleman Sekaten di Pendapa Pagelaran, aneka produk barang dan jasa yang menjadi peserta pasar malam, sudah 225 stan. Halaman Pagelaran banyak didominasi stan wahana aneka mainan, bahkan di ruang parkir sayap depan Masjid Agung.

Di antara para pedagang “gerabah” yang setia hadir pada setiap “Maleman Sekaten” Garebeg Mulud digelar rutin tiap tahun itu, adalah Sunardi (55), warga Mayong, Kabupaten Jepara. Ia datang bersama rombongan sesama pedagang dari Jepara, dan mendapat tempat berjualan secara acak. Tetapi sejak pasar malam dibuka hingga Selasa (3/9) siang tadi, masih sepi.

SAAT DIBUKA : Keramaian pasar malam yang bernama “Maleman Sekaten Garebeg Mulud” 2024, saat dibuka resmi Gusti Moeng (Pengageng Sasana Wilapa/Pangarsa LDA) pada Minggu (25/8). Pasar malam yang terkonsentrasi di Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa dan di ruang kosong sekitarnya itu, akan berakhir 23 September. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Saya hanya memanfaatkan keramaian yang besar seperti Sekaten Garebeg Mulud di sini (Surakarta-Red) untuk jualan. Kalau yang kecil-kecil seperti keramaian awal pabrik gula produksi (Cembengan), Saparan Yaqowiyu (Jatinom, Klaten) dan Pengging (Boyolali) tidak saya datangi. Tapi sekarang sudah beda dengan 20 tahun lalu. Dagangan gerabah, sulit laku”.

“Saya tidak tahu kenapa anak-anak zaman sekarang tidak tertarik membeli celengan dan lainnya dari gerabah. Apa mungkin banyak mainan dari plastik? Penyebabnya apa saya kurang tahu. Mulai dibuka, Minggu (25/8) sampai sekarang, baru terjual dua buah. Pengunjung yang ke sini sepi,” ungkap Sunardi dalam bahasa Jawa campuran, saat ditanya iMNews.id, siang tadi.

Sunardi yang menunggui lapak dagangannya di timur jalan depan Masjid Agung, adalah satu di antara deretan stan dagang aneka produk yang didominasi jenis mainan anak-anak produk gerabah dan plastik. Deretan stan itu menempel pagar seng proyek revitalisasi Alun-alun Lor, dan deretan pedagang di depannya menempel pagar ruang parkir depan masjid sayap kiri.

KE SELATAN : Deretan stan aneka jenis mainan ana-anak produk “gerabah” dan plastik Sekaten di Kraton Mataram Surakarta itu, memanjang dari utara ke selatan menempel pagar seng penutup proyek revitalisasi Alun-alun Lor. Suasana Sekaten Garebeg Mulud 2024 ini punya ciri aneh, karena serba darurat. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Setelah pembukaan pasar malam Sekaten itu, panitia mengagendakan dimulainya ritual Garebeg Mulud berupa keluarnya sepasang gamelan Sekaten, yaitu Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari. Sepasang gamelan berusia 300-an tahun yang mulai dibuat pada zaman Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma itu, akan dibawa ke halaman Masjid Agung, Senin (9/9).

Sepasang gamelan datang pagi dan ditata di dua Bangsal Pradangga atau “pagongan” Kidul dan Lor di depan Masjid Agung, dan akan mulai ditabuh selepas shalat Dhuhur, Senin siang (9/9) itu. Seterusnya, sepasang gamelan pusaka itu akan ditabuh tiap hari mulai pagi hingga malam pukul 23.00 WIB, tetapi istirahat di saat shalat lima waktu.

“Konser” gamelan menyajikan gendhing baku Rambu dan Rangkung serta gendhing-gendhing ciptaan Sinuhun PB V itu, akan berakhir pada Senin (16/9), tepat pada hari besar kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada hari itu, sepasang gamelan diangkut dan dikembalikan ke tempat penyimpanannya di kraton, dan tak lama kemudian keluarlah Gunungan Garebeg Mulud.

KURANG AKSES : Beberapa stan aneka produk dan jasa di dalam kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa ini tampak kurang memiliki akses keluar-masuk yang lancar bagi para pengunjungnya. Karena, lokasinya di tengah-tengah antara pagar seng dan deretan pendapa kecil serta beberapa pohon beringin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Sebelum dikeluarkan, biasanya gamelan dijamasi dulu. Kalau tahun-tahun lalu, jamasan dilakukan dua atau sehari sebelum dikeluarkan. Kalau tahun ini, saya belum tahu, karena beulm ada dawuh. Jamasan gong gamelan Sekaten, biasanya berbareng dengan jamasan songsong Kiai Brawijaya dan Kiai Guwawijaya. Pelaksanaannya di dalam, tertutup,” ujar KRT Rawang Gumilar.

Abdi-dalem dari “Kabupaten” Keparak Mandra Budaya itu juga belum tahu, berapa jumlah Gunungan yang akan dikeluarkan pada puncak Garebeg Mulud nanti. Tetapi untuk Sekaten, biasanya dikeluarkan dua pasang atau empat buah. Dia juga tidak tahu bagaimana susunan acara pada pembukaan ritual Sekaten yang di ujung berakhirnya “ontran-ontran” 2017 itu.

Seperti tahun lalu, selama Sekaten berlangsung juga disertai pentas tari yang melibatkan peserta penyajinya dari kalangan masyarakat. Hingga kini, iMNews.id belum mendapatkan informasi mengenai adanya sajian itu, berikut susunan acaranya selama berapa hari digelar dan mulai kapan disajikan. Tempatnyapun, tetap di Pendapa Sitinggil Lor atau bukan. (won-i1)