Gusti Moeng : “Sinuhun Amangkurat Agung Memang Benar-benar Agung……. “

  • Post author:
  • Post published:August 14, 2023
  • Post category:Regional
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Gusti Moeng : “Sinuhun Amangkurat Agung Memang Benar-benar Agung……. “
SERAH-TERIMA LANGSE : Upacara serah-terima "langse" dilakukan antara KPHA Sangkoyo Mangunkusumo kepada petugas abdi-dalem juru kunci makam Pakasa Cabang Tegal di halaman kantor Desa Pasarean, sebelum prosesi kirab diberangkatkan menuju makam, siang kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Tudingan Menghabisi Ribuan Santri, Isu Fitnah, Kabar Bohong dan Hoax

TEGAL, iMNews.id – Untuk kali kesekian dalam kurun waktu lebih lima tahun sejak sebelum 2017, Gusti Moeng dengan tegas membantah tudingan bahwa leluhur Dinasti Mataram yang bergelar Sinuhun Amangkurat Agung itu sama sekali tidak seperti tudingan dan stigma negatif yang disebarkan pihak-pihak tertentu. Tudingan bahwa putra dan penerus tahta Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma itu telah “menghabisi” ribuan santri di wilayah kekuasaannya waktu itu, adalah isu belaka yang cenderung fitnah serta berita hoax yang sengaja disebarkan karena didasari rasa tidak suka dengan “Mataram”.

“Dalam kesempatan ini, saya ingin meluruskan lagi dan menegaskan, bahwa Sinuhun Amangkurat Agung itu benar-benar agung. Karena telah meninggalkan banyak hal yang bermanfaat untuk kehidupan masyarakat di sini. Jadi tidak seperti isu yang diberitakan dan sengaja disebarkan pihak-pihak tertentu itu. Kalau dituding membantai santri sampai ribuan orang, butuh algojo berapa orang? Butuh waktu sampai berapa hari? Itu semua benar-benar fitnah kejam tak berdasar. Itu semua adalah isu dan stigma negatif yang ditudingkan kepada Mataram. Itu semua berita bohong, hoax,” tandas Gusti Moeng di depan yang hadir, Minggu siang (13/8/2023).

PERJALANAN PROSESI : Perjalanan prosesi kirab yang menempuh jarak sekitar 200 meter dari kantor Desa Pasarean, tiba di halaman dalam kompleks makam Astana Pajimatan Tegalarum. KRMH Suryo Kusumowibowo tampak mengawal prajurit yang memandu prosesi kirab, siang kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Seperti diketahui, begitu Kraton Mataram Surakarta mulai sering menggelar beberapa jenis upacara adat di makam Sinuhun Amangkurat Agung yang berada di Astana Pajimatan Tegalarum di Desa Pasarean (bukan Paseban-Red), Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal/Slawi belasan tahun lalu, mulai muncul suara-suara sumbang yang sengaja disebarkan terarah kepada Kraton Mataram Surakarta. Isu yang disebar adalah tudingan bernada fitnah, bahwa Sinuhun Amangkurat Agung atau Amangkurat I (pertama) itu telah “membantai” atau menghabisi ribuan santri di wilayah kekuasaannya, waktu itu, pada masa jumeneng nata tahun 1645-1677.

Oleh sebab itu, dalam kesempatan upacara “Wilujengan Gantos Langse Sinuhun Amangkurat Agung” di Pendapa Paseban kompleks makam, Minggu siang (13/8) kemarin, Gusti Moeng atau GKR Wandansari Koes Moertiyah menegaskan kembali upaya meluruskan citra dan fakta sebenarnya tentang sosok tokoh leluhur Dinasti Mataram tersebut. Dalam sambutan di depan tamu undang di antaranya Pembayun Sulistyorini selaku utusan Dinas Kebudayaan Pemkab Slawi/Tegal, Gusti Moeng selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat/Pengageng Sasana Wilapa menjelaskan arti penting Sinuhun Amangkurat Agung dan menitipkan perawatannya kepada seluruh masyarakat kabupaten.

LANGSE DAN UBA-RAMPE : Iring-iringan yang membawa langse dan uba-rampe upacara adat “Gantos Langse” atau “Larab Singep”, berjalan berurutan mendaki trap setapak menuju pintu cungkup makam Ainuhun Amangkurat Agung, sebagai akhir prosesi kirab ritual itu, siang kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

“Sinuhun PB XII, bapak saya, sebelum wafat selalu mengingatkan kepada saya tentang kekhawatirannya kalau jasad Sinuhun Amangkurat Agung tetap dibiarkan semare (bersemayam-Red) di sini. Bapak saya khawatir kalau makam eyang Amangkurat tidak terurus dan tidak terawat, dan seakan meminta kami untuk memindahkan ke Astana Pajimatan Imogiri, jadi satu dengan para leluhur Mataram di sana. Bahkan sampai ngendika, agar saya kalau kelak meninggal dikubur di sini juga, kalau jasad eyang Amangkurat tidak dipindah ke Imogiri. Tujuannya apa?, agar makam ini tetap terawat,” papar Gusti Moeng yang mengaku paling banyak ditinggali “pesan” tanggungjawab berbagai urusan kraton itu.

