Berbagai Agenda Acara Berlangsung Silih-Berganti, dari Tahlilan Sampai Rapat Prajurit
SURAKARTA, iMNews.id – Kamis (29/8) semalam, di empat lokasi berbeda di Kraton Mataram Surakarta berlangsung setidaknya empat agenda acara, baik yang kebetulan bersamaan maupun berurutan. Agenda acara itu, rapat prajurit di ndalem “Praja”, tahlilan di teras Nguntarasana, gladen Laras Madya di Bangsal Smarakata “macapatan” rutin weton di Bangsal Parasedya.
Di empat lokasi berbeda itu, masih ada pertemuan Gusti Moeng dengan para siswa Sanggar Pawiyatan Tata-Busana dan Paes Pengantin Jawa gaya Surakarta (Kraton Mataram Surakarta) yang merencanakan akan menggelar Seminar Tata-Busana di Solo, 29 Oktober 2024. Belum lagi kegiatan “Maleman Sekaten Garebeg Mulud” di Pendapa Pagelaran dan sekitarnya.
“Kalau begini ini, kraton benar-benar tampak hidup”, ujar Dr Purwadi, peneliti sejarah sekaligus Ketua Lokantara pusat di Jogja, saat bertemu iMNews.id, semalam. Dia juga tampak hadir untuk menyaksikan berbagai kegiatan semalam. Dosen salah satu universitas di Jogja itu, sering hadir di kraton sebagai upaya memperkaya bahan ajarnya di kampus.
Kalau keramaian pasar malam “Maleman Sekaten Garebeg Mulud 2004” berlangsung tiap hari dari pagi hingga malam pukul 22.00 WIB di sekitar Alun-alun Lor, kompleks Pendapa Pagelaran Sasana Sumewa, sekitar Masjid Agung dan ruang-ruan lain di dekatnya, ini merupakan kegiatan rutin tiap tahun yang kali ini sudah dibuka resmi Minggu malam (25/8) lalu.
Sedangkan rapat para prajurit Kraton Mataram Surakarta yang sudah berjalan 2-3 kali tiap Kamis malam weton Jumat Wage (29/8) semalam, adalah forum pertemuan antar anggota abdi-dalem semua bregada prajurit kraton. Semalam, rapat dipimpin KRAT Hendro Reksoyudo dan dihadiri 50-an dari sekitar 80-an anggotanya, bertempat di ndalem “Praja”, depan museum.
Rapat para prajurit itu, disebut KRT Darpo Arwantodipuro selaku penanggungjawab administratif sebagai forum silaturahmi untuk membahas program kerja untuk peningkatan kinerja dan pengabdian. Namun, rapat semalam juga membahas rencana piknik bersama ke pantai Pacitan, akhir September. Piknik “gratis” itu, dibiayai dengan tabungan hasil sumbangan pihak lain.
“Jadi, kalau para prajurit kraton itu diundang pihak lain dari luar untuk keperluan kirab, misalnya dari Pakasa Cabang Ponorogo, ada honor yang disihkan untuk ditabung. Sementara, diperlukan untuk biaya perawatan perlengkapan dan kegiatan lain seperti piknik. Gaji dari kraton, utuh. Karena rata-rata hanya sekitar Rp 300 ribu/orang/bulan,” ungkap KRT Darpo.
Selain rapat prajurit di ndalem “Praja” yang dimulai pukul 19.00 WIB, di teras Nguntarasana juga berlangsung doa, tahlil dan dzikir yang diikuti 50-an orang dan dipimpin Gusti Moeng. Ritual religi ini untuk memperingati weton wafatnya Sinuhun PB XII, yang secara kebetulan sama weton musibah terbakarnya Kraton Mataram Surakarta pada tahun 1985 silam.
Doa, tahlil dan dzikir yang dipimpin abdi-dalem juru-suranata RT Irawan Wijaya Pujodipuro itu, diikuti sejumlah elemen antara lain kelompok-kelompok petugas “tugur” rutin tiap malam, rombongan abdi-dalem dari Pakasa cabang dan semalam juga bergabung rombongan panitia “Seminar Tata Busana”. Tahlilan digelar di teras Nguntarasana, pukul 20.30 hingga 22.00 WIB.
Jalannya tahlilan di teras depan kantor Sasana Wilapa masih berlangsung, tetapi KP Siswanto Adiningrat (Wakil Pengageg Sasana Wilapa) dan rombongan enam orang sudah datang dan langsung menuju Bangsal Parasedya dan teras Paningrat, Pendapa Sasana Sewaka. Begitu tahlilan selesai, KP Siswanto sudah memulai mengumandangkan tembang Macapat bersama rombongannya.
Kegiatan “Macapatan” yang digelar rutin tepat di malam weton Jumat Wage itu, selalu berganti tema tembang dan serat yang dinyanyikan. Tembang-tembang Macapat di kraton hampir semuanya meriwayatkan para tokoh di Kraton Mataram Surakarta dan berbagai peristiwanya, misalnya dari Serat Pundahah Kedhaton berupa Dhandhanggula yang menceritakan pindahnya kraton.
Tradisi “Macapatan” di Bangsal Parasedya itu, diaktifkan kembali sejak peristiwa “insoden Gusti Moeng Kondur Ngedhaton”, 17 Desember 2022 lalu. Lama tidak dilakukan selama enam tahun kraton ditutup akibat “insiden mirip operasi militer” 15 April 2017, Gusti Moeng menginisiasi kembali kegiatan seni rutin tiap malam weton Jumat Wage di teras Sasana Sewaka itu.
Tradisi menyanyikan lagu dari 11 tembang Macapat secara berganti-ganti itu, biasanya dilakukan hingga lewat pukul 00.00 WIB. Tetapi, sebelum itu selesai, di Bangsal Smarakata juga sudah mengalun gending-gending Santiswara yang bernafaskan religi (Islam). Gending-gending itu dinyanyikan para abdi-dalem Keparak Mandra Budaya diiringi karawitan Laras Madya.
Gending Santiswara yang diiringi musik karawitan Laras Madya ini khas sekali Kraton Mataram Islam Surakarta, yang kini sudah berganti generasi abdi-dalem pelakunya yang rata-rata usia muda. Bahkan, beberapa kali hingga semalam tampak remaja usia 13-an tahun ikut bergabung sebagai wiraswara, yang kelak diharapkan bisa menjadi abdi-dalem pengganti.
Gladen musik Laras Madya belum selesai, kegiatan belajar-mengajar Sanggar Pasinaon Pambiwara di Bangsal Marcukunda juga masih berjalan. Sementara di ruang tamu Kori Sri Manganti, Gusti Moeng juga sedang berdialog dengan panitia Seminar Tata Busana yang dipimpin Sri Windari Rahayu. Mereka mempersiapkan seminar yang akan digelar di Hotel Haris, akhir Oktober. (won-i1)