Namun, lanjut anak ke-25 yang pernah “dihadiahi” sang ayah dengan sebutan “Putri Mbalela” itu, karena masyarakat setempat (Kabupaten Slawi/Tegal) meminta agar jasad eyang Amangkurat Agung tetap di Astana Pajimatan Tegalarum di Desa Pasarean, Kecamatan Adiwerna, maka dalam kesempatan yang baik ini kami sekali lagi ingin berpesan. Selaku Pangarsa Lembaga Dewan Adat/Pengageng Sasana Wilapa atas nama kraton ia menitipkan makam tokoh leluhur ini kepada masyarakat dan Pemkab Slawi/Tegal, agar dirawat baik-baik agar mendatangkan berbagai manfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

DIPASANG BERSAMA-SAMA : Langse atau Singep yang baru, tampak dipasang bersama-sama oleh beberapa orang terbatas yang mengikuti doa, tahlil dan dzikir di dalam cungkup, kemarin siang. Di antaranya tampak putra mahkota KGPH Hangabehi dan Gusti Moeng sedang merapikan ujung langse. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Dalam kesempatan itu, mewakili Dinas Kebudayaan dan Pemkab Slawi/Tegal, Pembayun Sulistyorini juga menyampaikan arahan dari atasannya saat memberi sambutan. Di antara 10 upaya pelestarian budaya, salah satu disebutkan bahwa kompleks makam Astana Pajimatan Tegalarum akan terus dipugar dan ditata serta dilengkapi sarana-prasarana berkelanjutan. Tahun ini, halaman depan kompleks makam akan ditutup paving block, sementara itu perkampungan masyarakat di sekitarnya akan dikendalikan pengaruh produk limbah B3-nya.

Saat rombongan dari kraton menggelar ritual, kemarin. ada pemandangan yang berbeda kompleks makam, karena bangunan pendapa di halaman depan hilang dan disebutkan ambruk beberapa bulan lalu, karena konstruksinya tidak baik. Siang itu juga tidak ada keramaian pendukung apapun di sekitar kompleks makam, seperti pasar malam dan aneka kegiatan pendukung seperti pentas wayang kulit, pengajian akbar dan berbagai lomba bernuansa Islami seperti yang digelar saat Bupati Slawi/Tegal dijabat Ki Enthus Susmono. Dalang terkenal kelahiran dan ikon kabupaten ini, menjabat bupati dan wafat beberapa bulan menjelang berakhir masa jabatannya, beberapa tahun lalu.

PASANG SANGSANG : Selesai memasang “Langse”, Gusti Moeng dan putra mahkota KGPH Hangabehi bergantian tabur bunga dan memasang “Sangsang” (untaian melati dan kanthil) di pusara dan “Maijan” (ujung pusara) dalam upacara adat “Gantos Langse” makam Sinuhun Amangkurat Agung, siang kemarin. (foto : iMNews.id/Won Poerwono)

Upacara di Pendapa Paseban kompleks makam siang kemarin, menjadi acara penutup rangkaian upacara adat “Wilujengan Gantos Langse Sinuhun Amangkurat Agung”. Para pejabat tuan rumah tak banyak yang kelihatan menyabut, kecuali utusan dari Dinas Kebudayaan dari yang semula disebutkan bahwa Sekda Kabupaten Slawi/Tegal yang akan hadir. Yang banyak kelihatan tentu sejumlah warga Pakasa cabang Tegal, di antaranya para abdi-dalem juru kunci makam seperti KRA Sunyoto Adinagoro (Ketua), karena mendapat tugas saat serah-terima “langse” dari KPHA Sangkoyo Mangunkusumo dalam sebuah upacara di halaman kantor Desa Pasarean.

Rombongan dari kraton yang jumlahnya lebih dari 100 itu, ada yang berangkat bersama tetapi ada warga Pakasa cabang yang langsung tiba di lokasi makam. Tampak putra mahkota KGPH Hangabehi mengikuti doa, dzikir dan tahlil sebelum memasang “langse” makam Amangkurat Agung. Begitu pula KRMH Suryo Manikmoyo, BRM Cici, KRMH Suryo Kusumo Wibowo dan tentu saja KPH Edy Wirabhumi bersama Gusti Moeng yang memimpin rombongan dan upacara. Peneliti sejarah dari Lokantara, Dr Purwadi juga kelihatan, begitu pula Drg Fitri Puspaningrum SpBM yang mempersiapkan keperluan logistik upacara di Pendapa Paseban. (won-i1)